(11)

5.7K 791 45
                                    


Beberapa hari kemudian, untuk pertama kalinya, Quinn menelepon Kevin―yang membuat pria itu terkejut―untuk meminta bantuan. Kevin hampir yakin Quinn pasti melalui perdebatan panjang dengan dirinya sendiri sebelum memutuskan untuk menghubungi Kevin siang itu.

"Hai, Quinn." Kevin melepas kacamatanya dan menutup laptopnya. Pekerjaannya memang menggila menjelang puncak liburan musim panas.

"Halo, Kev. Begini, maaf aku menghubungimu. Aku tahu kau pasti sedang sibuk, tapi aku tidak tahu harus bagaimana. Eh..." Kevin menunggu Quinn yang terdengar mengambil napas di seberang sana, atau wanita itu mungkin sedang mengerang. "Oh, ya ampun! Kau pasti memang sibuk, kan? Lupakan saja. Maaf mengganggumu. Sungguh, aku benar-benar minta maaf."

"Tidak. Tidak. Tunggu!" cegah Kevin sebelum Quinn mematikan panggilan. "Aku tidak sibuk," dustanya.

"Kau yakin? Karena biar kuberitahu, aku tak pernah tahu ada jam sarapan seramai ini sampai restoran Amanda kewalahan. Layla Tea House yang lebih elit itu sepertinya sudah tidak bisa lagi menampung pelanggan, sekarang semua orang berbondong-bondong ke sini."

Harusnya Kevin sudah menduga itu. Terkadang pengunjung yang menginap di tempatnya sengaja tidak memilih paket sarapan hanya supaya bisa berjalan-jalan sambil mencicipi sarapan di kota. Beverly House sudah kebanjiran pengunjung sejak awal musim dan hal ini tidak jauh berbeda dengan penginapan lain yang ada di Westerly, mengingat mereka punya harga yang lebih ekonomis daripada Beverly House.

"Itu bagus," komentar Kevin.

"Itu sama sekali tidak bagus," desah Quinn. "Aku baru tahu bahwa aku akan pulang lebih lambat, padahal Laurel sudah bicara soal ujian SAT. Aku tidak mau menghalanginya."

"Jadi maksudmu, tidak ada yang menjemput Ed?"

"Ya, sepertinya." Quinn mendesah lagi. "Lupakan, Kev. Biar kutelepon Dylan, atau aku mungkin bisa pergi selama sepuluh menit untuk menjemputnya. Aku benar-benar minta maaf sudah mengganggu waktumu―"

"Oke, baiklah. Hentikan. Kau tidak perlu meminta maaf. Inilah yang kita bicarakan kemarin. Soal kompromi itu. Kau ingin aku menjemputnya? Aku bisa meluangkan waktuku." Kevin merapikan berkasnya dan meraih kunci mobilnya.

"Sungguh tidak apa-apa kalau kau sibuk. Aku mengerti."

"Kau yang sibuk," ujar Kevin. "Aku tidak." Setidaknya, Kevin bisa beristirahat sejenak dari pekerjaannya. "Tidak apa-apa, Quinn. Aku bisa menjemputnya."

"Baiklah. Hm... oke, kau bisa menjemputnya. Membawanya pulang untuk berganti pakaian sebentar. Dia biasa memakan camilan sebelum pergi bermain. Ada biskuit di dapur."

Kevin mencerna semua itu seraya berjalan ke arah lobi. "Menjemput, membawa pulang, ganti pakaian, memakan camilan―maksudku, Ed yang makan camilan."

"Oke. Hm... apalagi? Yah, mungkin itu saja sebelum kau mengantarnya pada Dylan."

Kevin berhenti hingga menarik perhatian Sally di meja resepsionis yang akhirnya melambai padanya. "Kenapa aku harus mengantarnya pada Dylan?"

"Eh... karena biasanya begitu."

"Tidak," tegas Kevin. "Aku akan membawanya. Aku tak akan menitipkan anakku ketika aku bisa menjaganya. Kau bisa bekerja dengan tenang. Ia akan baik-baik saja denganku. Ada hal lain?"

"Eh... Kev? Kau yakin? Karena... ini mungkin terlalu cepat untukmu."

"Kau tahu, Quinn? Kadang-kadang, aku suka cara instan. Ini tidak terlalu cepat, oke? Ada baiknya Ed menghabiskan waktu bersamaku." Kadang-kadang Kevin hanya berpikir bahwa yang sebenarnya adalah ini terlalu cepat untuk Quinn.

REMEMBER OURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang