Elizabeth sudah menghabiskan kuenya beberapa saat yang lalu. Awalnya dia ingin menunggu kalau-kalau Steve akan datang. Tapi ternyata dia tidak pernah tiba.'Apakah Steve sedang sibuk?' batinnya. Tapi mungkin saja dia memang sibuk. Siapa tahu kalau Steve sedang berusaha memata-matai organisasi itu.
Sebenarnya dia ingin segera mendapat informasi tentang Jessica yang dia minta Steve untuk menyelidikinya beberapa hari yang lalu. Tapi sepertinya hanya bisa di tunda.
Ketika Elizabeth sedang berpikir, dia mendengar langkah kaki yang mendekat ke tempat duduknya. Dia mendongak, melihat seorang pria berambut hitam memakai kaos polos berwarna gelap, jeans warna hitam dan sneakers.
Pria itu sepertinya mengenal pria yang duduk di depannya. Mungkin temannya. Saat pria itu melihatnya, dia melihat tiga poin keterkejutan dan enam poin rasa ingin tahu. Meskipun dia tidak tahu apa yang membuat pihak lain melihatnya seperti itu.
"Halo, Nona." sapa pihak lain sambil tersenyum.
Pria itu tampan dan memiliki aura yang ramah. Senyuman di wajahnya membuatnya semakin terlihat cerah. Dia bisa mendengar teriakan dari beberapa gadia di sekitar sana. Dia bahkan bisa merasakan pandangan iri dari gadis-gadis itu.
"Halo." jawabnya sambil tersenyum ramah.
Pihak lain segera duduk di depannya dan menyapa pria berambut cokelat itu. Kedua pria itu memilik image yang sangat berbeda. Satunya ramah dan lainnya sangat dingin. Tapi bagaimanapun juga mereka tetap menjadi fokus perhatian karena nilai wajah mereka.
Elizabeth kembali menundukkan kepalanya dan memainkan ponsel miliknya. Dia tidak mengenal mereka. Jadi tidak perlu memedulikannya.
Elizabeth tidak tahu, pria berambut hitam itu adalah sahabat Edward dan juga anak dari salah satu teman satu timnya dulu. Anak dari David Lee, Dean Lee.
David Lee adalah anggota tim yang paling tua dan satu-satunya yang sudah menikah. Elizabeth pernah satu kali melihat Dean saat masih kecil. Karena itu dia tidak mengenal pihak lain. Tapi jika dia melihat wajahnya dengan teliti, jawah itu memiliki beberapa kemiripan dengan teman satu timnya itu. Sayang sekali dia tidak peduli.
"Edward, siapa gadis itu? Baru kali ini aku melihatmu duduk dengan seorang gadis." bisik Dean pada temannya.
Sejak dulu temannya tidak pernah sekalipun dekat dengan gadis manapun. Dia sangat dingin, acuh dan bahkan agak jijik dengan wanita. Selalu memberi jarak lima meter dari mereka. Tapi sekarang dia mau berbagi meja dengan seorang gadis, tentu saja dia penasaran! Teman kayu ini sepertinya mulai tergoda, eh . . ≖‿≖
"Berhenti menghayal." timpal pria itu. "Ada apa?" tanyanya dingin tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen di tangannya.
Dean terpaksa menghentikan pemikirannya dan segera menjadi serius. "Ada kabar bahwa organisasi itu merencanakan sesuatu. Tapi itu terlalu rahasia. Entah benar atau tidak, sepertinya mereka ingin mencari sesuatu untuk mengancam kita. Sayangnya kami tidak tahu yang lainnya. Kami masih menyelidikinya." jelasnya.
"Mm . . . Lanjutkan." jawabnya singkat. Tidak ada fluktuasi emosi apa pun di wajahnya. Dean sudah terbiasa dengan sikap temannya ini.
"Menurutmu apa yang akan mereka gunakan untuk mengancam kita? Mungkinkah mereka akan menculik bibi Violet untuk mengancammmu?" pikirnya.
"Mereka tidak berani." jawabnya dingin.
"Yah, benar juga. Bagaimanapun juga bibi Violet adalah ibumu. Mereka saat ini masih tidak memiliki keberanian untuk memprovokasi kita secara berlebihan. Ketua mereka belum sepenuhnya sehat." ucap Dean dengan nada meremehkan.
Di depan mereka, Elizabeth sama sekali tidak mengetahui kalau kedua pria di depannya sedang membahas organisasi yang menjadi musuhnya. Saat bermain ponsel dia terganggu dengan chat yang masuk. Dia melihat nama Tuan Steve dan segera membukanya.
