Trauma, Sentimental, dan Cinta.

4.2K 530 15
                                    


Untungnya Cafe 90's Retro siang ini menjadi tempat meneduh yang asyik. Sambil scrolling sosial media, Rindai menikmati musik yang sengaja diputar oleh cafe itu. Lagu-lagu oldies memang kadang bikin suasana hati ikut jadi tentram terbawa oleh alunan nada yang terdengar sederhana. Kali ini sedang terputar sebuah lagu milik Stevie Wonder berjudul 'I Just Called To Say'.

"Oit Rin, gimana mapping-nya?"

Kepala Rindai menoleh ke belakang. Viar yang dihubungi beberapa menit lalu kini sudah sampai di tempat yang dia janjikan. Rindai memang lebih dulu datang daripada Viar karena kegiatan mappingnya sudah selesai.

Rindai malas menjawab, "ya gitu-gitu aja. Lo sendiri gimana?"

Dengan tampang frustasi, Viar menjelaskan, "gue habis dari hotel. Ada calon klien yang udah setuju tapi dia mintanya barter. Kan gue pusing."

Rindai sepertinya paham maksud Viar, "barter pake voucher lagi?"

"Yap. Gue harus jual ke siapa coba?"

"And what's the point of regretting gurl? Lo kan jago dalam ngerayu orang." Rindai memasang pose singa memangsa. "Rawr!"

Rindai menutup mulut begitu Viar mengerucutkan bibirnya.

"I mean, lo kan jago dalam merayu calon pembeli, Vi. Beda kasus kalau itu gue," ucap Rindai menghibur Viar.

Konsekuensi menjadi seorang marketing officer radio ya selain susah-susah gampang nyari klien, barter antar klien dengan seorang sales radio adalah hal yang paling menyusahkan.

Seperti kasus Viar saat ini. Kliennya meminta barter dengan voucher menginap di hotel. Viar sendiri yang akan menjualnya kepada orang lain sesuai banyaknya jumlah voucher yang diberikan. Jumlah voucher yang diberikan biasanya sesuai kesepakatan yang sudah dibuat antara dirinya dengan klien. Jadi singkatnya, pemilik hotel dan Ai Radio sama-sama diuntungkan.

Saat asyik mendengar celotehan Viar, Rindai menundukkan kepala melihat layar ponselnya menyala. Menampilkan nama seorang klien yang dia benci. Ardit lagi. Rindai mencoba ingin mengabaikan tetapi dia risih dengan tatapan penuh selidik dari Viar.

"Assalamualaikum. Halo alota..."

Rindai takjub bagaimana Ardit masih mencoba terlihat bersikap sopan padanya.

"Waalaikumussalam. Kalau bukan soal pekerjaan, saya matiin!"

"Wait. Wait, Alota. Ini ada perubahan dalam materi iklan. Siang ini bisa ke kafe yang kemarin?"

"Kenapa materi iklannya?"

"Tagline produk di materi iklan yang kemarin masih pakai versi yang lawas. Bendi minta versi yang baru."

"Oke. Wassalam."

Rindai langsung mematikan sambungan telepon sambil memandang nama lelaki itu dengan kesal. Begini rupanya jika sudah membenci seseorang sampai mendarah daging. Hanya dengan melihat namanya saja sudah membuat dia eneg luar biasa.

"Siapa sih kliennya, Beb?" tanya Viar kepo.

Rindai secara singkat menjelaskan, "he's my ex-fiancee."

Sambil beranjak dari tempat duduk, Rindai melirik Viar sebentar. Rekan kerjanya itu masih terkejut dengan ucapan Rindai barusan. Tangannya melambai pada Viar begitu dia pergi meninggalkan cafe tersebut. Namun Viar tak balas melambai karena masih melongo tak percaya.

Ketika tiba di cafe yang diinginkan oleh Ardit, Rindai langsung naik ke rooftop cafe itu. Berbeda dengan rooftop bangunan lain, rooftop dalam cafe ini menjadi tempat kesukaan para pengunjung. Suasananya cozy dan intim. Jika Rindai bisa memilih, dia ingin di lantai bawah saja yang ramai tanpa menimbulkan kesan privacy.

A Turtle Meets A DogTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang