9

84K 5K 454
                                    

Itreula spontan menoleh ketika mendengar suara decitan pintu dibuka. Senyuman lebar menghiasi wajahnya begitu mengetahui siapa yang membuka pintu ruang rawat inapnya itu.

"Enggak usah geer, saya ke sini karena disuruh Aldri menjaga kamu. Bukan atas dasar kemauan saya," ujar David baku seraya menyandarkan punggungnya pada kursi.

Dia sangat lelah karena sedari tadi pikirannya terkuras pada kotak hitam yang dia dapatkan. Dia sudah mengerahkan asistennya untuk mencari tahu siapa pengirim kotak hitam itu, tapi sampai sekarang dia belum mendapat kabar.

Senyuman Itreula tidak luntur setelah mendengar ucapan David. "Iya, Itre enggak geer, kok, Pa. Papa udah makan?"

"Hm."

"Makan apa?" tanya Itreula berharap ia bisa mengobrol lebih banyak dengan pria itu.

"Enggak usah banyak tanya, lebih baik kamu segera tidur. Saya capek."

Bibir Itreula terkatup rapat. Ucapan David yang penuh penekanan itu membuat nyalinya menciut begitu saja. Ia membalikkan badan membelakangi pria itu. David yang tahu kekecewaan gadis itu hanya diam.

David menundukkan kepala melihat layar ponselnya yang kini menyala. Sebuah nama tertera di layar ponselnya. Sudah lama sekali nama itu tidak tertera di sana. Dia mendongakkan kepala berusaha mengintip apa yang sedang dilakukan Itreula sebelum memutuskan untuk menerima panggilan tersebut.

Dia pikir bahwa Itreula sudah terlelap dalam tidurnya.

"Halo?"

"Hai, Pa. Papa apa kabar?"

"Baik, kok. Kamu sendiri gimana? Vero sama Lisya enggak ada jahatin kamu, 'kan?" tanya David tersenyum.

"Enggak, Pa. Mereka malah baik banget sama aku kayak anggap aku anak mereka sendiri."

"Tumben telepon papa, lagi kepingin sesuatu?"

Papa? tanya Itreula dalam hati ketika mendengar David menyebut dirinya sebagai papa.

"Enggak, Pa. Aku cuma kangen aja, masa kalau ada apa baru telepon? Papa enggak seru."

David terkekeh. "Bukan begitu, Seclon. Papa juga kangen sekali sama kamu. Di sana kamu jangan ngerepotin Vero, ya. Papa enggak enak sama dia."

"Tenang, Pa. Semua aman, kok. Kabar adik kecil aku gimana, Pa? Dia baik-baik aja, 'kan?"

"..."

"Pa? Aku tebak dia pasti cantik banget kayak mama."

Itreula ingin sekali membalikkan badannya lagi agar bisa menatap wajah David, tapi ia mengurungkan niatnya itu. Ia yakin jika ia membalikkan badan, maka David akan memutuskan panggilan tersebut.

Ia harus diam agar ia bisa mendengar apa yang sedang dibicarakan David dengan seseorang yang ia tidak kenal. Ia sudah mencatat baik-baik nama yang disebut oleh David sehingga nantinya ia akan bertanya kepada Aldri.

"Pa?"

David berdeham. "Iya, dia baik. Hanya saja sekarang dia sedang di rumah sakit. Dokter bilang dia kelelahan."

Kening Itreula berkerut. Di rumah sakit? Papa sama orang itu lagi ngomongin aku?

"Kenapa bisa kelelahan? Apa karena tugas sekolahnya yang numpuk? Ah, seandainya aku di sana, aku pasti bakalan bantu dia."

David tersenyum hambar sembari berucap, "Sudah dulu, ya. Nanti papa telepon lagi."

Tanpa menunggu jawaban dari Seclon, David langsung memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak. Dia khawatir bahwa keberadaan Seclon yang selama ini dia sembunyikan akan terungkap. Dia tidak mau Seclon bertemu dengan Itreula.

Itreula [Open Preorder]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang