Chapter 8 - Ashamed

57.8K 5.4K 599
                                    

Hai semuanya! Welcome to Perfect Accident : Chapter 8 - Ashamed! Hope you guys enjoy!

Jangan lupa pencet VOTE di bawah sana ya!

Jangan lupa pencet VOTE di bawah sana ya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Chapter 8

[ Ashamed ]

***

NEW YORK CITY 02.16 ; HESTON SKYSCRAPPER 22ND FLOOR

"Jadi katakanlah tanpa basa-basi," kata Carl sembari menyadari di kursi besarnya, menatap Arlett dengan tatapan merendahkan. Separuh, terhibur. "Kau datang kemari hanya untuk mengemis uang kepadaku? Kepada laki-laki yang sudah kau sumpahi kalau kau benci ini?" tanyanya meremehkan.

Sesaat Arlett meneleponnya dan mengatakan permohonan tolong kepada Carl dengan suara serak, Carl langsung menghunjamkan pertanyaan-pertanyaan kepadanya, dengan begitu khawatir.

Lidah Arlett benar-benar kelu saat itu, hingga dia bahkan tidak bisa mengutarakan kepada Carl apa yang sedang dialaminya. Karena itu, Carl langsung menanyakan lokasi Arlett, hendak menjemputnya. Namun saat Arlett mengatakan kalau dia sedang berada di rumah sakit, Carl tanpa bertanya apa pun lagi langsung mengirimkan Pak Jeremy untuk menjemput Arlett kembali, secepat mungkin.

Carl khawatir. Hanya dua kata 'rumah sakit', berhasil mengkhawatirkannya tak main-main.

Dan sekarang, bahkan jam 2 pagi sekalipun, Carl meluangkan waktunya untuk berbicara dengan Arlett yang datang kepadanya dengan wajah kusut, terlihat habis menangis, habis meluapkan frustrasinya, dan habis terkena masalah besar.

Awalnya, Carl masih tampak khawatir. Namun sesaat dia tahu kalau Arlett datang untuk meminjam uang kepadanya, wajah khawatirnya sirna begitu saja. Seakan sedari awal, dia tidak pernah memikirkan keadaan Arlett.

Dia kini menatap Arlett meremehkan, merendahkan, seakan dia tengah melihat seorang pengemis datang masuk ke dalam ruang kerjanya, untuk meminta sepeser uang. Dia menatap Arlett sebagaimana Arlett belum pernah ditatap sebelumnya. Benar-benar merendahkan.

Dan hanya dengan melihat tatapan itu, Arlett merasakan matanya terasa perih, bersamaan dengan air matanya yang mengancam keluar dari pelupuk matanya. Menunjukkan seberapa malunya Arlett sedang dibuat kini, oleh Carl Heston.

Dia ingin menangis, dia tidak tahan menahan rasa malu itu, tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Dia tidak mungkin meledak lagi seperti sebelumnya di depan Carl, pada saat seperti ini, di mana dia seharusnya sedang memohon keras kepada laki-laki itu. Tidak mungkin Arlett melawan, saat laki-laki ini kini menjadi satu-satunya harapan besar baginya.

Lagi pula, Arlett seharusnya ingat kalau dia sudah berjanji kepada dirinya sendiri kalau dia akan menahan malu sebesar apa pun, kesulitan sebesar apa pun, hanya demi keselamatan ibunya. Dia telah berjanji, dan dia tidak bisa mengingkarinya begitu saja.

Perfect AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang