Rindai dan Erkan masih menikmati keindahan foto-foto human interest di galeri foto tersebut. Sampai-sampai mereka baru sadar bahwa hari sudah akan petang.
"Lo mau langsung balik ke kosan atau ke kantor, Kan?" tanya Rindai.
"Kantor. Mau setor video liputan nih," ucap Erkan sambil menepuk tas di pinggungnya.
"Jaman sekarang bukannya segala macem bisa dikirim lewat internet?"
Erkan tertawa kecil, "maksud lo kirim video liputan lewat WA gitu?"
Rindai mengangguk ragu. Erkan tertawa lagi.
"Kalau dikirim WA kualitas video jadi berkurang. Kalau dikirim email gak mungkin juga sih, ukuran videonya terlalu gede."
"Iya juga sih," ucap Rindai mengiyakan.
Beberapa detik kemudian Erkan membuat sebuah permintaan yang tak terduga, "gue nebeng motor lo sampai halte ya."
"Motor lo?" tanya Rindai penasaran.
Erkan berdecak, "ckk, lo gak liat motor gue ditinggal di kosan?"
Rindai yang kebingungan masih belum paham, "lho? Naik apa ke Bandung?"
"Nebeng mobil temen," jawabnya santai.
Rindai masih mencercanya dengan pertanyaan, "terus sekarang ke mana temen lo?"
"Ke kantor duluan."
Rindai mengiyakan. Ada secercah kebahagiaan yang muncul dalam hatinya mengetahui bahwa lelaki itu ingin ikut naik motor bersama dengannya. Ketika keluar dari gedung galeri, seorang wanita cantik berjalan mendekat ke arah mereka. Wanita itu tampak seksi sekaligus anggun dengan dress sepaha warna hitam bahan kulit yang dilapisi jaket denim yang dipakainya. Tampilan ala girl crush. Wanita itu tersenyum lebar ke Erkan.
Wanita itu memeluk Erkan,"how was your day, Buddy?" tanya wanita seksi itu.
Erkan mengedikkan bahunya, "like i used to do. Tumben ada di sini?"
"Gue harus cek sebulan sekali lah buat lihat kondisi di sini. Kadang, cuma nerima laporan doang bikin bosen. Kayak lo kerja juga pasti ada bosennya. Am i right?"
Wanita itu melirik ke sosok yang berdiri di samping Erkan. Lalu melempar tatapan penasaran ketika menatap Erkan kembali.
"Siapa?" tanya wanita itu melirik Rindai.
"Rindai, kenalin ini Sevana. Dia yang punya Galeri foto Vanary ini," sambung Erkan.
Rindai mengulurkan tangan, "Rindai. Teman sekosan Erkan."
"Sevana. Bukan teman sekosan Erkan."
Erkan menggelengkan kepalanya sambil tertawa sambil menggelengkan kepala melihat tingkah temannya itu. Sementara Rindai ikut-ikutan tertawa. Walau sebenarna berada di tengah kedua manusia itu terasa kaku baginya.
Tawa Erkan kembali pecah, "sana jadi komika aja deh. Cocok Sev,"
"Galeri foto gue mau dikemanain dong?" tanya Sevana.
"Buat gue," ucap Erkan santai.
"Katanya lo juga lagi on process ya? Gimana progressnya, Kan?"
Belum sempat Erkan menjawab pertanyaan Sevana, Rindai mendapati ponselnya berbunyi dari dalam tas kecilnya. Rindai melirik Erkan dan Sevana bergantian, "gue angkat telepon dulu ya, sorry."
"Oke," kata Erkan. Sementara Sevana hanya mengangguk sambil tersenyum.
Langkah Rindai berhenti di depan sebuah taman kecil yang berada di depan gedung galery 'Vanary'. Rindai menatap layar ponselnya. Agak ragu untuk menekan tombol hijau karena nomor itu adalah nomor tak dikenal. Rindai takut jika kejadian kemarin akan terulang. Dia berdiam menatap ponselnya tanpa mau mengangkat. Tetapi walau panggilan itu tak kunjung dia angkat, si penelepon terus-terusan berusaha meneleponnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Turtle Meets A Dog
ChickLitKlien adalah manusia paling random bagi seorang marketing officer radio seperti Rindai. Entah itu soal reaksi yang muncul, bagaimana bentuk wajahnya, dan di mana keberadaan seorang klien semuanya seperti alur cerita yang unpredictable. Mencari klien...