4. DIABAIKAN

3.2K 496 25
                                        

Ada yang aneh. Beberapa hari ini Jungkook seperti menghindarinya. Jimin tidak tau kenapa, tapi ia merasa seperti itu. Contohnya saat Jimin berada satu lift dengan pria tinggi itu, Jungkook seolah-olah tidak melihatnya dan sibuk sendiri dengan berkas-berkas ditangannya. Lalu, saat Jimin sedang makan di kantin rumah sakit, ia melihat Jungkook dan pria itu juga melihatnya. Jimin melambaikan tangan, tapi Jungkook mengabaikannya. Pria itu memilih makan bersama rekan-rekan kerjanya, tentu saja mereka menyambut Jungkook dengan suka cita. Dan masih banyak lagi hal-hal lain, dimana Jungkook mengabaikan Jimin. Tapi, saat Jungkook mengabaikannya di kantin adalah hal terparah bagi Jimin. Apa ia kembali tidak terlihat?

"Apa aku melakukan kesalahan?"

"Apa?"

Jimin menoleh, melihat Sungwoon yang duduk di sampingnya. Mereka saat ini sedang istirahat, menikmati cemilan sore hari di bangku taman rumah sakit.

"Kau tadi bilang apa?" Sungwoon kembali bertanya.

"Tidak ada. Aku hanya berbicara sendiri."

Sungwoon menggeleng, "Kau gila." katanya.

"Apa karena aku gila makanya orang-orang menjauhiku?"

Sungwoon melihat Jimin, "Hey, ayolah. Aku hanya bercanda." katanya merasa bersalah sambil menepuk bahu Jimin.
"Kau itu berkarisma, hanya saja mereka belum melihat karismamu." Sungwoon melanjutkan sambil memeluk-meluk Jimin manja.

"Pergi sana! Memangnya kau sudah melihat karismaku?" kata Jimin sambil mendorong-dorong Sungwoon, bercanda.

"Sudah. Makanya aku langsung terpikat padamu." Kini Sungwoon berusah mencium pipi Jimin dan pria itu tertawa dengan candaan temannya.
Mereka tidak menyadari, bahwa Jungkook diam-diam memperhatikan dari kejauhan dengan ekspresi yang tidak terbaca.

--- *** ---

Malam itu suara ambulan begitu memekakkan telinga. Jimin segera keluar dari ruangannya saat mendengar suara kegaduhan.

"Ada apa?" tanya Jimin pada salah satu perawat wanita di sana.

"Terjadi kecelakaan mobil. Seorang anak sedang dalam perawatan dan kedua orangtuanya kritis. Dokter Jeon dan dokter lainnya sedang melakukan operasi sekarang."

Jimin mengangguk. Ia pun cepat-cepat mendatangi ruangan dimana anak itu dirawat. Jimin melihat tim paramedis sedang sibuk disana dan ada seorang dokter wanita. Kalau Jimin tidak salah, wanita itu bernama Jang Miri, dokter anastesi.

"Anak ini tidak apa-apa. Sebentar lagi dia juga akan bangun." Katanya terdengar tidak bersemangat.

Jimin membungkuk sedikit saat wanita cantik itu melewatinya untuk mengambil sesuatu. Jimin pun mendekati anak itu. Ia memperhatikan wajahnya sangat pucat. Memang tidak ada luka luar, hanya beberapa lecet di sekitar siku dan tangannya. Tapi Jimin merasa ada yang mengganjal. Nafas bocah yang kira-kira berumur sepuluh tahun itu tidak teratur. Jimin memegang denyut nadi di tangannya dan terasa melambat.

"Maaf, Dokter Jang. Aku rasa anak ini tidak baik-baik saja."

Dokter wanita itu melihat Jimin, meremehkan. "Memangnya siapa kau? Dokter umum sepertimu tidak mengerti masalah seperti ini."

"Maaf, dokter. Tapi sepertinya anak ini harus segera di operasi."

"Jaga bicaramu dokter, Park. Bukan kau yang menentukan pasien ini harus dioperasi atau tidak!"

Jimin terdiam. Itu semua memang benar, tapi ia juga belajar, Jungkook juga mengajarinya beberapa hal. Jadi ia merasa kondisi anak didepannya tidaklah baik.

Merasa tidak ada tindakan apapun dari Dokter Jang, Jimin pun terpaksa meletakkan kantung infus di kepala ranjang dan membawa anak itu dengan mendorong ranjang rumah sakit, dimana pasien yang masih bocah itu tergeletak di sana.

"OUR DREAMS"/KookMinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang