(25)

5.4K 805 60
                                    


"Ayolah," desak Sophie tanpa lelah. "Harusnya kita bersenang-senang."

Tidak. Quinn mulai lelah untuk menolak ajakan sahabatnya ke pesta prom. Ia sudah menolak berkali-kali tetapi Sophie tidak menyerah. "Aku bahkan tidak punya pasangan atau gaun. Aku tidak akan pergi."

Bukan berarti tidak ada seorang pun yang mengajak Quinn. Peter Woods meminta Quinn menjadi pasangan sejak berminggu-minggu yang lalu, tetapi Quinn akhirnya menolak. Ia sudah tidak lagi bersama Jax karena sepertinya pemuda itu tahu Quinn tidak punya apapun untuk diberikan. Masih ada beberapa nama pemuda yang mengajaknya pergi ke prom, tetapi Quinn dengan halus menolak. Ia memang berpikir tidak akan datang ke sana.

Sophie memutar mata. "Kau tidak butuh pasangan. Aku justru berpikir kau bisa mendapatkan pasangan di sana, atau kau bisa datang bersamaku saja. Dan apa gunanya aku sebagai sahabatmu? Aku bisa meminjamimu gaun."

"Soph, sungguh. Aku tak harus pergi. Tapi kau harus." Quinn yakin Randy menunggu Sophie, tetapi gadis itu pasti meminta sedikit waktu tambahan hanya untuk membujuk sahabatnya. Quinn yakinkan bahwa semua itu sia-sia. Quinn memang tidak berniat datang.

Sophie mendengus. "Kau sekarang jadi tidak asyik lagi."

"Definisikan tidak asyik."

"Entahlah. Kau tidak mau berpesta lagi denganku. Kau tidak mau bergosip. Kau jadi anak rumahan dan itu membosankan. Aku mulai berpikir kau sedang patah hati pada seseorang tapi kau tidak menceritakannya padaku."

"Itu bukan salahmu." Quinn menegaskan. Kurang lebih sangkaan Sophie benar, tapi tidak sepenuhnya. "Aku hanya mulai mengurangi intensitas berpesta ini. Semakin lama semakin membosankan dan semakin gila." Quinn tidak pernah lagi mengikuti pesta-pesta sejak kematian April. Semua orang masih membicarakannya selama berbulan-bulan dan itu membuat perasaan bersalah Quinn tak mau hilang. Quinn akhirnya menjauhi orang-orang terlibat obrolan semacam itu. Entahlah, mungkin sekarang Quinn terbiasa untuk menjauhi orang-orang, lalu lupa caranya masuk ke dalamnya.

"Benar," kata Sophie. "Tapi... entahlah, Quinn. Aku hanya ingin kita menghabiskan waktu bersama atau sesuatu sebelum kau pergi."

Quinn telah memutuskan untuk meninggalkan Westerly setelah kelulusannya ini. Ia hanya pendatang di sini dan selamanya akan begitu. Quinn belum memutuskan akan ke mana, tetapi ia bisa memilih suatu tempat untuknya kuliah. Ada sisa uang dari mendiang ibunya dan ayahnya tak ragu untuk membiayai. Yang jelas Quinn tak mau lagi berada di kota ini, di mana kematian April masih membayangi jalanan tragis itu, di mana peristiwa mengerikan semacam itu tak akan pernah terlupakan di kota kecil seperti Westerly.

"Kita bisa," kata Quinn. "Tapi tidak untuk prom. Aku sungguh tidak ingin terjebak dalam pesta-pesta itu. Bisakah kau mengerti?"

"Apa aku akan tetap kalah pada akhirnya?"

Quinn tertawa. "Ya. Aku memang keras kepala. Kau yang bilang."

Sophie menghela napas, lalu mendengus geli. "Baiklah... jadi sebelum kau pergi minggu depan, kita harus sudah membuat jadwal menghabiskan hari bersama-sama."

"Setuju," kata Quinn. "Besok. Kita bisa makan es krim dan melupakan diet. Kita bisa minum bir berdua. Randy pasti bisa membantu mengatur kita mendapatkannya, kan?"

"Ya." Sophie tertawa. "Kita akan sangat nakal besok. Dan berharap saja aku bisa bangun untuk besok."

Quinn mengerang membayangkan apa yang akan dilakukan Randy dan Sophie malam ini setelah prom. "Kalau bukan besok, pasti kita akan mendapatkan waktu terbaiknya."

"Oke. Kabari aku. Sekarang aku harus berangkat sebelum kehilangan berita di prom. Oh, kalau kau mau, kau bisa bergabung di rumah Jax untuk pesta lanjutan. Siapa saja boleh datang. Kau tak perlu sungkan meski kau pernah kencan dengannya."

REMEMBER OURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang