2

138K 6.5K 438
                                    

Itreula tersenyum hambar sembari merapikan bekas pecahan piring itu. David sudah pergi usai membanting piring itu. Ia tidak tahu ke mana pria itu pergi, tapi ia yakin pria itu akan kembali tengah malam. Jika tahu makanan itu akan berakhir di lantai, lebih baik ia yang memakannya.

Suara ketokan pada pintu depan membuat ia berlari keluar rumah. Tangisnya pecah begitu saja setelah melihat siapa yang datang. Ia langsung menghambur ke dalam pelukan pria berkemeja biru itu.

"Hei, kenapa kamu nangis?" ucap Aldri sembari mengusap puncak kepala Itreula.

Itreula hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.

Aldri menyudahi pelukan mereka sebelum berucap, "Gimana kabar kamu? Baik-baik aja? Om kangen sekali sama kamu."

"Baik, Om. Itre kangen," lirih Itreula.

Hanya dengan Aldri dan Lerdo, ia tidak merasa ketakutan. Ia selalu merasa aman jika berada di dekat mereka.

"Om juga kangen kamu, makanya om ke sini. Papa kamu di mana?" tanya Aldri.

"Papa baru aja pergi," jawab Itreula yang dibalas anggukan kepala Aldri.

Aldri mengernyitkan kening melihat siku keponakannya itu membiru. Dia menarik tangan Itreula agar bisa melihat tangan keponakannya lebih jelas. Matanya membesar melihat banyak memar yang terdapat di tangan Itreula.

"Ini kenapa memar semua? Kamu jatuh di mana?"

Itreula gelagapan. Aldri tidak boleh tahu bahwa memar itu ulah David yang selalu memukulinya. "It-itu ... Itre ceroboh, Om. Itre sering kepeleset karena lupa kalau lantainya basah."

"Masa kepeleset sampai sebanyak ini memarnya? Kamu enggak lagi bohongin om, 'kan?" tanya Aldri menyipitkan matanya berusaha menyelidiki membuat Itreula langsung memalingkan wajah.

Aldri berdecak. Dia merangkum kedua pipi Itreula sebelum berucap, "Siapa yang bikin kamu kayak gini? Kamu punya om. Om enggak bakalan marahin kamu kalau kamu cerita yang sejujurnya."

"..."

"Itreula."

"..."

"Itreula Alcander."

Itreula mendesah frustrasi. Ia tidak bisa berbohong pada Aldri. Aldri terlalu lihai mendesak agar ia mau mengatakan yang sejujurnya. "Dipukul."

"Dipukul?" Rahang pria itu mengeras.

"Iya ...," cicit Itreula pelan.

"Siapa yang pukul?"

"..."

"Itreula," panggil Aldri lagi.

"Papa."

Aldri spontan menonjok pilar rumah David begitu mendengar jawaban keponakannya itu membuat Itreula mundur beberapa langkah. Dia tidak mengerti dengan David. David sudah sangat keterlaluan. Dulu David selalu menyakiti perasaan Cia dan sekarang pria itu malah menyakiti fisik keponakannya.

"Sejak kapan?!"

Itreula menggigit bibirnya ketakutan melihat Aldri yang emosi. Aldri mengembuskan napas dalam begitu sadar dia menakuti Itreula. Dia meraih tangan Itreula yang mungil itu sebelum berucap, "Maaf, om enggak bermaksud nakutin kamu. Sejak kapan papa kamu sering pukulin kamu?"

"Dari kecil, tapi papa enggak berani pukul Itre kalau ada Nenek Diva. Kalau sekarang, hampir setiap hari papa pukul."

Aldri menggeram dalam hati. "Ayo, tinggal sama om."

"Kalau Itre ikut om, nanti papa sendirian. Itre enggak mau papa sendirian," lirih Itreula.

Aldri menatap lekat kedua manik mata Itreula yang berair itu. Keponakannya itu sangat mewarisi sifat adik kesayangannya. Dia sangat membenci David karena pria itu berhasil membuat orang-orang yang dia sayangi terluka. Pertama Cia dan sekarang Itreula.

Itreula [Open Preorder]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang