Drama apa lagi ini? Hentikanlah sebelum aku benar-benar muak!
-Almira Aresha.
Happy reading!
—Mira masih heran dengan tatapan murid-murid yang memandangnya dengan aneh. Sejak Mira memasuki gerbang, hampir semua orang, termasuk Pak Jono—satpam sekolah yang memandangnya dengan pandangan yang sama, seolah memang benar-benar ada yang aneh dari Mira. Mira pikir dia tidak memakai benda-benda yang aneh. Dia tidak memakai bedak terlalu tebal, apalagi gincu terang menderang. Itu bukan dia banget.
Tetapi, tatapan para siswa dan siswi itu membuatnya seolah terjadi sesuatu didirinya. Dan Mira tidak tau apa yang dimaksud dari pandangan mereka itu. Ah, lagipula itu tidak terlalu penting baginya. Yang terpenting saat ini adalah dia harus cepat-cepat ke kantin untuk mengisi perutnya.
Mira membelokan langkahnya ke arah kantin. Belum ada siapa-siapa disana, Mira menghampiri Bude dan memesan makanannya. Setelah itu dia membawanya ke kursi dekat dengan jendela yang langsung menampakan suasana orang-orang yang berlalu lalang dilapangan sekolah.
Oh iya! Ngomong-ngomong, Mira sudah cerita belum tentang ancaman dari Ibu? Sepertinya belum. Begini, semalam sehabis dari rumah Sera, Ibu menyidang Mira habis-habisan. Ternyata kabar tentang Mira yang membuat ulah disekolah sudah sampai ditelinga Ibu.
Ibu bilang. "Ibu itu menyekolahkan kamu bukan untuk cari masalah, tapi buat belajar! Kamu itu cewek tapi kelakuannya kaya laki-laki, gak ada anggun-anggunnya, bikin masalah terus!"
Mira hanya diam. Dia baru tau kalau Ibu bisa seganas ini.
"Pokonya ibu gak mau tau kalo kamu bikin masalah lagi minggu ini, semua fasilitas kamu Ibu ambil! Uang jajan Ibu potong, berangkat sekolah kamu pake angkot!"
Mira mengangguk-angguk saja. Dia tidak berani melawan. Setelah itu Ibu pergi ke kamar dan menutup pintu dengan keras hingga Mira terperanjat kaget.
Meski begitu, Mira bersyukur karena tidak ada Ravan yang mengompori Ibu. Cowok itu belum pulang dari kampusnya. Untungnya juga ada Ayah yang melerai amarah Ibu.
Ayah menghampiri Mira. "Dengerin aja kata Ibu ya, Nak. Sekarang kamu ke kamar ya, kerjakan PRnya habis itu langsung tidur."
Mira mengangguk menurut. Ayah adalah lelaki terbaik yang mampu mengerti perasaan Mira. Suatu saat, mungkin Mira ingin punya lelaki istimewa seperti Ayah.
Setelah lima belas menit didalam kantin. Akhirnya bel masuk sudah berbunyi. Mira segera bangkit dari tempatnya dan berjalan ke kelas setelah membayar makanannya.
"Jam enam lewat lima puluh sembilan menit, tiga puluh detik. Tumben gak telat?" sambut Sera diambang pintu.
"Iya nih." katanya tersenyum lebar, berjalan ke kursinya.
Mira menaruh tasnya dan duduk diatas meja menghadapa ke arah Sera. "Eh iya! Lo tau ga sih tadi orang-orang pada liatin gue terus, mereka kenapa ya?"
Pelangi datang dan duduk dikursi Nata. "Aneh kali."
"Nah iya! Mereka kayak aneh gitu liat gue. Emangnya gue kenapa sih?" Mira jadi bingung sendiri.
"Karena lo berangkat Pagi dan gak telat mungkin. Tadi gue denger dari anak kelas sebelah."
Mira merengut. "Segitunya banget."
"Haha rekor terbaik, pertahankan!"
Mira memutar matanya, mereka tidak tau aja kalau Mira berangkat sepagi ini karena tidak mau fasilitasnya diambil oleh Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me Why?
Teen FictionTerimakasih sudah mematikan harapan. Setidaknya sekarang aku tau untuk siapa hatimu. Setidaknya sekarang, sudah tidak ada lagi alasan untuk aku menggapaimu kembali. *** Dulunya, Almira dan Riga sangatlah dekat. Banyak ora...