[40] Cafe

84 12 42
                                    

Kita terjebak pada jawaban yang tak bisa kita temukan. Tetapi, kita punya waktu untuk menemukannya.

-Rindu-

☘☘☘

Tepat pukul tujuh malam Jingga tiba di cafe. Aku berusaha menetralkan jantungku yang sedari tadi berdegup kencang. Dengan senyuman yang mampu membuatku luluh seketika, malam ini Jingga menggunakan kaus hitam dilapisi jaket berwarna hijau army dan celana jeans hitam, Tak lupa juga tampilan rambutnya yang membuatnya semakin perfect!

"Halo, maaf lama. Jalanan macet gegara si komo tuh." Keluhnya dan duduk di depan ku.

Aku tertawa pelan menanggapi ucapannya. "Ohya, Lo mau mesen apa?" Tanyaku.

"Samain kayak kamu aja." Kurasa pipiku memerah sekarang, Jingga berkata menatap manik mataku dengan suara lembut. Oh...God whats wrong with me?

Kemudian aku memesan dua minuman dan dua makanan. Setelah aku menghabiskan makanan, begitu juga dnegan Jingga. Aku meneguk Frappucino, entah kenapa rasanya tenggorokan ku sangat kering.

"Itu sausnya buat besok?" Ucapan Jingga membuatku hampir saja tersedak. Jingga mengambil tissue kemudian mengelap saus yang ada diujung bibirku. Romantis bercampur rasa malu. "Makasih."

Manik mataku jatuh tepat dimanik matanya. Aku beradu pandang dengannya selama beberapa detik. Aku tidak tahan lagi! tiba-tiba aku merasa ingin buang air kecil.

"Jingga, gue ketoilet dulu ya." Pamitku.

"Okee," Aku tersenyum. Dengan segera aku berjalan cepat menuju toilet.

Aku berdiri di depan wastafel dan memegang ujung bibirku, aku tersenyum malu. Aku mengeluarkan lipbalm dan mempoles bibirku agar tetap lembab.

"Tenyata selama ini gue manis juga." Puji diriku sendiri.

Setelah selesai, aku keluar dari toilet. Ku hentikan langkah menatap meja seberang, alangkah terkejutnya diriku saat melihat Jingga sedang menelfon seseorang.

Samar-samar ku dengar pembicaraan mereka. "Iya, aku juga kangen sama kamu. Jangan manja deh! besok aku jemput...udah ya..bye." Saat Jingga memutus telfon dan berbalik ia nampak sedikit terkejut melihat ku berdiri tepat dibelakangnya.

Jingga kelihatan sangat gugup. Siapa yang dia telfon tadi? seperti ada yang ditutupi dariku.

mengapa hatiku mendadak panas begini? oh tidak! apa aku cemburu padanya? lantas atas dasar apa?

"Rin?" Panggil Jingga tapi aku mengalihkan tatapanku.

"Rin, kamu jangan salah paham dulu." Saat Jingga menggenggam tanganku dengan cepat aku menepisnya.

"Itu tadi cewek Lo?" Tanyaku to the point.

Jingga terdiam. "Kalo Lo gak jawab. berarti gue anggap iya." Ucapku segera berlalu dari sana.

jingga terus memanggilku namun aku tak menghiraukannya. "Rin!" Ucapnya saat berhasil menarik lenganku.

Aku berbalik dan mencoba melepaskan lenganku darinya. "Lepasin gue!" teriakku keras, sehingga orang-orang yang berlalu lalang menatapku sembari berbisik. Tapi, ku tak pedulikan itu.

Kalo memang benar Jingga hanya bermain-main dengan perasaanku. lebih baik aku tidak akan mengatakan perasaanku padanya.

"Rin, please..dengerin gue dulu." Ucapnya lebih lembut.

Oke, kali ini aku akan mendengarkan penuturannya. "Lo jangan salah paham dulu Rin, gue sama Farah gak ada apa-apa." WHAT?! ternyata benar perempuan.

"Lo percaya kan sama gue." Aku terdiam. Mata kami beradu pandang sedetik kemudian Jingga mendekapku dipelukannya.

Terkejut bukan main ku dibuatnya. Huh! untung saja tidak ada lagi orang yang berlalu lalang.

Jingga semakin mengeratkan pelukannya. "Aku sayang Rindu." Ucapnya pelan disela-sela pelukan kami.

Cukup lama! hampir satu menit berlalu. Aku tak berniat untuk membalas pelukannya. Namun, aku merasa nyaman di dekapannya, hangat terasa hingga hatiku tersentuh dan mempercayai kata-katanya.

"Aku anter kamu pulang ya." Aku mengangguk pelan, kemudian Jingga menggandeng tanganku dan berjalan menuju parkiran.

Maaf Kala itu terlalu memikirkan diri sendiri tanpa tau apa penyebabnya.

☘☘☘

Sweet Scars |Rindu-Jingga| Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang