12✳ COKELAT ANCAMAN

1K 92 6
                                    

12✳ COKELAT ANCAMAN

Sudah aku katakan jika rasa ini berbeda. Tepatnya, setelah hari dimana kita bertatap muka.

— Shenna Alianza —

✳✳✳

Peter pernah mendengar jika seseorang yang sedang jatuh cinta akan selalu menebar senyum dan tawa. Tetapi, Peter tidak yakin jika itu nyata. Apalagi, dia yang merasakannya.

Shenna. Nama itu selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Seolah jika memang Shenna berenang-renang di dalam otaknya hingga Peter tidak bisa tidur sepanjang malam. Ia gelisah, apalagi jika seharian tidak bertemu dengan Shenna.

Peter yakin jika dirinya sudah gila. Hanya karena senyuman Shenna waktu itu, Peter jadi selalu merindukannya.

Seperti sekarang, ketika jam sudah menunjukkan waktu pulang. Peter sudah keluar dari kelasnya dua puluh menit yang lalu. Hari-harinya di sekolah jadi lebih berwarna setelah sebelumnya di sekolah lama ia hanya jadi siswa nakal yang tidak memikirkan pelajaran apa esok harinya. Ia seperti sampah yang dibiarkan semakin membusuk tanpa ada orang yang meliriknya.

Kelas Shenna sudah sepi. Namun, cewek itu masih berada di dalam kelas. Sedang menulis sesuatu, entah apa itu. Peter melangkah masuk, membiarkan kakinya terdiam di jarak lima jengkal dari Shenna duduk. Gadis itu sangat serius. Sampai-sampai tak mendengarkan langkah sepatunya.

"Lo belum pulang?" rupanya Peter salah dengan bertanya secara tiba-tiba, terbukti dari Shenna yang kemudian mengusap dada dan berteriak. "Peter! Ya ampun lo ngagetin gue aja."

Dalam hati Peter tertawa melihat mimik wajah Shenna yang terbilang lucu dengan bibir mengerucut. Dia melirik kertas putih yang sedikit demi sedikit tercoret tinta di hadapan Shenna. "Lo lagi ngapain, Na?"

"Oh, ini lagi buat proposal buat kegiatan rutin OSIS beberapa bulan lagi. Masih coret-coret sih, nanti kalau udah fiks baru diketik," jawab Shenna jujur. Ia juga tak sungkan menyuruh Peter duduk di sebelahnya. Kelas begitu sepi. Hanya benar-benar ada mereka berdua.

"Ini bukan tugas lo, Na. Kenapa lo mau ngelakuin itu?" tanya Peter. Setahunya posisi Shenna di organisasi OSIS adalah Ketua. Penguasa paling tinggi yang berhak memerintah. Meski sebenarnya Shenna bukan orang yang demikian. Shenna lebih senang menggunakan otak dan tangannya untuk bekerja. Bukan mengacungkan telunjuknya untuk memerintah. Dia bukan Presiden yang berhak melakukan apapun untuk membangun Negeri.

Dia hanya Shenna, seseorang yang terlahir dengan hati sangat baik dan disiplin.

"Nggak apa-apa, kok." Shenna tersenyum. Memperlihatkan pipinya yang berlesung. Peter baru tahu, jika Shenna memiliki lesung pipit. Selain memiliki mata kucing yang menawan tentunya. Hanya saja, yang Peter lihat Shenna selalu menutupi itu semua. Aura gadis itu hanya terlihat dari kepintaran. Shenna belum bisa memperlihatkan kecantikannya pada dunia luar.

"Titan ada janji sama Mamanya. Jadi, dia nggak bisa buat proposal." Shenna kembali menulis beberapa kata yang kurang. Lalu, mengurangi setidaknya kata yang kurang pantas.

"Gue yakin lo punya dua sekretaris." Peter menyunggingkan senyum sinis ketika mendengar hembusan napas keluar dari bibir Shenna. "Lo tahu, Na? Mereka cuma manfaatin lo. Mereka nggak benar-benar ada urusan. Kenapa lo diam aja digituin?"

"Peter," Shenna memanggil. Lalu dia tersenyum. Senyum yang sebenarnya mematikan bagi jantung Peter. "Lagian gue juga lagi nggak ada kerjaan. Nggak apa-apa lagi. Besok biar Rakha yang gantian ngetik. Nggak ada pihak yang dirugikan juga."

Lo terlalu baik, Na. Cibir Peter dalam hati.

"Gue udah selesai, nih. Lo masih mau disini?" Shenna menutup bukunya. Lalu memasukannya ke dalam tas ranselnya. Menatap Peter yang juga menatapnya.

[TGS 3] SHENNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang