Rindai duduk di depan meja rias sambil memoles wajahnya dengan make up. Walau tangannya bergerak dengan spons bedak untuk meratakan make up di wajahnya, tetapi matanya tidak. Rindai jadi sering tidak fokus ketika sedang melakukan sesuatu. Dia lebih banyak melamun.
Ketika sedang nyetir pun begitu, pengendara lain banyak yang memencet klakson dari belakang. Sampai-sampai ada seseorang yang menyuruhnya untuk menepi. Rindai berkali-kali mengucap istighfar.
"Hati-hati dong, Mbak!" teriak pengendara itu.
Rindai hanya menunduk sambil minta maaf. Lalu dia kembali melanjutkan perjalanannya menuju kantor dengan mencoba memfokuskan diri. Bahaya jika dia nyetir dengan keadaan begitu. Nyetir dengan pikiran tidak fokus akan membahayakan diri dan orang lain tentunya.
Sesampainya di kantor, sebelum meeting Bu Lea sempat memberinya pelototan tajam. Walau keheranan, Rindai mencoba tersenyum di depan wanita yang menjadi bosnya itu.
Namun setelah meeting selesai, Bu Lea menyuruhnya untuk tetap berada di ruang meeting bersamanya. Dengan jarak yang sedikit jauh sambil duduk di atas kursi paling ujung, wanita itu terlihat lebih bossy dari biasanya. Tentu Rindai merasakan atmosfir aneh sejak awal kedatangannya pagi ini di kantor.
"Rindai, ngapain kemarin lo ketiduran di depan klien gue?" tanyanya galak.
Mata Rindai terbelalak. Ternyata inilah yang menyebabkan wanita itu terlihat seperti sedang marah padanya. Rindai masih tidak ingat dengan apapun yang terjadi sore itu. Sungguh banyak sekali pertanyaan yang bercabang dalam otaknya.
Bagaimana dia menjelaskan situasi macam ini? Bagaimana kejadian lengkap sore itu?
Rindai sangat terkejut. Ternyata yang Bu Lea tahu tentang kejadian itu adalah bahwa dirinya sedang ketiduran di atas meja. Entah bagaimana Ardit menjelaskan kejadian itu pada Bu Lea sehingga wanita itu percaya padanya.
Bagaimana kerja alkohol pada tubuhnya Rindai tentu tidak paham. Karena sekali pun dia belum pernah meminumnya. Rindai jadi menebak-nebak keadaannya waktu itu yang membuat Bu Lea bisa mempercayai perkataan Ardit bahwa dia ketiduran. Apakah saat pertama kali alkohol itu masuk ke dalam perutnya Rindai langsung tak sadar diri seperti orang yang ketiduran? Atau Rindai justru meracau tidak jelas dengan tubuh yang limbung seperti yang Erkan bilang?
Jika tebakan yang pertama benar mengenai kondisi tubuh Rindai yang dilihat oleh Bu Lea waktu itu, Rindai harus mengikuti alurnya. Bibir Rindai mencoba tersenyum. Dia memasang wajah memelas dengan menangkupkan kedua tangannya, "maaf ya, Bu. Waktu itu saya ngantuk. Saya janji saya gak akan ulangi kejadian itu."
"Untungnya Mas Ardit gak marah. Awas aja kalau lo ulangi lagi, gue gak segan-segan buat mecat lo!" ucapnya dengan nada galak.
Rindai langsung bergidik ngeri begitu mendengar ancaman dari Bu Lea. Sebab wanita itu jarang sekali bermain-main dengan ucapannya. Dia harus ekstra sabar menghadapi tingkat kekilleran bosnya yang sering membuatnya was-was dengan membuat ancaman soal masa kerjanya di Ai Radio.
"Iya, Bu. Sorry ya. Jangan marah-marah mulu lho," bujuk Rindai sambil menenangkan. "Editan video saya udah jadi, Bu. Mau lihat atau langsung saya unggah sendiri di Youtube?"
"Unggah ke Youtube itu tugas gue," balasnya masih dengan nada galak. "Mana? Sini videonya!"
Kaki Rindai cepat-cepat keluar dari ruang meeting untuk mengambil flashdisk di atas meja kerjanya. Lalu dia kembali memasuki ruang meeting untuk menyerahkan flashdisk tersebut kepada Bu Lea.
Sambil menunggu Bu Lea selesai nonton hasil editan videonya, pikiran Rindai kembali diserbu dengan banyak pertanyaan. Mungkin setelah wanita itu selesai nonton, Rindai akan menanyakannya. Sebab dia tidak suka berada di situasi yang membingungkan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Turtle Meets A Dog
ChickLitKlien adalah manusia paling random bagi seorang marketing officer radio seperti Rindai. Entah itu soal reaksi yang muncul, bagaimana bentuk wajahnya, dan di mana keberadaan seorang klien semuanya seperti alur cerita yang unpredictable. Mencari klien...