Dari Gavin Sakha Erlangga.
Saya harap kamu nggak berpikir kalau saya hanya singgah dan nggak berniat untuk sungguh.
Saya nggak begitu.
Kita saja yang terlalu rumit untuk menjadi.
"Gio panas lagi, A!"
Gavin menghentikan langkahnya, menoleh dan mendapati Bu Ajeng-salah satu pengurus panti asuhan ini-mengejarnya dengan muka panik. Bu Ajeng tampak terlihat takut dengan ekspresi yang dikeluarkan oleh Gavin. Memang, sedikit banyak Gavin agak kesal, karena dia baru saja akan berangkat menuju sekolah. Namun setelahnya, raut mukanya tampak berubah menjadi gusar. Jelas sekali ada guratan kekhawatiran di sana.
"Gio di mana, Bu?"
"Di kamarnya-"
Tanpa menunggu lanjutan kalimat Bu Ajeng, Gavin segera berlari menuju kamar Gio hanya untuk melihat anak itu sedang meringkuk di sudut kasur. Tubuhnya menggigil. Tanpa pikir panjang, Gavin segera menggendong Gio. Bertiga-bersama Bu Ajeng-mereka menuju rumah sakit terdekat.
Pemeriksaan Gio tampaknya butuh waktu lama. Gavin menunggu di luar ruangan dengan kaki yang dihentak-hentakkan. Anak itu memang bandel, sudah tahu dia sangat sensitif terhadap perubahan suhu tapi malah hujan-hujanan kemarin.
"Dok, sepertinya Bu Ratna yang tadi melakukan tes darah harus dirujuk."
Lamunan Gavin terbuyarkan oleh suara seorang perawat yang berhenti tepat di depannya. Di hadapannya, seorang laki-laki dengan jas putih terlihat mengerutkan kening, lalu menjawab, "Ada yang salah dengan hasil tesnya?"
"Sel darah putihnya meningkat secara abnormal," jawab perawat itu. "Dari bagian patologi anatomi bilang kemungkinan ada keganasan. Mereka butuh second opinion dari rumah sakit pusat, lalu menentukan jenisnya."
"Gak perlu. Biar saya lihat," jawab dokter itu. "Kalau Bu Ratna dirujuk ke sana, akan lama sekali dapat kamar. Tindakannya juga bisa terus ditunda dan malah membuat segalanya semakin buruk. Dia bisa selamat, setidaknya kalau segera ditindak di sini-"
Gavin melenguh, tersenyum kecil. Seandainya waktu itu ibunya mendapatkan dokter seperti orang yang berada di hadapannya sekarang, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Gavin masih ingat bagaimana hingar bingar rumah sakit itu justru membunuh ibunya.
"Tidak bisa, Pak. Di sini sudah tidak ada kamar kalau bapak menggunakan askes."
"Tidak ada dokter yang bisa menangani penyakit ini, Pak."
"Lebih baik dirujuk ke pusat, Pak."
"Kamarnya habis, Pak."
Gavin masih kecil waktu itu. Tapi, ingatan tentang penolakan rumah sakit yang berujung pada kematian ibunya begitu jelas. Lalu setelah itu, hal paling menakutkan yang terjadi di hidupnya datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR FUTURE DOCTOR
Teen Fiction(n):/seseorang yang memiliki hati, cinta, dan kepedulian yang lebih luas dari dunia, terutama untukmu./ Tentang belajar, gagal, dan bangkit kembali; Tentang jatuh dan harus bangun di saat yang bersamaan; Tentang menguatkan dan merelakan; Dan tentang...