6

97.8K 5.3K 284
                                    

Giles mengendikkan kedua bahunya acuh tak acuh sebelum kembali meletakkan amplop tersebut ke posisi semula. Tanpa membiarkan rasa penasaran itu semakin menyelimutinya, dia melangkahkan kakinya keluar dari kelas Itreula.

"Tadi kamu izin ke saya untuk taruh tas terlebih dahulu, lalu kenapa kamu malah masuk ke kelas sepuluh?" tanya Dino dengan suara sinis membuat Giles yang baru menutup pintu kelas Itreula membalikkan badan.

Giles tersenyum seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehe, tadi pintu kelas mereka enggak rapat, Pak, jadi saya bantu tutupin."

Usai berucap, Giles langsung berlari ke lapangan menghindari ocehan Dino. Dia tidak mau harinya penuh dengan ocehan.

Dino berdecak melihat punggung Giles yang menghilang di balik pilar. Dia melirik pintu kelas yang tadinya ditutup Giles.

Kelas 10 IIS 1? gumamnya dalam hati.

Dia membuka pintu kelas tersebut untuk mencari tahu apa yang membuat Giles masuk ke dalam sana. Pandangannya jatuh pada bangku deretan ketiga. Ada sesuatu yang mencolok di atas meja tersebut. Decakan kembali terlontar dari bibirnya begitu mengetahui bahwa sesuatu yang mencolok itu adalah amplop berwarna pink.

Dia mengurungkan niatnya untuk pergi ketika melihat nama yang tertera di amplop itu. "Untuk Itreula Alcander?"

Kedua alisnya menyatu, sepertinya nama Alcander tidak asing di benaknya. Hingga akhirnya, dia sadar siapa pemilik nama Alcander itu.

***

Itreula hanya tersenyum cengengesan mendengar Anna yang sibuk menceramahinya mengenai aksi nekatnya untuk tetap masuk ke dalam sekolah padahal sudah telat setengah jam. Keningnya mengerut melihat seseorang sedang berlari mengelilingi lapangan basket.

Sepertinya ia mengenal punggung seseorang itu.

"Gila, ya, Kak Giles mau lagi keringatan gitu tetap aja ganteng."

"Keringatannya bikin dia tambah kece, woi."

"Calon suami gue itu!"

Dan ternyata ia benar. Punggung itu milik tukang perbaiki rantai sepeda.

"Tre?" panggil Niles.

"Hah?"

Niles menunjuk Giles yang sedang berlari seraya berucap, "Bukannya lo bilang dia yang nolongin lo buat masuk ke sekolah, terus dia ngapain lari? Jangan-jangan dia ketahuan terlambat lagi."

"Eh? Aku kira dia lari karena dia mau digosipin sama mereka," ucap Itreula.

Anna mencubit kedua pipi Itreula gemas sebelum berucap, "Punya temen polos bener. Mending lo nanya dia, siapa tahu dia ketahuan terus malah mau narik lo biar kena hukuman juga."

"Nanya gimana?"

"Ya, nanya kenapa dia larilah, Itreula!"

Itreula manggut-manggut sebelum berjalan mendekati Giles yang mulai memelankan langkahnya berusaha mengatur napasnya yang mulai tidak teratur. Setelah memastikan jarak mereka tidak terlalu dekat, ia berucap, "Ken-kenapa kamu lari? Biar mereka pada gos-gosipin kamu, ya?"

Giles mengusap dadanya terkejut akan kehadiran Itreula yang tiba-tiba. "Lo ngagetin gue, Dodol."

"Dodol? Kamu lapar?" tanya Itreula dengan kening berkerut membuat Giles mengembuskan napas kasar.

"Ya, gue lapar. Mau makan lo, boleh?"

Itreula spontan berjalan ke kiri memperbesar jarak di antara mereka. Hal itu berhasil mengundang gelak tawa Giles. Giles tidak menyangka ucapannya yang aneh itu membuat gadis di sebelahnya takut.

Itreula [Open Preorder]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang