🐥 D U A P U L U H 🐥

135K 15.6K 4.3K
                                    

"HAVANA"

***

Satu minggu sudah berlalu, sejak percakapan tentang pantai dan Kuba dengan ibu mertua Arthur. Sekarang Kinzy dan Arthur sudah berada di kamar salah satu hotel terkenal di Havana setelah menempuh perjalanan yang sangat amat jauh. Penerbangannya sampe sehari lebih bor, ini pantat rasanya kayak udah mau tukar tempat aja sama usus besar.

"Zy, dasi kemaren jadi dibawa gak sih?" Dengan kemeja yang belum dimasukkan ke dalam celana begitu juga dengan kancingnya yang belum dikaitkan sempurna, Arthur saat ini malah sibuk membongkar koper mereka.

"Jadi, Thur. Kemarin 'kan kamu sampe gambek kalo dasi yang itu gak dibawa."

"Tapi disini gak ada, Zy." Arthur duduk di lantai dengan lunglai.

Pukul dua belas siang ini Arthur akan mengikuti rapat pertemuan dengan beberapa para investor. Sementara sekarang sudah pukul sebelas lewat empat pulu. Dua puluh menit lagi rapat dimulai. 

Ini semua karena karena mereka ketiduran. Sesampainya di hotel tadi pagi mereka berencana istirahat tidur sebentar, tahunya kelewatan. Untung saja rapat hari ini di laksanakan di hotel yang sama dengan hotel inap mereka.

"Pake dasi yang lain dulu aja, Thur."

"Nggak, aku maunya dasi yang itu." Arthur tetap kukuh pada dasi abu-abunya. Entah apa maksud ayah beranak tiga itu ngotot untuk mencari dasi abu-abunya diwaktu yang mepet seperti saat ini.

"Lihat yang bener dulu, Thur." Kalau saja kepala Kinzy tidak berkunang-kunang, mungkin lelaki itu sudah siap sedari lima menit yang lalu.

"Udah, Zy, gak nemu. Kamu tadi pas nyampe emang gak ada ngeluarin barang?"

Kinzy pun mengela napasnya. Ia bangkit perlahan dari ranjang. Ah, baru satu langkah Kinzy bergerak, "Thur, dari sini aku lihat loh dasinya." Kinzy menatap Arthur tajam.

"Hah?"Arthur cengo dan mengikuti arah pandangan Kinzy.

Kinzy kembali berjalan lebih dekat pada Arthur. Ia menarik dasi yang berada di atas hoodie merah Arthur yang lelaki itu sudah keluarkan sebelumnya. "INI APA? TALI TAMBANG?!"

"Loh, kok malah disitu?" Arthur mengambil alih dasi abu-abu dari tangan Kinzy dengan raut yang tak ada rasa bersalahnya sedikitpun.

Matamu yang gak disitu dari tadi, nyari barang bukannya dicari duluan pake mata. Mulut terus yang kerja. Batin Kinzy kesal. Ia terlalu lelah untuk memaki Arthur saat ini.

***

"Zy, ayo nari." Arthur menyikut lengan Kinzy pelan tetapi matanya tetap fokus pada huru hara yang ada di depan.

"Nggak ah, malu tahu! Gak ada yang kenal."

"Nah justru karena gak ada yang kenal makanya kita bisa nari gak pake malu." Kilah Arthur.

"Dih, yaudah, kamu sendiri aja sana yang nari."

"Masa aku solo?"

"Ajak mbak-mbak yang nganggur," Kinzy menunjuk salah satu penari wanita dengan dagunya.

"Boleh, Zy?"

"Menurut ngana?"

"Nggak boleh,"

"Pinter, ayo jalan!" Kinzy mengaitkan tangannya pada lengan Arthur dan membawa lelaki itu pergi dari kumpulan street dance.

Setelah menghadiri rapat sekitar dua jam setengah, Arthur pun akhirnya kembali ke kamar. Dan sesuai agenda, setelah Arthur menyelesaikan rapatnya dihari pertama, mereka akan pergi keluar berjalan-jalan sebentar.

Jajar Genjang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang