9. Sakit

17.1K 890 39
                                    

Dentingan ponsel membuat Cahaya terbangun dari tidurnya. Mengusap mata sebentar, kemudian mengecek ponselnya.

Dandi Ganteng is calling..

Sebelum mengangkat, Cahaya melihat jam weker diatas nakas samping tempat tidurnya.

02:17

"Halo?!"

"Aya, aku sakit."

"Yauda sini."

"Tapi aku sakit Yaa."

"Gue cewek Dan. Lo mau gue digodain preman-preman malam terus diperkosa?"

"Ih apaan sih Ya? Ngelantur. Yauda aku otw."

"Jangan lupa pake jaket yang tebel, pake sweater, syal juga kalo perlu, diluar dingin. AC mobil dimatiin."

"Bawel."

"Yauda gausah kesini."

"Eh engga yang."

Cahaya bangun dari tidurnya kemudian berjalan gontai memasuki kamar mandi. Mencuci muka kemudian kedapur untuk membuat minuman hangat untuk kekasihnya.

Nyusahin, untung sayang.

Saat sakit, Dandi memang memilih untuk mengadu pada Cahaya daripada ibunya. Salah satu alasannya adalah karena ibunya berada dikampung halaman.

Dan Dandi lupa halaman berapa.

Suara pintu apartmen terbuka, menampilkan Dandi dengan wajah pucat dan jaket tebal yang membungkus tubuhnya.

Sepasang tangan kekar sudah menempel dipinggang Cahaya. Terikat erat seolah takut kehilangan.

"Gue gabisan napas oi"

Tidak ada acara lepas pelukan. Dandi hanya melonggarkan pelukannya sambil terus membenamkan wajahnya diceruk leher Cahaya.

"Badan kamu panas banget. Kekamar yuk, mau puk-puk?" Dan Dandi hanya mengangguk.

Ini adalah hal yang paling disukai Dandi saat dirinya sakit. Manja dengan Cahaya, selalu berdua dengan Cahaya didalam kamar. Bukan apa-apa, hanya saja Dandi selalu ingin diberi kasih sayang oleh Cahaya. Hanya dalam kondisi berdua.

Dandi hendak melepas jaket tebal yang dia pakai ketika Cahaya memegang lengannya, "Gausah dilepas. Dingin."

Dandi hanya bisa menurut karena dibanding ibunya, Cahaya lebih bisa mengerti keadaan dirinya. Lebih bisa membuat seorang Dandi tunduk dengan kalimat Cahaya. Itu sebabnya ibu Dandi sudah melimpahkan semua tentang Dandi kepada Cahaya.

"Titip Dandi ya Ya, ibu tau kamu pasti bisa bikin Dandi jadi lebih baik. Ibu udah ga tahan sama dia yang nakalnya minta ampun. Mau dibilangin sampe mulut ibu berbusa juga dia gabakal nurut."

Dan Cahaya berusaha menyanggupinya.

"Aya, sini." Kata Dandi dengan menepuk kasur disebelahnya yang masih kosong.

"Minum dulu sini, biar anget."

Meminum teh hangat buatan Aya sudah dilakukan Dandi. Cahaya meletakkan sebuah handuk kompres ke jidat Dandi walau sebenarnya sempat ditolak mentah-mentah oleh pria itu.

Kaya anak kecil, katanya.

"Dongengin Ya." Rengek Dandi sambil memajukan bibir.

"Gamau, tidur atau gue bakal ni--"

"--nidurin aku?"

"Nimpuk pala lo pake lampu tidur. Tidur Dan! Udah malem."

"Pengen cium Ya."

"Yaudah, emang kenapa?"

"Ish, tolol banget pacar gue. Kan aku lagi demam, nanti kamu bisa ketularan."

Kesannya gue yang ngebet cium, apasi.

"Yauda, langsung tidur aja ya?"

Dandi hanya merengut sebagai jawaban. Walau pada akhirnya acara puk-puk itu tetap ada dan bahkan Cahaya mengelus rambutnya dengan penuh sayang, Dandi tetap tidak tenang karena belum mendapat ciuman selamat malam.

Ya, semoga besok dia sudah sembuh hingga bisa mencium bibir pacar yang entah kenapa kali ini menggoda dunia akhirat.

---

Akhirnya setelah loading otak selama 8 windu, gue update lagi wkwk. Ramein yaaa

My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang