Anamnesis

401 22 8
                                    

an.am.ne.sis /the recollection or remembrance of the past; reminiscence/

Ada dua hal yang paling Kanaya benci ketika masuk ke lingkaran setan ini. Pertama, Kanaya harus menghapal banyak kalimat yang membuat kepalanya pening setengah mati. Kanaya tidak suka menghapal, baginya, mengerjakan seratus soal matematika lebih baik daripada ini. Kedua, Kanaya lelah memandang orang-orang di sekitarnya yang kelewat ambisius. Bayangkan saja, ujian akhir semester masih sebulan lagi dan orang-orang sudah panik.

Mau tahu apa yang paling membuat Kanaya ingin membanting handphone-nya? Username line teman-temannya sudah berubah, kemudian grup line seketika menjadi kumpulan nama-nama penyakit dan yang berkaitan. Sampai-sampai jika Kanaya mendapatkan chat, dia jadi bingung sendiri. He? Acne vulgaris siapa neh?

Kanaya menghela napas panjang, matanya sudah sangat berat, tidak sanggup lagi melihat dokter yang tengah menjelaskan—ah Kanaya bahkan tidak tahu dokter itu sedang menjelaskan apa sampai tiba-tiba saja dokter itu megejutkannya.

"Itu kamu yang di barisan kedua dari belakang,"

Refleks Kanaya terbangun, menjadi lebih segar daripada tadi, kemudian memastikan bahwa tatapan dokter itu tidak mengarah kepadanya. Ya, tentu saja tidak, karena Kanaya yakin akan tingkat keberuntungannya yang tinggi.

"Alvino," dokter itu sedikit memicingkan matanya karena letak duduk cowok itu agak jauh dari pandangannya. "Bisa tolong dijelaskan tadi saya bahas embriologi apa?"

Semua orang mendadak senyap dan mengalihkan tatapannya pada cowok itu. Kalau biasanya orang-orang akan menjadi gugup ketika ditatap seperti itu, cowok itu malah nyengir tanpa dosa. Kemudian, dia melangkahkan kakinya ke depan.

"Embriologinya ini, Dok," dia menunjuk slide presentasi yang terpampang nyata.

Kanaya mendengus. Semua orang juga tahu sejak tadi dokter itu sedang membahas materi yang ada di slide. Tapi please, deh tetangga gue yang sok kegantengan, dokter itu nanya dia lagi bahas embriologi apa? Kanaya berdecak dan kesal sendiri walaupun dia saja tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dibahas.

Akhirnya begitu saja cowok itu menjadi bahan amarah dari dokter yang sedang menjelaskan. Sesi lab kali ini hampir lima puluh persen dipakai oleh dokter tersebut untuk menceramahi kita yang menurutnya terlalu santai dalam belajar beserta wejangan-wejangan yang sering Kanaya coba tapi gak pernah berhasil.

Seperti,

Ada sesuatu yang harus kalian korbankan kalau ingin menguasai semua materi, misalnya jam tidur kalian dipersempit? Bagaimanapun, gak ada orang yang bisa menangkap sepuluh apel sekaligus dengan dua tangan.

Atau,

Kalian ini seharusnya gak main Instagram atau line atau social media apapun. Waktu kalian hampir seluruhnya terbuang di depan aplikasi-aplikasi gak berguna itu.

Pernah suatu kali Kanaya menurut, dia mencoba meng-uninstall Instagramnya dan memfokuskan pikirannya pada textbook di hadapannya. Tapi guys, Kanaya gak kuat. Sambil celingak-celinguk—padahal gak ada yang melihatnya—ia mengunduh aplikasi itu lagi. Pasalnya, satu-satunya hiburan Kanaya di tengah kejenuhan ini adalah melihat-lihat akun pacarnya.

Iya, pacarnya yang jauh,

Yang ada di Korea sana.

Hiks.

Setelah sesi laboratory activity tersebut, ada waktu beberapa jam sebelum tutorial dimulai. Tutorial ini merupakan salah satu metode pembelajaran yang baru, katanya sih Problem Based Learning, tapi menurut Kanaya, bukannya memecahkan masalah, tutorial ini justru memperbanyak masalah hidupnya.

YOUR FUTURE DOCTORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang