(3)

6.2K 782 51
                                    


Sophie masih menatap cemberut pada Quinn. Tangannya tersilang di perut buncitnya sementara Randy berada di sampingnya, memahami ketegangan yang terjadi antara istri dan sahabat istrinya. Bar sudah tutup, satu jam lebih awal dari jam tutup seharusnya karena tidak ada banyak pelanggan. Tetapi diam-diam Quinn tahu Randy mengumumkan pada semua orang yang tersisa bahwa bar akan tutup lebih awal. Seharusnya tidak begitu. Ini pasti imbas dari insiden tadi. Bagaimanapun ini sudah tengah malam, Quinn seharusnya pulang dan kembali pada putranya yang berumur delapan, tetapi Sophie sepertinya tidak akan membiarkannya lolos dengan mudah.

"Untung Kevin tidak mengajukan tuntutan," cetus Randy. "Dia bisa melakukan itu, kau tahu?"

Sophie membuat suara muak. "Kalau dia menuntutku, aku akan balik menuntutnya. Memangnya aku takut?"

"Aku tidak sekaya Kevin Beverly, oke? Aku bukan apa-apa dibanding dengannya. Jujur saja, aku takut dia menyelesaikan masalah ini secara hukum. Pikirmu pengacara itu murah?"

"Dia tidak bisa melakukan ini pada Quinn―pada sahabatku," tegas Sophie. "Kau sendiri tahu apa yang Quinn alami."

Quinn tidak suka nada itu, seolah dirinya perlu dikasihani. Tidak, Quinn tidak memerlukan apapun. Meski ekonominya pas-pasan dan ia harus menjadi ibu tunggal, ia bisa bertahan setelah bertahun-tahun. Tapi memangnya siapa yang bisa membantah Sophie? Kevin Beverly saja baru terkena tinjunya.

Randy mendesah kalah. Sophie yang Quinn kenal memang keras kepala, tetapi wanita itu beruntung mendapatkan Randy yang menyeimbangkan dirinya, yang mau mengalah padanya. Kini tatapan Randy terjatuh pada Quinn. Tidak banyak yang Quinn ajak berhubungan ketika ia memutuskan kembali ke Westerly. Bertahun-tahun lalu, ia berniat meninggalkan apapun yang ada di kota ini. Tapi ia tidak bisa menghindari Sophie, satu-satunya 'sahabat' yang tak menyerah padanya. Akhirnya Quinn tetap mempertahankan kontak, merasa tidak bisa menutupi apapun pada akhirnya, ia menceritakan kehamilannya tanpa memberitahu siapa yang mungkin jadi ayahnya. Sampai intuisi Sophie mulai mendesak dan membuat Quinn kalah.

Sophie menjadi satu-satunya orang yang tahu segala hal yang terjadi pada Quinn selama sembilan tahun terakhir. Kemudian tim mereka bertambah Randy yang akhirnya menikahi Sophie tiga tahun lalu. Sophie dan Randy adalah temannya. Pertimbangan itu cukup mampu membuat pertahanan Quinn goyah.

"Jadi benar putramu itu anak Kevin?" tanya Randy.

Aku tidak akan mengakuinya, pikir Quinn. Ia juga tidak mengakuinya ketika Sophie mulai curiga. Sebenarnya, Sophie sudah curiga sejak kelahiran putra Quinn, Ed. Sophie selalu berpikir bahwa ayah si bayi adalah siswa SMA mereka, hingga ia meneliti wajah Ed secara cermat setiap kali bertemu Ed. Sophie menyebutkan banyak nama, yang tidak pernah Quinn tanggapi. Tetapi Ed sudah berumur delapan dan tak sedikitpun bagian dari anak itu mirip Quinn. Sophie dan Randy sama-sama tumbuh besar di kota kecil itu. Sophie hanya perlu mengingat siapa pria yang saat umurnya delapan tahun begitu mirip dengan Ed.

"Quinn?" tuntut Sophie.

"Aku tak akan bilang. Ini serius." Quinn melepas apronnya dan mengambil tasnya, berusaha melarikan diri secepat mungkin.

Sophie mendesah menatap suaminya. "Ran, kau ingat wajah Beverly bersaudara saat kelas dua? Ingat-ingat lagi wajahnya. Lalu pikirkan Ed. Kau akan sepemikiran denganku. Tak mungkin kau tak mengenalinya, kalian berada di tahun yang sama, demi Tuhan."

"Sungguh, Soph, itu bukan apa-apa," tegas Quinn.

"Bagaimana perasaanmu jika sekarang ini aku hamil anakmu dan aku pergi darimu?" tanya Sophia pada suaminya. "Apakah kau berpikir ingin mengetahuinya atau tidak?"

"Tentu saja, ya!" tukas Randy. "Aku ingin kau dan bayi kita."

Quinn mendesah. "Itu tidak bisa disamakan. Kalian saling mencintai."

REMEMBER OURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang