🐥 S A T U 🐥

518K 34K 6.3K
                                    

"Thur, bangun!" Kinzy mengusap rambut Arthur sambil menguap lalu menutupnya dengan tangan kiri.

"Eungh," Arthur mengerjapkan matanya sembari menggerakkan tangannya untuk meraih tangan Kinzy yang masih bertengger di kepalanya. Lalu Arthur membawa tangan itu ke bibirnya, ia mengecupnya lembut.

Kinzy lebih dulu mendaratkan kakinya ke atas ubin yang dingin lalu melangkah menuju box bayi yang letaknya tak jauh dari ranjang mereka. Senyuman simpul terpatri di wajah Kinzy ketika melihat jagoannya yang sudah berusia 5 bulan tampak telungkup dengan mainan yang digenggam oleh kedua tangan mungilnya.

Arthur pun ikut turun dari ranjang lalu berjalan menuju pintu penghubung kamarnya dengan kamar si Kembar. Tangannya baru saja hendak bergerak untuk meraih gagang pintu,

CKLEK!

DUK!

"Ssshhh!" Arthur spontan memegang jidatnya yang baru saja bertubrukan cukup keras dengan pintu.

Semua terjadi begitu cepat. Pintu tiba-tiba terbuka dan didorong dengan kuat dari sisi yang lain. Insiden itu ternyata tidak hanya menimbulkan efek perih pada dahi Arthur, tapi juga pening.

Kinzy yang berdiri tak jauh dari Arthur lantas mendekati Arthur lalu mengusap bahu pria itu, dibalas dengan pelukan Arthur yang tiba-tiba pada Kinzy. Arthur menyelundupkan wajahnya ke leher Kinzy. Tatapan Kinzy beralih pada sosok Ayana yang berdiri dengan wajah khawatir di hadapan Arthur.

"Kak, ayo minta maaf sama Papa." Suruh Kinzy.

"Papa, Aya minta maaf." Cicit Ayana pelan dengan wajah yang masih khawatir.

Arthur melepas pelukannya pada Kinzy dan berbalik menghadap Ayana. "Iya, gak apa-apa. Lain kali pelan-pelan, ya." Ucap Arthur berusaha menahan sumpah serapah yang berada di dalam benaknya agar tidak keluar melalui bibirnya.

"Tapi dahi Papa masih mekhah. Pasti sakit."

"Ya, masa hijau? Ingusan dong."

Kinzy menggeleng-gelengkan kepalanya ketika mendengar jawaban absurd dari suaminya itu. Kinzy pun kembali pada Ansell. Sedangkan Arthur melanjutkan langkahnya menuju kamar si Kembar yang sempat tertunda setelah mengusap kepala Ayana lebih dulu.

Ayana mengikuti Arthur yang masuk ke kamarnya. "Papa makhah, ya, sama Aya? Kok kepala Aya cuma diusap? Ciumnya mana?"

"Hari ini libur dulu." Jawab Arthur singkat sambil mendekati ranjang Keana. "Kea," Arthur mengusap-usap rambut Keana agar gadis kecil itu segera bangun. Tetapi Keana hanya menggeliat dan tak membuka matanya.

Arthur pun menduduki sisi ranjang Keana lalu menarik tangan gadis kecil itu pelan dan membawa Keana ke gendongannya. Barulah Keana mau membuka matanya. Lalu Arthur melakukan rutinitasnya di pagi hari pada si anak-anaknya, mengusap kepala Keana lalu mengecup dahinya.

"Kea kok gak libukh?" Tanya Ayana merasa tak adil.

"'Kan yang nakal Kak Aya." Jawab Arthur.

"Tapi Aya gak sengaja."

"'Kan pelan-pelan bisa, Kak."

"Tadi Aya pelan kok dokhongnya." Suara Ayana mulai bergetar.

Dikit lagi batin Arthur sambil terkekeh melihat mata Ayana yang mulai berlinang.

"Kalau tadi Kak Aya pelan-pelan, pasti pintunya gak bakal kejedot sama dahi Papa."

"Aya 'kan gak sengaja. Aya minta maaf," Ayana menangis sambil mendekati Arthur. Ayana menaiki Arthur lalu mengusap dahi Arthur yang masih memerah. "Jangan sakit... Hiks... Hiks..."

"Aya ribut!" Racau Keana yang memejamkan matanya di gendongan Arthur.

"Papa ayo ke khumah sakit! Hiks..." Ayana tampak menghiraukan racauan adik kembarnya.

"Ngapain ke rumah sakit?"

"Biakh Pak Doktekh gantiin jidat Papa. Biakh Aya aja yang sakit. Hiks hiks."

Oh lihatlah ketulusan hati dari makhluk yang belum berdosa ini. Disaat ayahnya sedang mati-matian untuk membuatnya menangis, ia datang dengan tulus menawarkan diri untuk menggantikan rasa sakit itu.

Arthur lantas tersentuh mendengar penuturan putri sulungnya yang tersendat-sendat. Sambil tersenyum, Arthur pun membawa gadis kecil yang masih terisak itu ke dalam pelukannya.

Keana yang masih terpejam di tangan kirinya, sedangkan Ayana yang masih terisak di tangan kanannya.

Arthur mengecup pelipis Ayana. "Kak Aya jangan nangis lagi, ya. Ini dahi Papa udah sembuh setelah cium Kak Aya. Makasih ya, Kak."

Arthur yang sedang sibuk menggoyang-goyangkan gendongan sebelah kanannya, tiba-tiba Papa Muda itu merasa mulas pada perutnya.

Buru-buru Arthur membangunkan Keana yang masih di tangan kirinya.

"Kea, bangun, Nak!" Tapi Keana hanya sekedar menggeliat, tidak membuka matanya.

Tak tahan, Arthur segera bangkit dari ranjang Keana dengan si Kembar yang berada di kedua tangannya. Arthur lantas menjumpai Kinzy yang masih berada di kamar mereka sedang menyusui Ansell.

"Kalian sama Mama dulu, ya!" Arthur menurunkan si Kembar ke atas ranjang masih dengan sedikit terburu-buru. Lalu ia melangkah dengan tergesa menuju kamar mandi.

Baru saja Arthur hendak membuka celananya, pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka. Menampilkan wajah Ayana yang masih terlihat sembab. Gadis kecil itu pun masuk ke dalam kamar mandi lalu menutup pintu dengan wajah polosnya.

"Kak Aya ngapain masuk?" Tanya Arthur sambil memegangi perutnya.

"Nemenin Papa." Jawab Ayana masih dengan wajah polosnya.

"Papa berani kok sendirian disini. Gak apa-apa. Kak Aya keluar aja, ya?"

"Tapi Papa masih sakit."

"Papa udah sehat kok!" Arthur menggerak-gerakkan bagian tubuhnya ke segala arah sambil menahan napas agar sesuatu yang di bawah sana tidak keluar.

"Nggak, Papa masih sakit. Tuh muka Papa aja udah mekhah!"

Ini merah nahan berak anak ku sayang Arthur membatin geram sambil menghela napasnya. "Kalau Kak Aya keluar Papa beliin es krim deh nanti."

"Nggak, Aya gak butuh es khim kalau Papa masih sakit." Ucap Ayana tegas.

Sok iye bocah, "keluar bentar aja kenapa sih, Nak? Papa berani kok sendirian disini!" Wajah Arthur semakin memerah kala perutnya semakin mulas.

"Nggak mau!"

"MAMAAA!" Arthur memanggil Kinzy dengan sedikit kesal.

Hingga tak berapa lama pintu kamar mandi kembali terbuka.

"Kak Aya, dicariin Ansell itu. Ayo!" Seolah Kinzy sedang menghipnotis Ayana. Si sulung Moracco langsung menurut mengikuti langkah Kinzy yang menarik tangannya lembut.

Tak seperti Arthur yang sudah hampir kecipirit demi membujuk Ayana agar keluar.

Sekarang Arthur dapat bernapas lega. Setelah tekanan raga dan batin beberapa detik yang lalu, akhirnya ia dapat menyelesaikan urusannya dengan alam.

***

Salam,

Kecoamerahmuda.

Jajar Genjang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang