16. Maaf

2.9K 395 88
                                    

Jimin berjalan mondar-mandir di kamarnya. Ini sudah pukul satu pagi, tapi Jungkook belum juga terlihat sejak selesai makan malam. Kenapa ia menjadi khawatir seperti ini?
Salahkan dirinya yang telah lancang mencari tahu siapa Jungkook lewat Kim Jisoo yang mulutnya tidak bisa berhenti bicara.

Sebenarnya Seokjin dan Jisoo bukanlah tipe yang mudah menyebarkan berita. Mereka tidak seperti itu. Tapi karena ini Jimin, maka Seokjin membiarkan sepupunya melanjutkan. Lagipula Namjoon yang menyuruhnya.

Jimin ingat betul bagaimana Jisoo dan Seokjin bercerita mengenai Jungkook. Ia kaget, tentu saja. Ia tidak menyangka Jungkook mempunyai masa lalu seperti itu.

"Dokter Jeon adalah anak dari hasil perselingkuhan. Ayahnya berselingkuh dengan seorang wanita miskin. Dokter Jeon hidup pas-pasan saat kecil bersama Ibu kandungnya. Lalu, karena istri sah dari Ayahnya tidak bisa menghasilkan keturunan, maka mereka mengambil paksa Dokter Jeon dari Ibu kandungnya saat dia berumur sembilan tahun. Dokter Jeon benar-benar membenci Ayah dan Ibu tirinya. Jadi dia selalu membuat masalah saat sekolah dulu."

Jimin jadi merasa bersalah. Dulu ia sangat membenci Jungkook karena sikapnya. Sekarang ia tau kenapa pria itu berulah sesuka hatinya.

Dan mengenai Jungkook yang mempunyai seorang anak, Jimin belum mendapatkan informasi yang jelas dari mana anak itu. Karena Seokjin dan Jisoo juga tidak mengetahuinya. Mereka hanya tau kalau Jungkook punya seorang anak kata Namjoon, namun pria itu belum menikah.

Suara pintu dibuka terdengar. Jimin langsung menoleh dan menemukan Jungkook disana dengan wajah kusut.

"Kau dari mana?" Jimin bertanya lembut.

Jungkook hanya melirik pria mungil itu, lalu menjawab sambil membuka bajunya. "Menemani Dokter Na ke kota. Ada yang harus dia beli."

Jimin mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia tidak berani melihat tubuh polos yang terbentuk itu.
Oh, Jimin. Kau seperti wanita saja. Dan, hei! Pergi bersama Dokter Na?

"Aku..aku mau bicara."

"Aku ingin mandi. Lagipula ini sudah larut. Kau lebih baik tidur."

Jungkook pergi begitu saja memasuki kamar mandi, meninggalkan Jimin yang terpana dan emosi sendirian. Sial. Kenapa ia harus pergi bersama Dokter Na?

Emosi Jimin campur aduk. Ia merasa bersalah, canggung namun marah. Ia tidak akan bisa tidur kalau seperti ini. Maka, Jimin menunggu Jungkook selesai mandi. Jadi ia pun duduk bersandar di kasur sambil melipat kedua tangan di dada. Jimin sendiri tidak tau jika Jungkook selesai nanti ia akan meminta maaf atau mengajak Jungkook berkelahi? Saat ini pikirannya benar-benar berantakan.

Jungkook sudah disana. Keluar dengan hanya menggunakan celana training hitam panjang tanpa memakai atasan. Pria itu mengusak-usak rambutnya dengan handuk yang ia pegang.

"Kau belum tidur juga?" Jungkook duduk di sisi kasur sebelahnya.

"Aku mau bicara."

"Kita bisa bicara besok. Aku mau tidur."

"Dengan rambut basah seperti itu kau mau tidur?"

Jungkook diam saja. Tapi Jimin segera bangkit dan mengambil pengering rambut di tasnya.
"Aku akan mengeringkannya." Jimin berdiri di hadapan Jungkook yang duduk di kasur.

Suara pengering segera terdengar. Kedua pria itu diam saja tanpa bicara.
Jimin menyadari Jungkook bersikap dingin semenjak pembicaraan mereka terakhir kali. Dimana ia menyuruh pria itu agar tidak membahas kejadian beberapa hari yang lalu.

"Aku minta maaf." Jimin bersuara.

Jungkook mendongak menatapnya. Menunggu penjelasan atas permintaan maaf Jimin.

"Aku malu. Aku malu jika mengingatnya. Aku benar-benar seperti pelacur."

Jungkook memegang tangan Jimin. Lalu mengambil pengering rambut itu dan mematikannya.

Kemudian, Jungkook membawa Jimin agar ikut duduk di sampingnya sambil menatap pria itu lembut. "Aku tidak pernah menganggapmu seperti itu. Jangan pernah berpikiran seperti itu, Jimin-sshi."

