Quinn merasa cemas sepanjang sisa hari itu. Ia tidak bisa menikmati makan siangnya. Ia tidak ingin mendengar Ed menceritakan pengalaman baru bertemu kembaran ayahnya. Untungya, menurut Ed, tidak banyak yang terjadi. Kevin juga membenarkan hal itu. Kevin bilang Calvin sibuk hingga pergi lebih cepat. Tidak sempat menyapa Quinn atau bahkan mengobrol dengan Ed. Kevin meminta maaf soal itu meski seharusnya tidak perlu. Sejujurnya Quinn memang tidak ingin bicara dengan pria itu. Syukurlah Calvin pergi lebih cepat dan Quinn memang sudah agak menduganya.
Tapi tetap saja Quinn tidak bisa berkonsentrasi saat jam kerjanya karena kehadiran Calvin di kota saja sudah cukup membuatnya gelisah. Quinn belum sempat melihat pria itu selama sembilan tahun terakhir, namun rasanya seperti pria itu tengah mengintainya sekarang ini. Astaga, Quinn bersikap berlebihan dan paranoid.
"Quinn?!" panggil Randy hingga Quinn tersentak.
"Astaga! Kau mengagetkanku!"
"Aku memanggilmu berkali-kali."
Quinn mengusap wajahnya dan memejamkan mata untuk mengumpulkan ketenangan sebelum kembali pada bosnya. "Maaf. Ini malam yang berat."
"Ya. Memang. Bagaimana kalau kita tutup sekarang saja?"
Quinn melirik jam dinding. "Sekarang? Pukul sebelas? Ned sedang minum."
"Tolong minta dia untuk pulang. Aku cemas meninggalkan Sophie terlalu larut. Kau bisa istirahat lebih awal. Aku juga."
"Kau yakin?" tanya Quinn. Meski ia senang mendengar usulan itu. Kelahiran bayi Sophie dan Randy hanya tinggal beberapa minggu dari perkiraan. Randy mulai melarang istrinya ikut ke bar hingga beberapa minggu terakhir ini ia menutup bar lebih awal, meski tidak pernah seawal ini.
"Sangat yakin. Kau mungkin harus bicara pada Ned sebelum dia benar-benar mabuk dan tidak bisa menangkap maksud bahwa kita akan tutup."
Quinn keluar dari meja bar dan menghampiri meja di mana Ned sedang meminum bir langsung dari botol. Pria itu seumuran dengan Quinn, Randy, dan Sophie. Namun kecanduannya pada alkohol membuatnya terlihat sepuluh tahun lebih tua dari usia aslinya. Ned menyadari kehadirannya sehingga Quinn menyimpulkan pria itu belum sepenuhnya mabuk. "Ned, maaf. Kami akan tutup."
Ned mengernyit seolah mencerna perkataan Quinn. "Apa? Sekarang?"
"Ya. Maaf sekali. Kami memang harus tutup lebih awal. Kau bisa kembali lagi besok."
Ned meminum lagi birnya, lalu berdiri. "Oke. Kau mau jalan-jalan bersamaku?"
Quinn terkejut mendapati usaha pria itu. Ia tidak ingin membandingkan Kevin dengan Ned. Itu konyol. Tetapi Quinn tidak bisa menghentikan diri. Mengingat ia sedang tergila-gila dengan Kevin, Quinn meyakini bahwa Kevin Beverly adalah segalanya. "Aku harus menidurkan putraku." Quinn sengaja menekankan kata itu untuk mengingatkan Ned kembali bahwa Quinn bukan wanita bebas. Ia punya seorang anak dan seharusnya Ned mendengar dari orang-orang tentang hubungan Quinn dengan Kevin.
Tetapi mengingat Ned nyaris tidak sadarkan diri sepanjang hari, Quinn ragu Ned keluar hanya untuk mendengar gosip.
"Yah... baiklah..." tukas Ned. Cara berjalannya goyah ketika menuju pintu keluar. Untungnya pria itu masih bisa berjalan, bahkan masih bisa memutuskan berbelok ke arah mana, yang Quinn ketahui sebagai arah jalan menuju tempat tinggalnya.
Pria malang, pikir Quinn. Ia tidak tahu apa yang membuat Ned begitu kacau.
"Kau pulanglah dulu," kata Randy yang sudah menaikkan kursi bar. "Aku bisa mengatasinya."
"Kau yakin?"
"Sungguh, Quinn. Setelah ini aku akan segera pulang. Aku sudah tidak tahan lagi menjauh dari Sophie. Aku harus menjaganya. Berlama-lama di sini hanya membuatku cemas."
KAMU SEDANG MEMBACA
REMEMBER OURS
RomansBEVERLY HOUSE SERIES #3 √ Completed √ Kevin Beverly baik-baik saja ketika berada di sekitar kembarannya. Tetapi kembarannya selalu saja berusaha menjauhinya hingga Kevin terpuruk meski sudah bertahun-tahun lamanya. Namun malamnya bisa saja lebih bur...