39

52.9K 3.2K 220
                                    

Seclon mendengkus sebelum memutuskan untuk mengambil benda pipih yang sejak tadi dia telantarkan. Lebih baik dia mengabari seseorang yang senantiasa menunggu kabarnya daripada berkicau tidak jelas yang berujung dikacangi. Dia melirik adiknya yang masih sibuk menatap kosongnya jendela.

Dia tidak mengerti alasan adiknya sangat sedih akan kepergian Giles karena yang dia tahu adiknya tidak akrab dengan laki-laki itu. Adiknya lebih akrab dengan Hilo. Lalu, apa yang membuat adiknya sedih seperti itu?

Setelah mengabari seseorang itu, dia meletakkan kembali ponselnya. Dia beranjak dari bangkunya lalu duduk di atas brangkar membuat adiknya spontan menggeser badannya.

"Bengong mulu, nanti kerasukan tahu rasa."

Itreula tersenyum tipis. "Kalau Itre kerasukan yang repot kan kakak, bukan Itre."

"Heh."

Itreula terkekeh sebelum berucap, "Turun, ih, Kak. Kakak berat tahu, nanti kasurnya jebol."

"Enak aja, gini-gini kakak ringan tahu. Kalau kasurnya jebol berarti yang berat itu kamu, bukan kakak."

"Enak aja, badan Itre kecil gini."

"Iyain aja, deh. Cewek mah selalu benar."

"Geseran lagi, dong," ujar Seclon.

Itreula mengernyit tidak mengerti, namun tak urung ia bergeser ke kanan. Ia lantas memukul lengan Seclon ketika Seclon malah ikut merebahkan diri di atas brangkarnya. "Bangun, ih, nanti jebol beneran, Kak."

"Enggak bakalan jebol, Itre."

Itreula memberengut sebal. Tak memedulikan protes yang dilontarkan oleh adiknya, Seclon pun menarik tubuh kecil adiknya itu ke dalam sebuah dekapan hangat. Tak lupa, dia juga mendaratkan kecupan di puncak kepala adiknya itu.

Dia memang sebal dengan Itreula karena sedari tadi dia dicueki, namun tidak bisa dia pungkiri dia begitu khawatir akan keadaan gadis itu. Dia masih bisa merasakan bagaimana takut kehilangan gadis itu ketika gadis itu memejamkan matanya erat. 

"Kakak ngapain, sih? Kenceng banget meluknya."

"Kamu mah jahat. Baru sadar bukannya cari kakak, tapi malah cari Giles, padahal dia bukan siapa-siapa kamu. Kakak khawatir banget tahu sama kamu. Kamu enggak tahu apa kakak sampai ninggalin cewek sendirian di taman cuma buat berangkat ke sini?"

"..."

Seclon menarik napas dalam. "Kenapa suka banget, sih, bikin orang khawatir? Enggak cukup sekali apa bikin kakak khawatir pas kamu pingsan waktu itu di rumah Om Lerdo?"

"Maaf."

Suara decitan pintu membuat Seclon menyudahi pelukan mereka.

"ASTAGA SECLON! KAMU NGAPAIN DI ATAS SANA? TURUN, GAK?!" pekik Aldri nyaring.

Vero menggelengkan kepala melihat Seclon yang buru-buru turun dari brangkar Itreula begitu diteriaki oleh Aldri. Dia mendorong kursi roda yang diduduki Aldri mendekati brangkar.

"Om Aldri?" panggil Itreula bingung.

Aldri tersenyum sebelum membelai pelan rambut keponakannya. "Hai, kamu gimana kabarnya?"

"Kenapa om pakai kursi roda? Itu kepala kok diperban?"

"Tanya aja sama Vero. Dia tuh yang suruh om duduk di kursi roda, padahal yang sakit kan kepala om."

Vero mendengkus. "Kepala lo masih sering pusing, Kak. Entar jatuh gimana? Lo berat, gue enggak bisa angkat."

"Vero," tegur Lisya membuat Vero bungkam.

Itreula [Open Preorder]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang