Karena sejatinya setiap pilihan punya konsekuensinya tersendiri. Seperti dalam dunia catur, yang ingin melangkah pada kotak hitam atau kotak putih.
Riga Ganendra
HAPPY READING!
—"Ibu, cepetan dong!" teriak Mira tak sabaran, bersandar dipintu mobil dengan raut cemberut.
Bagaimana dia tidak cemberut? Ibu menyuruhnya untuk mengantrnya ke supermarket malam-malam begini. Awalnya Mira menolak ogah-ogahan, tetapi Ibu mengancam tidak boleh memakan makanan yang ada di kulkas. Mira tau ancaman Ibu memang tidak main-main, maka dari itu dia harus bangkit dari tempat pavoritnya dengan berat hati.
"Bu!" teriaknya lagi, kakinya menendang-nendang ke udara, bosan menunggu Ibu.
Ibu membalas teriakannya dari dalam, Mira tidak terlalu mendengarkannya karena suaranya yang tidak jelas. Kemudian tak lama Ibu muncul dari balik pintu dan memandang Mira sengit.
"Kamu itu gak sabaran banget jadi orang! Gimana kalau punya suami nanti," gerutunya menghampiri Mira disana.
Jauh-jauh ke suami, pacar aja belum ada! Kata Mira dalam hati.
Mira segera memasuki mobilnya dan menjalankannya dengan kecepatan standar. Membelah kota jakarta yang memang tidak pernah sepi. Jalanan masih penuh dengan kendaraan-kendaraan yang terkadang melanggar aturan. Klakson berbunyi sana-sini, padahal Mira yakin mereka tau kalau lampu lalu lintas masih bertanda merah.
Mira berdecak, meski kaca mobil sudah dia tutup dua-duanya. Tetap saja, lengkingan klakson itu kembali mengganggu telinganya. "Bersik banget, sih! Gatau lampu merah apa!"
"Namanya juga Jakarta, kaya gatau aja kamu," kata Ibu.
Mira memutar bola matanya. "Iya namanya juga Jakarta. Udah tau sarangnya macet, kenapa Ibu minta anternya malem-malem gini."
"Heh! Kamu itu ngelawan, ya!"
Mira menghiraukan Ibu, dan segera menancap kembali gasnya karena lampu lalu lintas sudah berubah hijau. Dia mengendarai dengan kecepatan diatas rata-rata membuat Ibu menegurnya. Mira menjawab agar mereka cepat sampai, tetapi Ibu menyuruhnya untuk menormalkan kembali laju rata-ratanya.
"Ibu bilang pelanin, pelanin! Kamu itu gak nurut, ya. Gimana kalau kamu kelepasan terus kita kecelekaan? Kamu mau, huh?!"
"Iya, iya" Mira akhirnya mengalah. Dia memelankan laju mobilnya.
Limabelas menit menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di super market. Setelah memarkiran mobil, Mira segera menyusul Ibu. Mira mengambil troli dan kembali membuntuti Ibu kemanapun.
Ibu menyuruh Mira untuk berhenti di stand sayur-sayuran. Mira menurut, dia menunggu Ibu yang tampak serius memilih-milih sayurannya.
"Brokoli atau selada, ya?"
Mira baru saja akan membuka mulutnya, tetapi suara Ibu kembali teedengar.
"Brokoli aja deh," kata Ibu mengambil brokoli dan memasukannya ke dalam keranjang.
Mira berdecak pelan, kenapa harus bertanya kalau pada akhirnya dia juga yang menjawab sendiri? Mira kembali mendorong trolinya, saat dia melewati stand makanan, dia berhenti dan memilih-milih makanan kesukaannya dengan banyak. Masalah makanan memang Mira adalah tipe pemakan semua camilan, maka dari itu dia memasukan camilan banyak kedalam keranjang.
"Mir ...," panggil Ibu diseberang sana.
"Iya, iya bentar!" Mira segera memasukan camilan terakhirnya. Setelah itu dia menghampiri Ibu yang kembali sibuk memilih-milih, kali ini dia sibuk memilih makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me Why?
Teen FictionTerimakasih sudah mematikan harapan. Setidaknya sekarang aku tau untuk siapa hatimu. Setidaknya sekarang, sudah tidak ada lagi alasan untuk aku menggapaimu kembali. *** Dulunya, Almira dan Riga sangatlah dekat. Banyak ora...