"Lo dipecat sama bos lo ya, Dai?"
Rindai yang sedang menyeruput thai tea langsung melotot. Kini dia dan Yudhis sedang duduk mengantre untuk memesan tiket nonton di bioskop. Awalnya lelaki itu sempat marah karena chatnya tidak Rindai balas. Tapi kemudian Rindai membelikan thai tea untuknya.
"Dipecat juga gak apa-apa sih," Rindai mengatakannya dengan santai.
Yudhis tampak terkejut. Lelaki itu mulai melayangkan pertanyaan-pertanyaan aneh lagi, "anjir jadi lo beneran dipecat? Apa ini gara-gara skill sepik lo yang masih kurang dan belum mumpuni? atau lo berbuat sesuatu yang ngeselin bos lo?"
Rindai langsung menyikutkan lengannya ke perut Yudhis karena tidak terima, "gue nggak ngomong kalau gue dipecat ya oncom!"
Yudhis mengerutkan keningnya, "terus kalau lo gak dipecat kenapa lo gak kerja hari ini?"
Kalau Rindai bercerita masalahnya kepada Yudhis mengenai alasan kenapa dia bolos kerja, entah kenapa Rindai sendiri belum siap. Jadi Rindai hanya menjawab sekenanya, "karena diajak nonton sama lo."
"Ck, gak mungkin!" ucap Yudhis. "Kalau sekarang lo lagi jadi pengangguran ngaku aja sih, Dai. Berarti kita sama. Gimana kalau kita cari kerja bareng dan kerja di tempat yang sama gitu?"
Thai tea yang semula Rindai pegang tiba-tiba dia buang ke tong sampah yang ada di sampingnya. Rindai segera beranjak dari kursi. Lalu dia menatap Yudhis sambil berkacak pinggang.
"Pertama, gue gak dipecat karena bos gue belum mecat gue secara langsung atau lewat telepon. Kedua, lo mau jalan ke sana gak sih Dhis?!" Rindai menjelaskannya sambil emosi.
Tangan Rindai menunjuk lurus ke loket pemesanan tiket. Antrean nampak terlihat renggang jika dibandingkan tadi. Sejak awal menginjakkan kaki di CGV Cinema yang ada di GI, Rindai sudah kesal karena Yudhis hanya duduk di kursi tanpa mau menjalankan kakinya maju menuju tempat pemesanan tiket.
"Mau nonton film apa emang?" tanya Yudhis sambil berdiri.
"Aladdin dong. Gue sering banget baca review bagus dari orang-orang tentang film itu,"
Yudhis tampak berpikir sebentar. Dia melirik ke layar LED besar di depannya, "eh itu kayaknya seru. Kemarin teman gue habis nonton film Parasite, terus dia cerita dan gue mupeng. Kita nonton itu aja gimana?"
Rindai mendengus sebal, "gue lagi malas nonton adegan yang berdarah-darah, please."
"Terus gue harus nonton film yang banyak nyanyi-nyanyinya yang kayak gini, Rindai?" Yudhis mulai bernyanyi sambil merentangkan tangannya. "A whole new world. A new fan-"
Yudhis menghentikan nyanyiannya karena seseorang yang ingin berjalan menuju loket terhalang oleh tangan Yudhis yang dibentangkan tadi. Lelaki itu segera meminta maaf lalu menunduk malu. Sementara itu Rindai terbahak sambil menepuk-nepuk meja di depannya. Lama Rindai tertawa sampai dia memegang perutnya yang pegal karena tidak bisa berhenti tertawa.
"Lo kalau mau konser jangan di sini dong," ucap Rindai sambil mengusap airmatanya. "Haduuh, gue ketawa mulu sampai kayak orang habis nangis ini."
Lelaki itu hanya tersenyum sambil menutup mukanya malu, "udah dong. Jangan diketawain mulu. Buruan, Dai. Mending kita masuk ke dalam."
"Ya makanya pesan tiket dulu. Udah ya nonton Aladdin aja. Siapa tahu lo bisa ngadain konser di dalam sana," ucap Rindai sambil berusaha untuk menghentikan tawanya.
Akhirnya Yudhis menuruti keinginan Rindai. Sambil masuk menuju studio, Rindai berkali-kali deham berusaha keras untuk menghentikan sisa-sisa tawanya jika dia ingat kejadian memalukan tadi. Dan Yudhis hanya akan memelototinya menyuruh Rindai untuk berhenti tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Turtle Meets A Dog
Literatura FemininaKlien adalah manusia paling random bagi seorang marketing officer radio seperti Rindai. Entah itu soal reaksi yang muncul, bagaimana bentuk wajahnya, dan di mana keberadaan seorang klien semuanya seperti alur cerita yang unpredictable. Mencari klien...