Tuan Steve : "Organisasi itu ingin menculikmu untuk mengancam kakakmu dan keluarga Flynn. Hati-hati."
Elizabeth : "Kenapa mengincarku? Karena kakakku dekat dengan keluarga Flynn? Kenapa tidak mengincar Ny. Violet Fynn? Dia di kota S juga."
Tuan Steve : "Ketua mereka belum sehat. Mereka tidak berani memprovokasi Keluarga Flynn secara berlebihan tanpa pemimpin mereka."
Elizabeth tidak bisa menahan untuk menepuk jidatnya. Sepertinya otaknya menjadi agak berkarat? ( ̄へ ̄) Hal itu sangat mudah dipahami. Tapi sekarang dia sangat lama untuk memahaminya. Sepertinya dia harus melatih diri. Jangan sampai dia terjebak dengan mudah di masa depan . . .
Tuan Steve : "Dimana kamu sekarang?"
Elizabeth : " Kafe Rosette"
Tuan Steve : "Mereka sepertinya memulai rencananya. Sebaiknya kamu pulang. Aku akan menjemputmu. Jangan kemana-mana."
Elizabeth : "Baiklah."
Dia meletakkan ponselnya dan melirik sekeliling. Saat dia melihat seorang pria paruh baya yang duduk di pojok, dia hanya mencibir. Dia pernah melihat wajah itu. Dia anggota elit organisasi Hamford. Sepertinya mereka ingin segera menculiknya. Bahkan anggota elit sendiri yang mengawasinya. Dia tertawa dengan penuh cemoohan.
Saat itu Dean yang mendongak melihat senyuman itu. Dia sedikit tertarik dan bertanya, "Nona, apa yang kamu tertawakan?"
"Oh . . . Hanya anjing yang menggonggong dalam bayangan kegelapan, tapi mereka menggigitku. Bukankah itu lucu? Anjing yang bahkan tidak berani keluar dari kegelapan berkata ingin menggigitku. Bagaimana cara mereka menggigitku?"
Dean tertawa, gadis di depannya benar-benar menggunakan perumpamaan seperti itu untuk menggambarkan seseorang. Dean berkata, "Jika anjing itu mendengarnya, mereka pasti akan sangat marah."
"Apa peduliku. Mereka hanya pecundang." jawabnya kalem.
Dean tiba-tiba merasa bahwa ucapan gadis itu sangat cocok untuk organisasi Hamford. Dia berbisik pada Edward, "Tidakkah kamu merasa kalau ucapannya sangat cocok dengan organisasi Hamford. Anjing pengecut yang selalu bersembuyi di bayangan kegelapan."
Edward hanya diam, sudut mulutnya sedikit terangkat. Tapi dalam hatinya dia menyetujuinya. Mereka memang pengecut.
Elizabeth tanpa sengaja melihat senyuman itu meski hanya sesaat. Sungguh pria yang tampan. . . Senyuman kecil saja sudah membuatnya sangat memikat.
Tiba-tiba Elizabeth teringan dengan seorang pria yang pernah dia tabrak dulu saat dia pulang dari komplek perumahan tempat di mana rumahnya dulu berada. Mereka sangat mirip. Terutama postur tubuhnya dan aura dingin mereka. Warna rambutnya juga sama. Bahkan auranya sama. Dingin dan acuh. Mungkinkah itu dia? Saat itu dia bisa merasakan kalau pria itu sangat berbahaya.
Dari organisasi mana dia? Dia pasti orang yang hebat. Dia hanya berharap orang berbahaya itu tidak memiliki permusuhan dengannya. Dia tidak yakin seberapa kuat pihak lain. Yang jelas, sulit untuk mengalahkannya. Tapi dia penasaran, siapa dia sebenarnya.
"Kamu --- "
"Nona muda . . . "
Elizabeth ingin bertanya, tapi terpotong karena suara seseorang yang tiba-tiba memanggilnya.
.
.
.
TBCJangan lupa vomet ya ~(๑・ω-)~♥"
.
15 Maret 2020(。'▽'。)♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Rebirth : LIZ
Fiction générale~my story~ ~no plagiat~ ~follow dulu sebelum baca~ { HIATUS } Ringkasan : Dalam misi terakhirnya, seorang rekan menghianati timnya. Menyebabkan kehancuran tim dan kematiannya yang tidak diinginkan. Saat dia percaya dia telah mati karena dikhianati...