Tachycardia

210 18 2
                                    

Tach.y.car.di.a /an abnormally rapid heart rate/

Suara angin yang menabrak jendela kamar Kanaya dengan kencang membuat Kanaya terbangun. Dia mengangkat kepalanya dari meja belajar dan tertawa sendiri ketika mendapati air liurnya menempel pada pipi. Iya, dia tertawa sendiri.

Gila, pikirnya.

Gue udah gila.

Apa cuma gue yang jadi gila kalau mau ujian?

Kanaya menghela napas kencang, memundurkan kursinya dan bangun untuk meregangkan diri. Jam menunjukkan pukul satu malam, udara dingin kian membuat bulu kuduknya meremang. Cepat-cepat ia menutup jendela, tapi samar-samar ia bisa melihat salah satu lampu di rumah seberang masih menyala. Kanaya mencibir, masa iya Daffa masih belajar?

[Daffa]

Cuy.

Gue gak ngerti.

Baru belajar dua kasus, gimana ini?

Nayaaa

Kanayaaa

☹☹☹

Jahat lu.

"HAH? DUA KASUS? GILA APA?" Kanaya berteriak sendiri ketika memandangi pesan yang mampir ke handphone-nya sekitar dua jam yang lalu. Pandangannya terlalu kabur untuk melihat ke seberang sana—untuk melihat apakah Daffa sudah tidur sekarang. Hujan perlahan mulai turun dan perasaan Kanaya menjadi makin tidak enak.

Kanaya menyalahkan dirinya sendiri karena dia tertidur plus dengan air liur yang masih berbekas. Ia menekan salah satu kontak di handphone-nya, berusaha untuk tersambung dengan Daffa.

Nomor yang anda tuju tidak menjawab....

Kanaya mendengus, takut kalau Daffa akan kenapa-kenapa besok. Mungkin terdengar berlebihan, tapi percayalah ujian besok memang semenakutkan itu. Kalau ada anak FK yang gak deg-degan sendiri mendengar kata SOOCA, mungkin dia kelewat jenius, dan Kanaya gak tahu apa orang semacam itu memang ada.

Atau mungkin Arka seperti itu.

Mungkin mudah bagi dia mendapatkan nilai seratus tanpa harus begadang semalaman selama satu bulan seperti Kanaya. "Daffa! Angkat kenapa sih?! Susah amat apa ya denger nada dering handphone lo sendiri?"

Kanaya mungkin seperti orang gila yang sekarang marah-marah kepada handphone-nya sendiri. Ia mondar-mandir, sesekali menghapal Final Concept Map yang sudah ia hapal berhari-hari, tapi Daffa tidak kunjung membalas.

Tiba-tiba ide gila muncul di benak Kanaya. Ia—sekali lagi—memandang jam dinding, menyadari bahwa waktu empat jam bisa dimanfaatkan dan tidak boleh berlalu begitu saja. Setelah meyakinkan dirinya dengan ide gila itu, ia mengambil buku-bukunya sekaligus payung biru kesukaannya, berjalan mengendap-ngendap menuruni tangga, berharap Papa dan Mama-nya terlalu lelah untuk terbangun.

Ia kembali tertawa sendiri ketika berhasil keluar dari rumah tanpa menimbulkan suara. Kanaya memandang sangsi ke arah rumah Daffa. Sekarang apa? Dia mau teriak-teriak memanggil nama Daffa di tengah hujan seperti ini?

Sepertinya iya. Gak ada pilihan lain.

Lalu setelah berlari menembus hujan menggunakan payungnya, ia memencet bel rumah Daffa kencang. Agak lama sampai Pak Joko—satpam rumah Daffa—terbangun dan menyadari kehadiran Kanaya.

Kanaya menghela napas ketika Pak Joko malah memandangnya sambil berkedip berkali-kali. "K—kamu siapa? Kenapa kamu menghantui saya?! Saya salah apa?! Saya belum mau mati!"

YOUR FUTURE DOCTORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang