Episode 1

19.7K 1.1K 10
                                    

Di malam yang gelap dan sunyi, ledakan yang tiba-tiba bergema di sebuah gedung tinggi di kota Z segera memecahkan kesunyian. Suara sirine mobil polisi dan mobil pemadaman yang melaju cepat membuat suasana menjadi semakin ramai.

Di dalam gedung, percikan api menyulut kebakaran hingga menjalar ke segala tempat. Kepulan asap menyelubungi gedung, mencemari udara dan menyesakkan pernapasan. Alarm keamanan menggema di seluruh tempat dalam gedung. Rasa panik, tegang, dan takut membekukan suasana, meneror hati semua orang yang berusaha membebaskan diri dari kematian yang mengikuti.



Di sebuah ruang dari gedung itu, api telah menyelubungi segala sudut ruangan. Kekacauan terlihat di mana-mana. Darah bercucuran dan mayat berserakan di lantai. Menandakan betapa sengitnya sebuat pertempuran yang telah terjadi di sana.

Seorang gadis cantik dengan tubuh yang terluka dan bersimbah darah sedang berdiri berlawanan dengan seorang pria yang terlihat sedikit lebih tua darinya. Wajahnya datar yang dingin dan mata yang tajam tanpa riak itu menatap pria di depannya dengan cermat. Dia seakan tidak merasakan luka-luka yang ada di tubuhnya dan hawa panas dari api di sekitar mereka.

Pria itu menyipitkan mata saat melihat wajah tenang dari gadis di depannya. "Yah, sungguh hal yang luar biasa darimu Nona Lizabeth. Bahkan di ambang kematianmu, kau masih bisa setenang itu. Oh ya, seluruh timmu mengalami cedera serius. Tapi itu hal yang bagus, tim milikmu akan lenyap untuk seterusnya. Tidak ada lagi penghambat besar dari rencana kami."

Di mata tajam itu, sedikit muncul keraguan yang segera tersembunyi. "Apa maksudmu?"

"Lizabeth, segera mundur! Cepat! Musuh telah mengepung kita. Mereka sepertinya sudah mengetahui rencana kita." Suara berat seorang pria terdengar dari earphone yang tersembunyi di telinganya. Itu ketuanya. Dia juga mendengar suara kekacauan di pihak lain.

Di segera sadar akan apa yang baru saja pria di depannya katakan. Pantas saja dia selalu merasa ada yang janggal, tapi dia tidak tahu di mana kesalahannya.

Itu di mulai dari saat mengumpulkan informasi rahasia milik musuh. Mereka sangat kuat, tidak mudah mendapat informasi mereka. Tapi entah kenapa mereka berhasil mendapatkan informasi rencana rahasia mereka.

Awalnya ada banyak keraguan. Tapi untuk mengetahui informasi itu, organisasinya kehilangan satu nyawa. Bahkan musuh masih berusaha mengejar mata-mata lain yang selamat.

Informasi itu bahkan butuh beberapa bulan untuk bisa mengetahui segala detailnya. Tidak seperti dengan sengaja di bocorkan oleh pihak lain.

Itu semua membuat mereka kendur dan kehilangan kewaspadaan.

Tapi setelah di pikir-pikir, sepertinya memang ada beberapa celah. Informasi itu begitu detail, sangat detail hingga membuatnya meragukannya, seakan pihak musuh yang menjelaskan rencana itu pada mereka.

Pasti ada penghianat di timnya, yang membantu musuh menjalankan rencana mereka dengan lancar.

Lizabeth menatap pria di depannya yang tersenyum gembira.

Dia tiba-tiba menebak sesuatu.

Pria di depannya ... mungkin adalah pemimpin dari organisasi musuh.

Dan semua ini adalah rencananya.

"Maaf ketua, sepertinya sudah terlambat." bisiknya.

"Apa! Liza- "

Tanpa menunggu suara itu selesai berbicara, Lizabeth membuang earphone di telinganya.

