Reservoir
res·er·voir (n): /a supply or source of something./
Langit sudah mulai gelap ketika Kanaya melangkahkan kakinya keluar dari fakultasnya. Tangannya pegal-pegal seakan ada sesuatu yang bergantungan di sana. Kanaya memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, kemudian meregangkan badannya. Kanaya kira membantu Daffa tidak akan membuatnya selelah ini, tapi ia salah. Yah, setidaknya ia sudah membuat Daffa tidak marah-marah lagi soal dekorasi yang ditinggalkan di H-2 acaranya.
"Tok! Tok!"
Kanaya menghentikan langkahnya, mengernyit aneh mendengar suara yang jelas-jelas dikeluarkan oleh mulut manusia itu, ia menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu membalikkan tubuhnya ke belakang tapi tidak ada siapa-siapa. Ia ngeri sendiri, terlebih kemarin dia baru saja menonton drama-drama yang bikin dia ketakutan setengah mati.
"Lo temennya Arka—"
"Astagfirullah, sedikit lagi gue lengah kayaknya udah mati jantungan!" Kanaya mengusap-usap dadanya kaget, terutama setelah melihat sosok laki-laki—yang tidak tersenyum sama sekali itu—tengah bersedekap di depannya sambil memiring-miringkan kepalanya.
Dia ini lagi mejeng atau apa? Nyadar gak sih kalau gak usah begitu pun dia udah ganteng? Kanaya membatin, lalu melengos, berusaha jual mahal di hadapan orang ini.
"Ini orang lho,"
"Kata siapa kucing?"
"Oh jadi gue mirip kucing, ya?" Dia terkekeh, "Lucu, dong."
"Kak Al—"
"Gue gak suka dipanggil Al. Satu, namanya kayak anaknya Ahmad Dhani. Dua, gue lebih ganteng dari yang gue sebutkan tadi. Panggil gue Kena," jawab orang itu sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya.
Kanaya bengong, kayaknya Kak Kena ini habis tersambar petir di perjalanan pulang mengantar Arka waktu itu, Jelas-jelas saat pertama kali ketemu dia mengabaikan Kanaya dan membuat Kanaya kehilangan harga diri. Tapi sekarang dia malah muncul tiba-tiba dan ngajak kenalan pula.
Kanaya hendak menyambut uluran tangannya, tapi Alkena segera menariknya cepat membuat Kanaya berdesis sebal. "Kak Kena—"
"Lo tahu apartemennya Arka di mana? Gue mau ke sana."
"Bujubuneng, Kak Kena ini kakaknya Arka apa bukan, sih? Masa gak tahu apartemen adiknya sendiri? He?" Kanaya menghela napas, berusaha sabar. Kanaya mengira kakaknya Arka yang satu ini juga pendiam seperti Alvaro, tapi ternyata ia salah. Salah besar. Kalau kepribadiannya memang begini, kenapa Alkena dan Arka harus secanggung itu?
"Ya kan gue gak pernah kesana, Maya!"
"Naya! Bukan Maya!"
"O—sorry, gue dengernya Maya waktu itu," jawabnya. "Ya udah sekarang tunjukin deh ke mana jalan apartemennya Arka." Alkena memimpin jalan menuju mobilnya yang terparkir sembarangan di pelataran FK lalu membukakan pintu untuk Kanaya.
Kanaya masuk ke dalamnya. Mobilnya benar-benar polos tanpa aksesoris apa pun di dalam sana. Kanaya jadi agak meragukan, jangan-jangan foto-foto temannya yang di Instagram bukan betul-betul temannya? Agak aneh juga kalau Alkena ikut grup yang seperti itu tapi kepribadiannya terlihat baik-baik saja—bahkan menyebalkan sedikit.
Saat mobil sudah melaju menuju ke jalan raya, Kanaya baru membuka suara, "Kok tumben sih kalian semua jenguk Arka? Dua hari yang lalu Kak Varo, sekarang Kakak. Ada apa? Bukannya kalian gak peduli sama Arka?" Tanya Kanaya, Ia kemudian menutup mulutnya cepat menyadari kalimat yang dikeluarkannya agak sembarangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR FUTURE DOCTOR
Teen Fiction(n):/seseorang yang memiliki hati, cinta, dan kepedulian yang lebih luas dari dunia, terutama untukmu./ Tentang belajar, gagal, dan bangkit kembali; Tentang jatuh dan harus bangun di saat yang bersamaan; Tentang menguatkan dan merelakan; Dan tentang...