TIGA PULUH
Samawa Bersamamu
"Yang hilang akan tetap hilang, kita tidak punya kemampuan untuk memutar balikan waktu. Jadi, apa yang ada saat ini hargailah dan jangan sia-siakan lagi"
****
Semarang, 23 Oktober 2018...
Ketika terbagun, yang pertama kali saya cari adalah Aisyah. Gadis kecil yang sudah dua tahun ini mendampingi hidup saya dengan sikap ke kanak-kanakannya yang masih kental. Namun, semua itu tidak menyurutkan hati saya untuk tetap bertahan dan membangun rumah tangga bersamanya. Jelas, rasa ketidakpercayaan saya akan hal itu masih sangat besar sampai detik ini.
Ngomong-ngomong kemana dia sepagi ini sudah menghilang dari kamar?
Samar-samar saya mencium aroma khas dari dapur. Aisyah pasti sedang memasak sesuatu. Saya menyempatkan untuk membuka gorden kamar terlebih dahulu lalu membersihkan diri di kamar mandi. Aisyah akan menceramahi saya bila mendapati saya masih bau mulut dan kumel.
"Maaas!"
Suara teriakannya terdengar nyaring di telinga, nampaknya Aisyah sedang mencari keberadaan saya. Knop pintu kamar mandi saya buka sedikit, lalu menongolkan kepala padanya "Iya, ada apa cantik?" Tanya saya sedikit menggodanya.
"Kirain Aisyah Mas Wildan di gondol wewegombel" katanya sambil meletakkan sarapan di meja kerja saya.
Saya tertawa mendengar ucapannya barusan"Mana mungkin wewegombelnya gondol saya, dia kan takut sama kamu"
"Ih Mas Wildan! Emang Aisyah seserem itu apa?!" Ucapnya merajuk.
"Iya saya becanda, jangan ngambek ah" saya berusaha mengembalikkan moodnya.
"Yaudah, mandinya yang cepet. Nanti sarapannya keburu dingin"
Saya hanya bisa mengacungkan jempol padanya, lalu melanjutkan mandi saya yang tertunda karena panggilannya tadi. Ketika selesai mandi, saya melihat baju ganti sudah disiapkan olehnya, rapi sekali "Sini Mas, Aisyah yang keringin rambutnya" ujarnya menarik tubuh saya untuk duduk agar dia bisa leluasa mengeringkan rambut.
Sudah seperti anak kecil yang sedang di omeli ibunya, saya hanya bisa duduk dan menurut meski kepala saya ia buat mutar-mutar dan sedikit puyeng setelahnya "Pake shampo yang mana? Kok wanginya lain lagi Mas?" Katanya sambil mencium aroma rambut saya.
"Shampo yang kemarin kamu beli"
Aisyah hanya membulatkan bibirnya, lalu menyimpan kembali handuk kecil yang ia gunakan untuk mengeringkan rambut saya "Nanti Aisyah beliin yang kayak bulan kemarin aja deh. Shampo yang ini wanginya kurang laki" katanya.
Semua keperluan saya memang dia yang mengatur. Shampo dan minyak wangi pun ia yang memilihkan, bukan karena saya tidak bisa memilih jenis minyak wangi dan shampo yang bagus, tapi Karena Aisyah tidak pernah suka dengan wangi shampo atau minyak wangi yang saya beli sendiri.
"Biar Mas saja yang beli, kamu di rumah saja istirahat"
"Aisyah aja gak papa. Sekalian mau belanja bulanan, isi kulkas udah hampir abis soalnya"
"Yaudah, terserah kamu saja. Yang penting kamu senang. Ohya, kamu tidak kuliah hari ini?" Tanya saya yang sedikit heran dengan gaya pakaiannya yang santai.
"Hari ini gak ada makul, Mas" jawabnya enteng sambil merapihkan kamar tidur kami yang sedikit berantakan karena permainan semalam.
Eit, jangan kemana-mana dulu. Permainan yang saya maksud adalah permainan ular tangga, dimana yang kalah akan di taburi bedak di seluruh wajahnya. Membuat kamar kami jadi penuh dengan bedak dan sprei kusut tak berbentuk.
Semalam saya kalah telak, wajah saya penuh dengan bedak. Aisyah memang tidak tanggung-tanggung untuk menaburkan sekepal tangan penuh bedak itu ke wajah saya.
"Dosen genit itu masih godain kamu gak?" Tanya saya padanya.
"Nggak, udah kapok dia sama bogeman Mas Wildan waktu itu" jawab Aisyah sambil tertawa.
Saya merasa lega, setidaknya cowok kurang ajar itu sudah mau mengerti arti dari memar biru di pipinya "Syukurlah, Mas jadi tidak terlalu khawatir lagi sekarang"
"Yaudah, dipake dulu bajunya" Aisyah memberikan baju ganti ke tangan saya.
"Siap ibu negara!" Ucap saya memberi hormat, sementara Aisyah hanya bisa terkekeh geli melihatnya."Nanti, kalo dosen genit itu godain kamu lagi langsung aja telpon saya, biar saya tinju lagi pipinya"
"Iya, siaaapp!"
Setelah memakai baju, saya kembali di cekal Aisyah. Gayanya sudah seperti begal yang menghadang speda motor saja. Bukan untuk apa-apa, tapi hanya sekedar menyisir rambut saya yang "katanya" masih kurang rapi menurutnya.
Sekarang, Aisyah sudah bermetamorfosis menjadi perempuan yang bersih, rapi dan perfectionis. Semua harus tertata dengan rapi dan wangi. Apalagi semenjak pisah rumah dengan Abi, Aisyah semakin pandai mengurus rumah.
"Nah, kan makin ganteng kalo gini" ujarnya merasa bangga dengan hasil sisirannya.
Saya menarik tubuhnya untuk lebih dekat, menghirup wangi shampo di balik hijab lebarnya "Makasih ya untuk segala perhatianmu" ucap saya di telinganya.
"Mas gak perlu bilang gitu, semua ini kan memang sudah menjadi kewajiban Aisyah sebagai isteri" jawabnya.
"Yaudah, yuk sarapan!"
Setelah menyelesaikan semuanya saya pamit kerja padanya "Mas berangkat dulu ya. Jaga dirimu baik-baik"
"Disana jangan genit ya, inget ada isteri yang lebih cantik di rumah nungguin" pesannya begitu overprotektif.
"Matanya juga jangan jelalatan dan inget satu lagi, gak boleh sentuhan sama yang bukan mahram!" Katanya.
Saya hanya bisa tersenyum mendengarnya "Iya, cantik. Mas akan selalu ingat pesan dan wejangan-wejanganmu itu" sambil mencubit hidung dan pipinya yang makin kemari kian menggemaskan.
Aisyah meraih lengan saya dan menciumnya, saya juga tidak melupakan mencium keningnya sebentar lalu keluar dan menjalankan mobil.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam" jawabnya sambil melambaikan tangannya.Di perjalanan, saya terus memuji asma Allah. Betapa indahnya skenario yang Dia ciptakan untuk saya dan Aisyah. Setiap kali ingat momen-momen awkward yang pernah terjadi antara saya dan Aisyah saat awal menikah dulu membuat saya jadi tersenyum-senyum sendiri. Anak SMA yang dulu sangat takut saya peluk kini sudah main peluk-peluk sendiri. Yang takut tidur dengan saya kini justru tak bisa tidur jika tidak ada saya di sampingnya.
Semua berlalu begitu cepat. Sekarang Aisyah punya tugas berlipat, yaitu tugas kuliah dan tugas rumah. Saya harus lebih sering memperingatkannya agar tidak terlalu cape. Karena saya khawatir dengan kondisi kesehatannya.
Baru-baru ini, kurang lebih seminggu yang lalu, kesehatan Aisyah drop dan terpaksa harus di rawat di rumah sakit beberapa hari karena kecapean.
Semakin kesini anak itu makin susah di kasih tau, ngeyel sekali.
Hal itu jadi mengingatkan saya pada almarhumah Diana. Mungkin, dia adalah sosok kakak yang paling sabar, paling pengertian terhadap adikknya. Dan Aisyah, adalah adik yang paling beruntung memilikinya.Namun, Allah menakdirkan Aisyah menjadi anak tunggal di keluarganya sejak satu tahun yang lalu. Membuat anak itu menjadi sedikit pendiam awalnya. Lalu mulai berubah jadi dewasa seiring dengan berjalannya waktu.
Dia menjadi perempuan tegar dengan sendirinya. Belajar ikhlas dari kehilangan.
Kita tidak boleh berandai andai, semua yang terjadi baik pahit maupun manis itu sudah jadi kehendak Yang Maha Kuasa. Yang hilang akan tetap hilang, kita tidak dapat memutar balikkan waktu. Menghargai dan mensyukuri apa yang kita miliki saat ini adalah hal paling tepat untuk di lakukan.
Dan saya sangat berayukur memiliki Aisyah. Tidak ada doa istimewa selain ingin tetap Samawa bersamanya.
Detik ini, ingin sekali saya bisikkan sesuatu di telinganya.
Bahwa saya, mencintainya.
SELESAI
KAMU SEDANG MEMBACA
Samawa Bersamamu (Completed)
EspiritualTentang bagaimana mengikhlaskan segala hal yang tidak ditakdirkan-Nya