1

1.1K 33 0
                                    

Ada satu hal yang di percaya dalam sebuah pertemuan. Bukan kebetulan, tapi takdir.

* * *

Pagi ini kedua perempuan itu berpakaian sangat rapi. Rencananya akan ada temu janji dengan kepala sekolah dari SMA favorit di Jakarta untuk mengurus kepindahan sekolah. Sarapan di meja makan mereka abaikan begitu saja. Entah, apa yang dikejar. Toh, waktu masih menunjukan pukul enam pagi.
"Kita gak sarapan dulu, kak?"
"Jakarta macet kalau siang. Nanti kita cari makan diluar."

Keduanya menyalami tangan orang tua.
"Diana berangkat sekarang ya."
"Aisyah juga."
Kerutan di pipi terlihat jelas ketika perempuan berjilbab lebar yang duduk di sebrang meja makan tersenyum lembut "Iya, nak. Hati-hati di jalan."
"Semoga lancar ya." ucap laki-laki di sebelahnya.
"Aamiin. Do'ain Aisyah ya, Bi."

Perempuan yang kerap di sapa Diana itu menarik lengan Aisyah dengan buru-buru. Mereka bergegas menuju tempat tujuan sebelum situasi Ibu Kota kena macet.
Setelah dua puluh lima menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di sekolah tepat waktu. Sesuai perkiraan.
Gerbang sekolah yang megah di buka lebar ketika Diana menekan klakson mobilnya pada satpam.

"Selamat pagi, Pak."

"Pagi, mbak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya satpam dengan ramah.
"Saya ada keperluan dengan kepala sekolah, apa beliau sudah datang?"
Satpam mengangguk "Sudah, mbak."
"Baiklah kalau begitu. Terimakasih banyak, Pak."
"Sama-sama, mbak."

Setelah memarkirkan mobil, keduanya segera turun dari mobil dan langsung menemui Pak Herlambang. Sepanjang koridor tak sedikit yang memperhatikan keduanya sambil berbisik-bisik halus. Diana dan Aisyah kurang paham dengan apa yang mereka gunjingkan. Tetapi, tatapan mereka membuat keduanya merasa risih.
"Orang-orang pada kenapa sih? kayak aneh banget liat kita ada disini." ujar Aisyah pada kakaknya.

"Topik pembahasan yang tidak menarik untuk di bahas." Jawab Diana datar.
"Emang gak perlu di bahas. Aisyah cuma heran aja."

Langkah Diana terhenti "Kakak juga heran kenapa dari tadi kita belum menemukan ruangan kepala sekolahnya."
"Kenapa gak nyoba nanya ke orang-orang yang ada di sekitar sini?"
"Iya juga, tumben kamu pinter!"
"Dari dulu!"

Diana menghampiri seseorang "Permisi mas, ruang kepala sekolah dimana, ya?"
Bukannya menjawab, laki-laki itu malah mengerutkan alis seakan mengingat-ingat sesuatu. "Diana?" wajahnya nampak menebak-nebak.
"Mas kenal saya?"
"Iya, kamu Diana kan?"
Diana mengangguk "Iya. Maaf, kalau boleh tau mas ini siapa? kok bisa kenal sama saya?"

Laki-laki itu mengulurkan tangannya "Saya, Wildan. Mantan ketua osis SMA Bakti Mulya." ucapnya sambil tersenyum.
Diana melamun sejenak, lalu menepuk jidat "Astaga, kak Wildan? iya, saya ingat. Apa kabar, kak?"
"Alhamdulillah baik."
"Gak nyangka kita bakal ketemu disini."
Wildan terkekeh "Kebetulan saya ngajar disini. Mata pelajaran matematika."

"Oh ya?"
"Iya."

Melihat keakraban mereka berdua, Aisyah merasa jengkel karena terabaikan begitu saja "Ekhem!" Aisyah memberi kode.

"Astagfirullah, saya hampir lupa. Kenalkan ini Aisyah adik saya."
Dengan bete dan terpaksa Aisyah tersenyum sambil mengulurkan tangan kanannya "Aisyah Qilah Rahman."
"Wildan Ibnu Hanafi."
Aisyah mengangguk "Btw, ruang kepala sekolahnya dimana ya, Pak?" tanya Aisyah to the poin.
Diana menyikut pinggang Aisyah "Kalau nanya yang sopan dong!" bisiknya.
Wildan tertawa "Gak papa, Na. Mungkin adik kamu sudah bosan dari tadi dengerin obrolan kita"
Aisyah mengacungkan satu jempolnya "Nah, bagus kalau bapak tau!"
"Aisyah!" tegur Diana lagi.
Wildan hanya bisa terkekeh melihat hal itu "Ruang kepala sekolahnya sudah dekat. Kalian tinggal lurus lalu belok kanan."

Samawa Bersamamu (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang