Jungkook melihat Ibunya dan Jimin secara bergantian.
"Ibu? Apa maksudmu?" Tanyanya pada Jimin."Kau sudah besar, Jiminie." Ibu Jungkook bangkit dari duduknya dan segera memeluk Jimin yang bahkan belum menjawab pertanyaan pria di sebelahnya yang kelihatan bingung.
"Walau aku hanya sebentar merawatmu, tapi kau jelas-jelas Jiminie-ku.""Tunggu dulu. Apa maksudnya ini?" Jungkook tidak sabaran. Ia bingung dan membutuhkan jawaban segera.
Ibu Jeon melihat Jungkook sambil tersenyum setelah melepaskan pelukannya dari Jimin.
"Kau masih sangat kecil waktu itu, jadi tentu saja kau tidak mengingat Jimin."Dan Jimin ikut melihat Jungkook, "Jadi itu kau? Kenapa dunia begitu sempit?"
Tetap saja Jungkook tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh kedua orang itu. Dan Ibu Jeon menyadarinya. Ia tetap tersenyum sambil berkata, "Ibu dulu pernah merawat Jimin saat kecil. Jimin sangat suka menari. Oh?! Apa kau sudah menjadi seorang penari Jiminie?" Kali ini wanita yang masih terlihat cantik diusianya itu menatap Jimin. Ia melihat reaksi sedih di wajah pria mungil itu. Dan ia pun mengerti. "Aku pikir jawabannya tidak. Orangtuamu benar-benar mereka itu..." Ibu Jeon tidak melanjutkan perkataannya.
"Maafkan aku, tapi mereka bukan orangtua yang baik karena menghalangi mimpimu. Dan karena itu juga Ibu diberhentikan karena membiarkan Jimin menari, Jungkook-ah." Dan kali ini wanita itu melihat Jungkook.
"Dulu Ibu pernah merawat Jimin saat kecil. Kau lebih kecil saat itu. Ibu menitipkanmu pada nenek tetangga sebelah ketika Ibu bekerja di rumah Jimin. Saat orangtua Jimin pergi, Ibu akan menjemputmu dan membawamu kembali ke rumah Jimin. Lalu, kalian bermain bersama.""Ibu menitipkanku pada guru penariku waktu itu saat menjemput Jungkook. Kita pernah bermain bersama Jungkook-ah. Kenapa aku tidak mengingat namamu?" Jimin menyahut sambil memukul kepalanya sendiri.
"Hentikan itu. Kau akan menyakiti dirimu." Jungkook menahan tangan Jimin dan mengelus-elus kepalanya.
Ibu Jeon tentu saja melihat itu semua. Ia melihat keduanya jelas-jelas saling mencintai.
Wanita itu pun berdehem. Kedua pria itu langsung memusatkan perhatian mereka kembali.
"Jungkook sudah mengatakan padaku bahwa dia menyukai seorang pria. Tapi, aku tidak menyangka bahwa itu kau, Jiminie.""Apa Ibu tidak suka kalau aku bersama Jungkook? Aku sangat mencintainya. Aku bukan Jimin yang dulu, yang suka menangis. Aku bisa membahagiakanmu dan Jungkook. Aku sudah menjadi dokter sekarang, walau tidak sehebat Jungkook."
Ibu Jeon menyentuh pundak Jimin, "Kau sudah menjadi dokter, tapi apa kau bahagia, Jimin?"
Mata Jimin tidak fokus, ia segera menunduk dan terlihat berpikir. "Sepertinya begitu. Aku cukup bahagia."
"Itu belum cukup. Aku pernah melihatmu menari. Kau benar-benar bahagia saat itu. Kau tidak bisa membohongiku." Masih tetap menempatkan tangannya di pundak Jimin, Ibu Jeon kembali berkata, "Aku ingin kau bahagia lebih dulu, maka kau bisa membahagiakanku dan Jungkook setelahnya."
"Apa yang harus kulakukan?"
"Tanyakan pada dirimu sendiri. Apa yang kau inginkan?"
Jimin melihat Jungkook, "Apa kau bisa membantuku?"
Jungkook tersenyum sambil mengangguk. Ia mengerti.
Pria mungil itu kembali melihat Ibu asuhnya, "Aku akan berbicara dengan mereka. Jika mereka tidak menerimaku, maukah Ibu menerimaku kembali? Maaf karena telah merepotkanmu dulu dan untuk sekarang ini."
"Tentu saja aku akan menerimamu dengan senang hati. Kau anak paling imut yang pernah kutemui. Oh, pipimu masih menggemaskan seperti dulu." Ibu Jeon sudah hilang kendali. Ia mencubit-cubit pipi Jimin setelah menahannya sejak tadi. "Oh, aku melihat Taehyung di TV. Sepupumu itu sudah menjadi artis terkenal, huh? Aih~ aku tidak menyangka kalian sudah tumbuh sebesar ini." Katanya masih mencubit pipi Jimin. Wanita itu menghentikan aksinya setelah mendengar deheman dari Tuan Min.
"Perkenalkan juga calon menantumu pada kami, Ibu Jeon."
Dan Jimin tersipu ketika mendengarnya.
Jungkook yang melihat rona merah di pipi Jimin segera merangkul kekasihnya sambil berbisik, "Sudah kukatakan padamu semuanya akan baik-baik saja."
"Tidak akan baik-baik saja saat kau berhadapan dengan orangtuaku."
"Aku sudah punya rencana untuk itu. Kau tenang saja."
"Apa yang kau rencanakan?"
"Kita lihat saja nanti."
---***---
Beberapa hari yang lalu, Jimin begitu bahagia saat bertemu dengan Ibu dan anak Jungkook. Namun, berbeda saat ia berada di rumah sakit. Hari-hari Jimin dipenuhi dengan cibiran setelah orang-orang mengetahui bahwa dirinya berpacaran dengan Jeon Jungkook. Oh, baiklah. Mereka selalu mencibir Jimin, tapi kali ini lebih parah. Dan anehnya mereka tidak mencibir Jungkook. Tentu saja, Jungkook adalah dokter kebanggaan dan kesayangan mereka. Siapa yang berani padanya?
"Kau baik-baik saja? Apa yang kau pikirkan?" tanya Jungkook yang sejak tadi duduk di hadapan Jimin. Mereka sedang makan siang di kantin rumah sakit saat ini.
Jimin mengaduk-aduk supnya. Ia tidak mungkin memberitahu kekasihnya itu bahwa dirinya merasa tertekan berada di rumah sakit ini. Jimin sudah hampir berada di batas kesabarannya. Seperti balon yang diisi udara sebanyak-banyaknya, pasti akan meletus juga. Hanya menunggu waktu saja.
"Jimin?"
Pria mungil itu menatap Jungkook. Ia tersenyum sambil berkata, "Kau tau kan kalau aku mencintaimu?"
Wajah Jungkook tiba-tiba memerah. Ia lemah jika Jimin berterus terang seperti ini.
"Aku tau. Tapi, kenapa tiba-tiba?"Jimin memegang tangan Jungkook yang tersimpan di atas meja dan menatapnya dengan serius, "Aku ingin berhenti bekerja dari sini. Aku.. aku ingin menari lagi."
Dan tidak ada jawaban setelahnya.
>>>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
"OUR DREAMS"/KookMin
FanfictionJungkook dan Jimin mempunyai mimpi. Namun tidak bisa terwujud. . . Tapi mereka menikmatinya. Berdua, bersama-sama. --- *** --- WARNING!!! Boys Love! 20+