Nah, akhirnya Jungkook menyebutkan namanya.

"Kau tidak menganggapku aneh, kan?" Jimin menatap Jungkook. "Karena aku menikmatinya ketika kau menyentuhku." Kali ini Jimin menunduk. Ia benar-benar malu.

Alis Jungkook terangkat. "Kau tau? Aku juga berpikiran seperti itu. Aku takut kau menganggapku aneh saat kau memberikan nafas buatan padaku. Kau ingat? Aku benar-benar ingin menciummu saat itu. Makanya aku berusaha menjauh darimu."

Jimin kembali mendongak melihat Jungkook. "Jadi, karena itu? Aku pikir karena kau tidak menyukaiku sama seperti mereka yang menjauhiku."

"Kau bercanda? Itu tidak mungkin."

"Jadi, kau mau memaafkanku?"

"Memangnya apa yang kau lakukan sampai harus meminta maaf padaku?" Jungkook balik bertanya. Jujur saja, ia memang tidak tau. Ia hanya kesal pada Jimin karena menyuruhnya untuk melupakan kejadian waktu itu. Tapi ia tidak marah.

Jimin menghela nafasnya sebelum berbicara. "Aku minta maaf karena sudah mencari tau tentang dirimu."

Jungkook sedikit terkejut. "Oh, ya? Kalau begitu apa yang kau tau tentang diriku?" Namun, ia justru menantang Jimin.

"Itu.. tentang keluargamu. Tentang kau yang diambil oleh mereka."

"Ow..." Jungkook mengangkat alisnya sambil mengangguk-angguk. "Lalu, apa lagi?"

Jimin tampak sedang berpikir. Ia ragu harus mengatakannya atau tidak.

Jungkook menyadari itu. Jadi, ia hanya tersenyum lalu menangkup kedua pipi Jimin agar menatapnya.
"Dengar, itu hanya masa laluku. Aku sudah bebas dari mereka sekarang." katanya sambil tersenyum manis.

Dan Jimin pun terpana.

Sialan, Jungkook terlihat tampan sekali dilihat seperti ini. Ia iri. Dan apa maksudnya 'sudah bebas'?

"Tidak. Bukan begitu. Dulu.. dulu aku membencimu karena sikapmu. Aku.. aku menganggapmu brengsek."

"Apa?"

"Brengsek." Jimin ikhlas mengulanginya. Sungguh.

Jungkook langsung melepaskan tangannya dari pipi Jimin. Ia memijat belakang lehernya.
"Ya.. aku memang brengsek dulu. Aku akui itu. Tapi, apa sampai sekarang kau masih berpikiran sama?"

"Tadinya iya, tapi sekarang tidak lagi. Makanya aku ingin meminta maaf."

"Lalu, apa ini alasan kenapa kau tidak ingin membicarakannya padaku? Tentang waktu itu? Kau pikir aku pria brengsek yang tidak akan bertanggung jawab karena sudah meniduri-"

Jimin segera membungkam mulut Jungkook. Ia tidak sanggup mendengarnya.

"Kau tidak perlu bertanggung jawab. Kau pikir aku wanita yang akan hamil, begitu?" Kata Jimin sambil melepaskan tangannya dari mulut Jungkook. Lalu, ia menunduk sambil berkata pelan. "Lagipula.. aku.. aku juga menikmatinya. Aish..." Berapa kali ia harus mengulangi ini?

Jungkook tertawa pelan. "Aku juga menikmatinya. Malah aku sangat menyukainya. Aku ingin melakukannya lagi denganmu, Jimin-sshi."

Mata Jimin langsung melotot, "Kau gila!" serunya.

"Kenapa? Kita berdua menikmatinya."

"Tidak. Itu tidak mungkin." Ucap Jimin sambil mengingat kembali perkataan Jisoo bahwa Jungkook sudah mempunyai anak. Itu berarti Jungkook sudah mempunyai seorang wanita. Tapi mereka belum menikah? Entahlah, intinya Jimin tidak ingin mengganggu hubungan orang lain.

"Aku menyukaimu, Park Jimin."
Itu suara Jungkook setelah melihat keterdiaman Jimin. Ia akhirnya memberanikan diri. Jungkook sudah tidak tahan lagi menahan debaran aneh di dadanya. Semoga saja Jimin tidak menjauh setelah ini.

Dan Jimin mendongakan kepalanya. Menatap lekat mata Jungkook saat mendengar ucapan pria itu. Ia terkejut. Tetapi Jimin segera berpikiran positif. Jungkook menyukainya sebagai teman. Hanya itu. Tidak mungkin kan kalau pria itu...

"Ah, tidak. Aku mencintaimu. Aku sungguh-sungguh mencintaimu, Park Jimin."

...mencintainya?
Jungkook mencintainya?! Tidak mungkin!






>>>>>

"OUR DREAMS"/KookMinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang