T

75 3 0
                                    

Itreula kecil hanya bisa tersenyum melihat teman-temannya yang sibuk berpelukan dengan kedua orang tua masing-masing. Hari itu seharusnya menjadi hari paling bahagia di hidupnya, karena di hari kelulusannya ia berhasil meraih banyak penghargaan.

Namun, apa boleh buat? Mengingat ia sendirian di hari kelulusannya membuat ia sedih bukan main.

Ia sudah memberi tahu ayahnya perihal hari kelulusannya, tapi ayahnya tidak menghiraukannya. Ayahnya lebih memilih berada di satu ruangan dengan dokumen yang bejibun daripada menghadiri acaranya.

Ia meremas ujung toganya berharap rasa sesak yang terus menggerogoti dadanya itu bisa sirna.

Ia tidak mungkin meminta pada Aldri dan Lerdo untuk datang karena nanti kedua omnya pasti menanyakan keberadaan David. Dan jika ia jujur perihal ayahnya yang lebih memilih bekerja daripada ia, kedua omnya itu pasti akan berujung marah besar ke ayahnya. Dan ia tidak mungkin membiarkan hal itu terjadi.

Di tengah lamunannya, ada sebuah benda kecil melayang hingga menyentil keningnya. Ia menundukkan kepala mencari tahu benda apa itu. Kedua alisnya menyatu melihat ada burung pink yang terbuat dari origami.

Ia mengambil benda tersebut sebelum mengedarkan pandangan mencari pemilik dari burung origami tersebut, tapi hasilnya nihil. Semuanya masih sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Keren banget! Selamat, ya, Itre. Kamu memang pantes buat jadi siswi terbaik di sekolah ini. Tetap jadi Itreula yang keren!

-Stoberi-

Itreula tersenyum. Rupanya adegan benda itu menyentil keningnya memang sudah direncanakan. Meskipun tidak tahu siapa pengirimnya, ia benar-benar berterima kasih karena sosok tersebut berhasil membuat hatinya sedikit menghangat.

"Orang tua kamu enggak datang, Itre?" tanya wali kelas Itreula yang tak tahu-menahu sudah berdiri di hadapan Itreula. Itreula tersenyum.

"Papa sibuk, Bu."

Perempuan yang menjabat sebagai wali kelas Itreula pun manggut-manggut. Dia tersenyum sembari mengusap puncak kepala Itreula. "Kalau begitu, biar Ibu aja yang nemani kamu. Sekali lagi, selamat Itreula. Ibu benar-benar bangga memiliki anak murid seperti kamu."

"Bu, Itreula boleh tanya?" tanya Itreula yang langsung dibalas anggukan wali kelasnya.

"Kalau seandainya Itreula anak Ibu, apa Ibu bakalan senang punya anak kayak Itre?"

Wali kelasnya terkekeh sebelum menjawil hidung Itreula yang mancung itu. "Jelas Ibu sangat senang. Bagi Ibu, memiliki anak seramah, sepintar, dan sepengertian kamu adalah anugerah. Titip salam buat papa dan mama kamu, ya. Mereka pasti bahagia sekali punya anak seperti kamu."

Sebuah usapan pelan pada rambutnya menyadarkan Itreula dari tidurnya. Ia mengusap wajahnya sebelum berucap, "Hehe, maaf, Om."

"Hah? Kenapa?" tanya Aldri.

"Ketiduran, hehe. Om pasti sepi banget tadi di mobil diem-diem gitu."

Aldri terkekeh. "Om kira apaan. Ya udah sana masuk terus istirahat. Jangan banyak gerak kamu."

"Iya, Om."

Itreula pun turun dari mobil dan melambaikan tangannya. Ia menunggu mobil omnya menghilang di balik belokan sebelum ia melangkah ke dalam rumah. Baru saja ia melewati gerbang, langkahnya terhenti sebab melihat ada ayahnya yang berdiri di sana.

Bukan geer, tapi melihat gaya David yang bersedekap membuat ia berpikir ayahnya tengah menunggunya.

Dengan takut-takut, ia melanjutkan langkahnya.

Itreula [Open Preorder]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang