10

82.2K 4.8K 213
                                    

Bola mata pria itu menatap lekat seseorang yang berdiri di depannya. Kedua alisnya bertautan ketika menyadari seseorang itu tampak biasa saja, padahal dia sudah menatapnya terlalu lama. Dia berdeham sebelum berucap, "Ada urusan apa mencari Itreula? Itreula sedang sakit."

Dia tetap berusaha bersikap seramah mungkin, walau dia sangat malas berbasa-basi dengan laki-laki itu.

"Iya, Om. Saya tahu Itre lagi sakit, kok. Saya mau jengukin Itre," ucap Giles tersenyum.

David mendengkus. Sejak kapan anak gadisnya itu memiliki teman laki-laki? Sepengetahuannya, Itreula sangat anti bersosialisasi dengan laki-laki karena ulahnya.

"Itre lagi tidur, jadi sebaiknya kamu pulang saja," usir David halus.

Giles mengernyitkan kening bingung. "Lima menit yang lalu, Itre masih bisa membalas pesan saya, Om. Enggak mungkin dia tidur."

"Dia baru saja tidur, lebih baik kamu segera pulang." Tanpa memberi kesempatan kepada Giles untuk kembali mengeluarkan suara, dia langsung membanting pintu besar itu.

Dia menyibak pelan tirai jendela untuk memastikan keberadaan Giles. Helaan napas terlontar dari bibirnya ketika melihat motor Giles sudah melesat meninggalkan pekarangan rumahnya. Ternyata mengusir teman laki-laki Itreula sangat mudah.

David spontan berlari ke ruang makan begitu mendengar bunyi yang sangat nyaring. Matanya membesar melihat bingkai foto Cia yang besar kini berserakan di lantai.

"Kamu apa-apaan, sih?!" sentak David kasar sebelum menarik tubuh Itreula menjauh dari sana.

David tidak peduli dengan tangan Itreula yang berdarah akibat pecahan bingkai kaca tersebut. Yang pria itu pedulikan adalah foto mendiang istrinya. Dia mengulurkan tangan mengambil foto tersebut sebelum mendekapnya. "Nanti aku taruh foto kamu di bingkai yang baru, ya."

Itreula menahan tangisannya. Pria itu lebih peduli dengan foto Cia daripada telapak tangannya yang terluka.

"Pa—"

"Diam kamu! Jangan mentang-mentang kemarin saya menemani kamu semalaman di rumah sakit, kamu jadi bertingkah seenaknya, ya. Bagi saya, kamu itu hanya parasit. Kamu hanya menyusahkan hidup saya!"

"..."

"Kamu tidak pernah membawa keberuntungan untuk saya, yang ada hanya malapetaka. Semua harus meninggalkan saya sendirian di sini hanya karena kamu. Dasar pembawa malapetaka."

David terus melontarkan perkataan yang menohok hati Itreula. Itreula langsung berlari ke dalam kamarnya ketika hatinya sudah tidak kuat menahan makian David. Ia benar-benar tidak menduga David akan menyerang di saat ia belum sehat total.

Ia sempat berpikir hubungan ia dan David akan membaik setelah kemarin, tapi ternyata pemikirannya salah. Pria itu masih saja membencinya. Pria itu seakan tidak menerima kehadirannya di dunia ini.

Tubuh Itreula meluruh di balik pintu. "Sampai kapan, Pa? Sampai kapan papa kayak gini ke Itre? Apa papa enggak bisa sayang sama Itre kayak papa sayang sama orang di telepon itu?"

Itreula menutup mulutnya berusaha meredam tangisannya.

"Itre capek, Ma. Itre harus gimana lagi biar papa sayang sama Itre?"

Suara ketukan pada jendela kamarnya membuat ia mendongakkan kepala. Ia menghapus air matanya sebelum berjalan mendekat jendela. Ia membuka jendela tersebut untuk melihat pelaku yang mengetuk jendelanya.

Jika saja seseorang itu tidak membekap mulutnya, bisa ia pastikan ia akan menjerit kencang saking terkejutnya akan kepala yang menyembul dari semak-semak. Ia tidak bisa melihat jelas rupa seseorang itu, tapi ia yakin seseorang yang membekapnya adalah laki-laki.

Itreula [Open Preorder]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang