se.ro.to.nin /chemical produced naturally in your brain that affects the way you feel, for example making you feel happier/
"Daffaaaa! Buruan ih, kalau gak gue dobrak nih pintu kamar mandi lo!" Kanaya mengetuk pintu dengan ganas, matanya tidak pernah terlepas dari jam dinding yang bertengger di kamar Daffa. "Ya udah gue berangkat duluan!"
"He sejak kapan lo jadi mesum gitu? Lagian apaan sih ini baru jam setengah tujuh, Naya!" Suara dari dalam sana sedikit teredam oleh bunyi air yang berjatuhan dari shower. Bukannya menghentikan tradisi mandi satu jamnya, Daffa malah meneruskannya, bahkan masih terdengar bagaimana ia menggosok giginya dengan begitu lama.
"Lo mau duduk di paling depan?!"
"Ya mau lah. Gak apa-apa, semua tempat duduk tuh sama aja!"
"Oh jadi lo mau jadi korban pertanyaan dokter?" Kanaya mendengus, "Ck, mending kalau lo tuh bisa jawab pertanyaannya dan gak malu-maluin angkatan....,"
"IYA IYA INI GUE KELUAR!"
Kanaya tersenyum senang dan dengan santainya bersandar di pintu kamar mandi sambil masih memandangi jam. Bukan apa-apa, di hari lecture seperti ini, berebut tempat duduk sudah seperti hunger games. Siapa cepat, dia dapat. Pernah suatu kali—lagi-lagi gara-gara Daffa, mereka duduk di baris paling depan dan menjadi korban beberapa dokter yang mengajar.
Untungnya korbannya itu Daffa.
Tapi kan dia gak bisa jawab dan tetap aja malu-maluin Kanaya yang ada di sebelahnya.
Pintu kamar mandi berderak terbuka dan membuat Kanaya hampir terjengkang kalau saja tangan besar Daffa tidak menahannya cepat. "Yeuu, bego kenapa malah berdiri di sana?" Dengan santai, Daffa mengeringkan rambutnya dan duduk di tepi tempat tidurnya, membuat Kanaya bengong beberapa saat.
"Kenapa? Baru menyadari gue ganteng?"
Kanaya mengerjap. Bagaimana bisa Daffa dengan santainya bertelanjang dada di depannya? "Bukan!"
"Terus?"
"Kenapa lo santai banget, sih?" Kanaya mendengus, cemberut, kemudian duduk di sebelah Daffa. "Gue belum makan. Rencananya nanti kalau kita udah sampe ruang lecture, gue mau beli onigiri dulu sebelum mulai. Kalau gue dateng jam segini, yang ada gue dapet dua kesialan. Satu, duduk di depan. Dua, gak sarapan."
"Ck, iya-iya," Daffa beranjak dari tempat tidurnya, kemudian memilih baju yang akan dipakainya. Diam-diam dia ingin tertawa kencang karena berhasil menjahili Kanaya. "Lo mau di situ terus? Mau liat gue ganti baju?"
Kanaya tidak menjawab dan langsung keluar dari kamar Daffa begitu saja. Hal yang pertama dilihatnya adalah Anisa yang tersenyum cerah, "Daffa memang begitu. Kalau gak ada kamu, paling dia berangkat jam delapan kurang sepuluh menit."
"Terus....Tante gak marah?"
"Ya, kenapa harus marah?"
"Hmm, biasanya Mama marah kalau aku lelet, jadi ya...kalau Tante gak marah, aneh aja gitu," Kanaya mengerucutkan bibirnya.
Anisa tertawa, "Ya, kalau telat kan itu salah dia sendiri, yang penting Tante udah mengingatkan, udah bikin sarapan pagi-pagi. Kalau telat yang menanggung akibatnya sendiri ya Daffa. Sama halnya dengan soal belajar. Kalau Daffa mau nilainya bagus dan jadi dokter yang baik, dia pasti mengerti kalau belajar adalah kewajibannya. Gak perlu disuruh lagi," jawab Anisa, kemudian mengajak Kanaya untuk duduk di kursi makan.
Anisa menegakkan duduknya, dan dengan tatapan yang seakan mengintimidasi Kanaya, beliau berkata, "Daffa itu gimana di kampus?"
Kanaya hampir tersedak salivanya sendiri karena ia paling tidak suka ditanyai tentang itu oleh siapa pun. Bisa-bisa, yang keluar dari mulut Kanaya adalah sikap-sikap Daffa yang menyebalkan dan buruk—walaupun ia gak bisa menyangkal kalau kepribadian Daffa sangat disukai banyak orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR FUTURE DOCTOR
Teen Fiction(n):/seseorang yang memiliki hati, cinta, dan kepedulian yang lebih luas dari dunia, terutama untukmu./ Tentang belajar, gagal, dan bangkit kembali; Tentang jatuh dan harus bangun di saat yang bersamaan; Tentang menguatkan dan merelakan; Dan tentang...