Sudah beberapa minggu semenjak perjodohan itu, Alvaro dan Aghata menjadi semakin dekat, apalagi setelah mengetahui bahwa mereka adalah teman masa kecil walaupun ada sedikit kecanggungan diantara mereka.
Weekend telah tiba, Alvaro mengajak Aghata untuk pergi jalan-jalan. Aghata bersiap-siap menggunakan celana jeans panjang hitam dan baju berwarna putih, seperti biasa Aghata selalu tampil natural.
Aghata keluar dari kamarnya sambil membawa tas selempang, lalu berpamitan kepada Marina. Dhani tidak ada di rumah dikarenakan ada pekerjaan di luar kota.
"Ma, Aghata pamit, ya?"
"Iya, hati-hati di jalan. Inget gak boleh pulang terlalu malam. Jan delapan kamu harus sudah ada di rumah. Oh, iya Alvaronya mana?" tanya Marina sambil celingukan mencari keberadaan Alvaro.
"Kalo jalan sama Alvaro langsung dibolehin, eh, kalo sama yang lain walaupun cewek harus ada alasan yang jelas." batin Aghata.
"Alvaro lagi on the way."
Marina hanya ber oh ria. Saat Aghata hendak pergi ke teras rumah, Marina menahan Aghata dan menyuruh Aghata untuk menunggu Alvaro di dalam rumah saja. Mungkin Marina tidak sepenuhnya percaya, bahwa Aghata akan pergi dengan Alvaro. Marina hanya takut jika anaknya berbohong seperti sebelumnya.
Dengan pasrah Aghata menuruti perintah Marina, lalu memilih duduk di samping Marina.
Suasana menjadi hening hingga sosok yang Aghata tunggu sudah datang.
Alvaro mengucap salam sambil menyunggingkan sebuah senyuman yang begitu manis dan tulus, lalu menghampiri Aghata dan Marina.
"Tante apa kabar?"
"Halah basi-basi."
"Baik, kamu apa kabar? Udah lama gak ketemu. Mama kamu gimana kabarnya? Bilangin sama Mama 'kapan mampir kesini lagi?"
Aghata yang mendengar perkataan Marina sepanjang itu membuatnya merasa kagum terhadap sosok Alvaro. Tidak seperti biasanya Marina bersikap seperti itu pada teman prianya yang statusnya sekarang menjadi orang yang akan dijodohkan denganya.
Aghata hanya berharap, semoga ia tidak berjodoh dengan Alvaro, saat ini hatinya masih mengharapkan seseorang yang sangat ia rindukan. Rayhan.
"Alvaro sama Mama baik kok tante. Iya, nanti Alvaro bilangin ke Mama. Oh, iya Tan, Mama tadi titip salam."
Marina mengangguk sambil tersenyum begitu tulus kepada Alvaro. Sebuah senyuman yang sangat langka yang pernah Aghata lihat dari sosok Marina.
"Yaudah mah, Aghata pamit dulu."
Aghata dan Alvaro berpamitan lalu mencium punggung tangan Marina, kemudian masuk ke dalam mobil Alvaro.
Alvaro yang baru duduk langsung menatap Aghata. Alvaro mencondongkan badannya sehingga jarak diantara mereka begitu tipis. Aghata hanya terdiam dengan apa yang dilakukan Alvaro, lalu Aghata memejamkan matanya, namun Aghata tidak merasakan apa-apa bahkan napas Alvaro pun sudah tidak terasa lagi.
"Ngapain merem-merem? Gue tadi cuma masangin seatbelt lo." ucapnya sambil tersenyum geli.
Aghata membuka matanya dan ternyata benar, Alvaro hanya memasangkan seatbelt-nya saja. Aghata membuang pandangan ke luar. Sungguh dia merasa sangat malu. Apa yang dipikirkan Aghata sungguh memalukan.
Alvaro yang melihat Aghata hanya menggelengkan kepala.
Mobil yang dikendarai Alvaro sudah keluar dari halaman rumah Aghata. Di dalam mobil suasana mendadak hening dan itu menambah kecanggungan diantara mereka berdua.
"Kita mau kemana?" tanya Aghata memecah keheningan.
"Bioskop."
"Film apa?" hatinya mulai tidak tenang karena takut Alvaro akan mengajaknya nonton film horor.
"Horor." jawabnya singkat dengan tatapan lurus ke depan.
Seketika wajah Aghata pucat. Dia bingung, jika menolak alasan apa yang harus Aghata berikan selain takut. Aghata cuma males aja dikatain penakut sama Alvaro, tapi kalo dia diam, siap-siap aja jantungnya copot, terus gak bisa tidur gara-gara kebanyang terus muka hantunya.
Tidak terasa mereka sudah sampai di tempat yang mereka tuju. Alvaro keluar dari mobil, sementara Aghata masih terdiam di dalam merenungkan nasibnya. Alvaro membuka pintu mobil dan meraih tangan Aghata yang mengeluarkan keringat dingin.
Alvaro menatap Aghata dengan tatapan yang sulit diartikan ketika tangannya digenggam oleh Alvaro."Tangan lo kenapa dingin gini? Basah lagi, terus muka lo pucat. Lo sakit?" Alvaro menempelkan tangannya pada jidat Aghata.
Aghata menggeleng pelan dengan wajah yang masih gugup.
Alvaro tersenyum. "Lo takut?"
"Enggak kok enggak! Yaudahlah ayo cepetan nanti film-nya keburu di putar."
Alvaro meraih tangan Aghata yang tadi sempat terlepas dari genggamannya. Mereka berjalan masuk beriringan.
Jantung Aghata berpacu lebih cepat, pipinya merah merona, dan hatinya berbunga-bunga.
Perasaan apa ini? Perasaan asing yang pernah ada saat bersama Rayhan. Perasaan yang mampu membuat Aghata bahagia, tapi bisa juga membuat Aghata terluka.
💗
Mereka memilih untuk duduk di kursi paling belakang. Itu permintaan Aghata karena Aghata pikir di kursi paling belakang lebih jauh dan dekat jika Aghata ingin keluar.
Film dimulai, tangan Aghata semakin dingin. Aghata menggigit bibir bawahnya. Aghata mencoba menghilangkan rasa takutnya dan menonton seperti biasa. Tidak ketakutan.
"Anggap aja ini drama Korea." batin Aghata.
Saat hantu muncul mata Aghata otomatis terpejam sambil tangan mencengkram erat bajunya.
Alvaro yang melihat itu langsung memeluk tubuh Aghata. Sedikit demi sedikit Aghata membuka matanya.
"Lo takut? Kalo takut kita keluar sekarang." Alvaro mengusap lembut rambut Aghata yang masih dalam pelukannya.
"Enggak. Filmnya belum selesai, kan sayang."
"Iya filmnya belum selesai sayang."
Aghata melepaskan diri dari pelukan Alvaro. Satu kata yang mampu membuat pipinya merona. Satu kata yang mampu membuat Aghata terbawa perasaan. Ah, selemah itukah? Tidak! Aghata tidak pernah merasa seperti itu jika orang lain yang memanggilnya sayang.
Sayang? Ah itu panggilan tergila yang pernah Aghata dengar dari mulut Alvaro.
Alvaro menggenggam erat tangan Aghata, lalu membawanya pergi ke luar dari bioskop.
💗💗💗
KAMU SEDANG MEMBACA
My Life
Teen FictionTentang seseorang yang dirindukan, namun takdir tak mungkin mempertemukan. Tapi siapa yang tahu jika takdir dapat berubah dan merubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Tentang dia yang pernah menghilang, lalu kembali membawa kebahagiaan d...