Hawa dingin dan niat membunuh di tubuh gadis semakin intens, tapi wajahnya masih setenang sebelumnya. "Oh, begitukah? Sungguh ceroboh bagi kami karena tidak mengetahui adanya seorang penghianat dalam tim kami. Sepertinya kalian benar-benar serius untuk menghancurkan keluarga itu. Sayang keluarga itu sudah mengakar kuat. Aku tidak yakin kalau kalian bisa menggulingkan mereka bahkan jika timku tidak ada lagi".

Wajah pria itu menjadi suram saat mendengar ucapannya. "Jangan coba-coba untuk mengombang-ambingku. Tim kalian memang pelindung utama bukan? Karena tim kalian telah lenyap, maka mereka pasti menjadi rentan".

Mendengar ucapan naif pria itu, Elizabeth hanya mencibir. "Kau terlalu meremehkan musuhmu" ucapnya. Diam-diam mengencangkan pegangannya pada pistol di tangannya. "Keluarga itu tidak selemah yang kau pikirkan. Rencanamu tidak akan berhasil bahkan jika kau menyingkirkan timku".

Pria di depannya terlihat geram, dia segera mengangkat pistol ke arah Lizabeth dan menarik pelatuknya.

Seakan mengetahui rencana pria itu, Lizabeth juga mengangkat pistolnya ke arah pria itu.

Dorrrr...

Suara tembakan menggema di ruangan itu.

Ughh

Lizabeth memuntahkan beberapa suap darah dari mulutnya.

Lizabeth merasa lukanya semakin menyakitkan. Terutama di jantungnya, yang sepertinya terkena tembakan. Visinya semakin kabur, kakinya sudah tidak dapat menopang berat badannya lebih lama lagi. Tapi matanya tetap memandang remeh pada pria di depannya. Melirik ke luka tembak di perut pria itu.

Kegelapan segera menyelubungi Elizabeth setelahnya. Rasa sakit yang ia rasakan perlahan menghilang. Dia tidak menyangka bahwa misi ini akan menjadi saat kematiannya bahkan timnya telah runtuh karena misi ini. Dia yakin anggota timnya tidak mengetahui identitas sang penghianat, penyebab kegagalan misi dan kejatuhan tim mereka.

Tapi hal yang paling dia sesali adalah gagal keluar dari sini hidup-hidup. Apalagi saat dia sudah mengetahui wajah musuhnya yang selama ini telah bersembunyi begitu rapat.

Sayang sekali . . .

Dia tidak bisa bertahan untuk memberi tahu mereka tentang apa yang telah dia temukan. Mereka pasti tidak menyadari kalau misi ini gagal karena penghianat di dalam tim. Musuh sudah merekayasa semuanya seakan-akan informasi timnya bocor dan disergap oleh musuh. Bukan karena adanya penghianat.

Bahkan pada awalnya dia juga tidak menyadari semua itu.

Haaahhhh . . .

Dia menghela nafas penuh penyesalan dalam hatinya. Matanya perlahan menutup.

Dia berharap memiliki satu kesempatan lagi. Meskipun tidak mungkin.

Elizabeth tidak bisa merasakan apa-apa lagi.



Hanya sepi



Sunyi



Senyap



Gelap



Dingin.



Seakan tak berujung.



Sesaat kemudian dia merasakan panas di tubuhnya semakin meningkat, kepalanya berdenyut nyeri. Seakan tubuhnya dibakar dan kepalanya dihancurkan. Dadanya terasa sangat sesak. Dia bertanya-tanya mengapa dia masih bisa merasakan rasa sakit saat dia telah mati.



Saat dia masih berpikir, dia tersentak karena rasa sakit yang memuncak, menghancurkan dirinya. Matanya melebar dan terbangun dengan nafas memburu.



Ya, dia terbangun.



Terbangun di sebuah tempat yang asing baginya.


.
.
.
TBC.

16 Januari 2019

.

Rebirth : LIZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang