10✳ PULANG BARENG

1.4K 170 8
                                    

10✳ PULANG BARENG

Ada perasaan aneh yang hinggap, dan aku harap semuanya bukan salah. Karena jika salah melangkah, maka akan ada hati yang patah.

— Shenna Alianza —

✳✳✳

"Bener nih, nggak apa-apa? Lo yakin nggak mau bareng sama gue? Gue khawatir sama lo, Na. Nanti ada apa-apa di jalan gimana?" sekali lagi, Shenna menggeleng. Ia memegang bahu Reina, menenangkan cewek itu. "Nggak apa-apa kok Rein. Gue udah sehat. Nih lihat." Shenna memutar tubuh, meyakinkan Reina jika ia sudah tidak apa-apa sejak pingsan tadi. Bahkan Shenna sempat mengikuti mata pelajaran terakhir setelah dirasa pusingnya sudah membaik. "Gue cuma kecapean aja mungkin, masih sedikit syok."

"Udah sana pulang. Lo harus ngantar Mami lo pergi, kan?" Shenna bertanya, Reina menganggukkan kepalanya. "Yaudah tuh Mami lo udah nungguin lo dari tadi. Kasihan Mami Indi nungguin lama."

Akhirnya Reina mengalah. Cewek itu mencubit pipi Shenna hingga Shenna mengasuh sakit. "Emang anaknya keras kepala. Cuma pulang bareng doang juga."

"Hehe," Shenna terkekeh. "Kan rumah kita nggak searah, Rein. Nggak apa-apa kok."

"Yaudah, gue duluan ya. Bye!" Reina masuk ke dalam mobil. Ia melambai sebentar pada Shenna sebelum menutup kaca mobil.

Tinggal Shenna di halte. Cewek itu memang masih merasakan pusing. Namun, Shenna tidak boleh tumbang. Cukup sudah dia jadi sorotan tadi karena pingsan. Ini pertama kalinya Shenna pingsan di sekolah. Ia masih ingat, ia pingsan terakhir kali saat Shelna terjebak di kobaran api, dan saat Ayah pulang dalam keadaan sudah tak bernyawa.

Membicarakan tentang Shelna, Shenna rasanya ingin menangis. Ia merindukan saudara kembarnya itu. Shenna menyesal dulu pernah memarahi Shelna hanya karena masalah mainan, padahal Ayah tak pernah keberatan jika harus menggantikannya. Ayah selalu memaklumi karena mereka masih kecil waktu itu. Tetapi Shenna selalu mengupayakan untuk mainan-mainan tetap utuh. Berbeda dengan Shelna yang boros.

"Andai kamu masih ada disini, Shel." Shenna bergumam sia-sia. Ia hanya bisa berandai-andai sekarang. Semuanya tak ada guna.

Deru motor terdengar mendekat. Shenna harus melipat dahinya dulu untuk memperjelas siapakah gerangan yang menaiki motor vespa tua yang dimodif keren seperti itu. Matanya membulat kala sadar jika yang duduk di jok itu adalah Peter.

Motor Peter berhenti tepat didepannya. Cowok itu mematikan mesin terlebih dulu sebelum menyapanya. "Belum pulang?"

"Belum, lagi nunggu angkot," jawab Shenna jujur. Ia masih menunggu angkot sejak tadi. Rasanya lama, ia sudah berkeringat duluan.

"Bareng gue aja. Lebih irit ongkos." Peter menawarkan tumpangan. Cowok itu menyengir. "Emang sih, nggak terlalu lebar joknya buat berdua. Tapi cukuplah buat lo sama gue."

Shenna bimbang. Rasanya terlalu tiba-tiba. Peter tak terduga. Shenna dibuat bingung atas ini semua. "Emang boleh?"

Mendengar itu, Peter justru tertawa. "Boleh lah kan tadi gue yang nawarin. Ayo."

Shenna mengangguk. Ia tidak punya pilihan karena pusing kini melandanya lagi. Shenna duduk di jok belakang motor Peter.

"Udah siap?"

"Udah," jawab Shenna, lalu motor itu melaju dengan kecepatan sedang. Berbeda dengan motor-motor sport yang selalu jadi idaman cewek-cewek di sekolahnya. Justru Peter tidak peduli dengan itu. Peter menggunakan apapun yang ia suka, bukan yang orang lain suka.

[TGS 3] SHENNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang