12. Petunjuk

4.2K 583 35
                                    

Hening dan sepi.

Angin yang berhembus cukup kencang, seolah mendukung suasana hati Dino yang sedang berduka.

Sedih, menyesal dan bersalah.

Perasaan itu selalu berkecamuk di hatinya dan seolah menghantui pikirannya, membuatnya selalu menyalahkan dirinya atas kejadian yang sebenarnya bukan kesalahannya.

Ditambah lagi, di tempat ini. Tempat peristirahatan terakhir Changbin.

Air mata yang sedari tadi ia pendam tak dapat ditampung lagi,ia menangis. Ini adalah kali pertama ia menangis sehebat ini-- pada saat kematian sahabatnya.

"Dino, kayaknya sebentar lagi hujan, kita pulang aja," Ujar Mark sambil menepuk bahu Dino.

Ya, Mark memang menemani Dino ke kantor polisi juga menemaninya ke pemakaman Changbin. Ia tidak tenang bila meninggalkan Dino sendirian, karena frustasi dan menyesal, mungkin Dino akan mati konyol dengan bunuh diri, pikir Mark.

Dino bergeming. Ia tak menanggapi perkataan Mark. Ia terus saja mematung di depan makam Changbin.

"Changbin ..." Ujar Dino kemudian. "Lo ingkar janji, kata lo hari ini gue boleh main game sepuasnya di rumah lo. Lo bilang juga nanti kita main bareng, habis itu belajar buat ujian,"

Dino menarik nafas dalam. "Dan sekarang lo malah ninggalin gue. Dasar pembohong,"

Mark menurunkan tangannya dari pundak Dino. Mark menatap Dino prihatin.

"Lo juga bikin gua repot. Gue di panggil ke kantor polisi, gue juga disangka pembunuh. Bayangin aja gue dicap pembunuh oleh satu sekolah. Dasar, ngerepotin." Lanjutnya kemudian. Suaranya bergetar.

Dino menghapus air matanya. "Karena lo udah buat gue repot, hukumannya lo harus istirahat dengan tenang disana, ya. Jangan buat gua repot lagi,"

Dino menepuk-nepuk nisan yang bertuliskan nama Changbin dengan senyuman lebar. Seakan telah mengikhlaskan semuanya. Ia meletakkan bunga di atas pemakaman Changbin kemudian menoleh pada Mark.

"Ayo, kita pergi. Katanya Lucas dan Yeri dapet petunjuk, kan? Ayo cepat,"

Mark menghela nafas kemudian tersenyum. "Ayo,"

Mereka jalan beriringan meninggalkan tempat pemakaman. Mark memulai obrolan yang tidak terlalu penting untuk sekedar basa-basi.

"Dino ... ?" Panggil Mark.

"Ya?"

"Lo udah ikhlas, kan?" Tanya Mark penasaran.

Dino tersenyum. Ia menghela nafasnya. "Sudah. Kasihan dia disana nanti kalau gue terus-terusan sedih,"

Ia menghela nafas,"Tapi untuk apa juga gue terus-terusan sedih karena Changbin? Sementara kalian selalu ada buat gue?"

"Gue gak bermaksud buat melupakan Changbin, tapi ... gue juga gak mau gila gara-gara dia. Lagian, gue siapa sih? Keluarganya pasti lebih sedih daripada gue," Lanjutnya lagi.

"Bagus deh." Mark tersenyum. "Kita bisa kan mulai penyelidikan lagi bareng-bareng?"

"Pasti lah. Gue pastikan pelakunya tertangkap,"

Dino tersenyum. "Saat nanti pelakunya tertangkap, gue bakal jadi orang pertama yang buat pelakunya babak belur dan mengemis minta ampun,"

"Lihat saja."

d a n g e r s c h o o l


"Jadi gimana?"

Danger School [99 LINE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang