Di dunia ini apakah cuma para wanita yang hobby gosip?
Jika ingat kejadian yang sudah-sudah, Rindai kini telah menyangkal stigma negatif soal kebiasaan buruk wanita seperti anggapan di atas. Hey, bahkan dia sendiri menjadi korban gosip para lelaki!
Bagaimana akhirnya malah Yudhis yang menjelaskan kepadanya soal Erkan yang sedang membangun galeri foto?
Sementara Erkan bilang bahwa dia hanya cerita kepada Arsen.
Bagaimana beberapa teman satu kostnya tahu bahwa Rindai memiliki perasaan yang lain kepada Erkan?
Padahal dia tidak pernah membicarakan kepada siapapun tentang perasaannya.
Moodnya mendadak hancur setelah mendengar celotehan Yudhis tadi. Entah karena sekarang moodnya yang jelek atau karena kata-kata Yudhis yang memang terlalu nyelekit. Rindai sangat tersinggung.
Rindai pergi meninggalkan ruang tengah. Dia berjalan dengan langkah yang dipercepat. Ingin secepatnya memisahkan diri dari keramaian. Suasana yang ramai seperti ini sangat tidak cocok untuk hatinya yang mendadak berubah tidak karuan.
Sambil mengejarnya, Yudhis terus-terusan memanggil namanya, "Dai, Dai. Tunggu!"
Ketika pintu kamarnya akan ditutup, Yudhis secara sengaja menyelipkan satu tangannya ke dalam untuk menahan pintu. Dengan ekspresi bersalah yang ditampilkan Yudhis membuat Rindai terlalu malas untuk melihatnya. Bagaimana mungkin lelaki ini memperingatinya seolah Rindai akan melakukan tindakan rendahan seperti itu?
"Sorry, Dai. Gue tadi cuma-"
"Apa?"
"Did i hurt you so much?"
Rindai terpaksa membuka pintu kamarnya lebar-lebar, "lo nggak ngerasa kalau ucapan lo yang tadi itu udah sangat kelewatan?"
"Pelakor? Bahkan buat ngedoain sesuatu yang jelek untuk hubungan mereka pun gue nggak pernah. Apalagi untuk merusak hubungan mereka. Gue nggak sepicik itu, Dhis!" Rindai menarik napasnya dalam-dalam. "Gue baru tahu, sejelek itu gue di mata lo."
Yudhis diam belum menjawab. Dia malah terus memperhatikan wanita di depannya itu berbicara. Seolah dia sedang menunggu Rindai menyelesaikan perkataannya sambil memikirkan kata apa yang akan dia keluarkan dari mulutnya. Tetapi sikap Yudhis yang diam saja tanpa berkata apapun membuat Rindai ingin mendorong lelaki itu agar menjauh dari pandangannya saat ini.
"Maaf Dhis, gue ngantuk."
Rindai kembali menutup pintu. Namun kali ini Yudhis tidak mencegahnya. Malah kedua kakinya perlahan mundur seakan mempersilahkan apa yang Rindai lakukan terhadapnya.
Ketika pintu sudah tertutup rapat, Rindai berdiri bersandarkan pintu. Dia membuka balutan hijab yang menutup kepalanya dengan kesal. Lalu melemparnya asal ke atas kasur. Saat dia akan melangkah menuju tempat tidurnya, langkah Rindai terhenti karena Yudhis bersuara.
"Kalau lo nggak mau dibilang picik, jangan bertingkah menyedihkan. Ada orang lain yang nggak suka lihat lo kayak gitu, Rindai Alota," ucap Yudhis dari luar sana.
Rindai terdiam. Sambil berdiri membelakangi pintu, dia melihat kaca besar yang ada di sampingnya. Rindai melihat bayangan dirinya sendiri. Kaca itu yang selalu dijadikan Rindai untuk melihat ekspresi wajahnya seperti apa. Apakah dirinya tampak menyedihkan saat ini?
Apakah menyedihkan mencintai seorang pria yang sudah memiliki kekasih? Bukannya soal hati manusia tidak bisa memilih?
Toh selama ini Rindai tidak berani bertindak macam-macam. Merayu, menggoda, menghasut dan kegiatan flirting lain tidak pernah Rindai lakukan hanya untuk mendapatkan hati seorang Erkan. Karena dia paham posisinya seperti apa. Sangat paham. Yudhis hanya berbicara omong kosong. Seakan lelaki itu paling tahu soal perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Turtle Meets A Dog
Chick-LitKlien adalah manusia paling random bagi seorang marketing officer radio seperti Rindai. Entah itu soal reaksi yang muncul, bagaimana bentuk wajahnya, dan di mana keberadaan seorang klien semuanya seperti alur cerita yang unpredictable. Mencari klien...