ㅡBacanya pelan-pelan sambil dihayati:)ㅡ
Orang-orang mulai berdatangan buat menenangkan orang yang masih fokus buat nonjokin lawannya. Sedangkan Cahaya, cewek itu cuma bisa ngelihatin 2 orang itu dengan otak yang berusaha mencerna kejadian ini.
"Udah nak! Kasian masnya."
"Mas udah mas, nanti kamu bisa dilaporin loh."
"Ya Allah jangan berantem mas. Sadar!"
Suara orang-orang yang berusaha melerai pertengkaran itu memenuhi cafe. Juga memenuhi telinga Cahaya yang masih ketakutan. Cahaya ngepalin tangannya erat. Berusaha memberanikan diri buat terjun ke perkelahian antara 2 orang yang dia kenal itu.
"Dandi berhenti!" Pekik Cahaya sambil menarik lengan Dandi untuk menjauh. Berhasil.
Nafas Dandi engga beraturan, tatapan tajamnya masih dia tujukan untuk cowok yang terbaring kesakitan disitu. Matanya menyiratkan rasa marah, kecewa, dan juga cemburu. Pukulan dia yang membabi buta bikin Satya kehilangan kesadarannya.
Cahaya yang lihat itu segera bertindak, "Bapak-bapak, tolong bawa teman saya ke rumah sakit. Saya yang akan urus dia nanti. Tolong ya pak." Kata dia ke beberapa orang disana.
"Iya neng." Kemudian Satya segera dibawa keluar oleh beberapa orang disana.
Dandi?
Cowok itu diseret Cahaya untuk ikut keluar dari tempat makan itu. Cahaya marah, tentu. Untuk kali ini dia ga bisa toleransi rasa cemburu Dandi. Dia bawa cowoknya itu ke parkiran yang lagi sepi.
Untung, karena Cahaya bakal ungkap kekesalannya disini.
Dandi cuma diam sambil natap ke arah lain. Dia masih marah, ga mungkin engga. Tapi dia juga ga tega ngelihat Cahaya yang udah mulai terisak kaya gini.
"Lo apa-apaan?" Tanya Cahaya pelan tapi menuntut.
"Kamu yang kenapa?" Tanya Dandi balik masih berusaha menetralkan nafasnya. Tatapan yang awalnya tertuju disebelah Cahaya, sekarang beralih ke bawah. Lihatin tanah lebih baik daripada liat mata pacarnya untuk saat ini.
"Gue? Gue ketemu sama sahabat gue. Kenapa? Ngga terima? Cemburu?" Kata Cahaya beruntun sambil menatap Dandi yang nundukin kepalanya. Suaranya udah ngga karuan, air matanya masih terus keluar dan ngga mau berhenti.
Cewek yang selama ini selalu diem kalo diapa-apain sekarang mulai berontak. Pacarnya yang dulu cuma bisa pasrah kalo dilarang ini-itu sekarang kayanya mulai menuntut kebebasan dia.
Ngeliat Cahaya yang marah sambil nangis ngiris hati Dandi. Beneran. Biasanya Cahaya kalau marah cuma diem aja, ngga pernah sampe ngelawan kaya gini.
Tapi, orang pendiem kalau udah marah itu ga main-main.
Dandi menghela nafas pelan. Deru nafasnya sudah agak beraturan dan dia beranikan diri buat natap Cahaya walau dia tau hatinya bakal sakit karena lihat Cahaya nangis. Dan dia penyebabnya.
"Aku gaㅡ"
"APA?!" Teriak Cahaya tiba-tiba bikin hati Dandi meringis. Dia ga pernah lihat Cahaya se-emosi ini. "Mau bilang kalau lo ga maksud nonjok dia?" Lanjutnya.
Isakan Cahaya masih terdengar saat dia baru aja teriak kaya gitu. Itu menyakitkan buat Dandi, tapi ego nya masih bilang kalau hal yang dia perbuat itu udah termasuk benar untuk cowok pencemburu kaya dia.
"Lo berlebihan Dan! Childish! Selalu ga mau pikir panjang kalo berbuat sesuatu." Cahaya menghela nafas pelan. "Lo tau? Selama ini gue selalu berusaha sabar sama sikap lo yang over! Lo terlalu membatasi pertemanan gue! Dalam 4 tahun sama lo, gue ga pernah punya temen cowok dihidup gue. DAN ITU KARENA LO YANG SELALU LARANG GUE!"
Dandi kembali menundukan kepala dia. Sadar kalau ternyata hal yang selama ini dia lakuin bikin Cahaya punya beban sendiri. Dia diam dalam tunduknya. Masih pengen dengerin hal selanjutnya yang bakal Cahaya ungkapin
"Lo selalu larang gue deket sama semua cowok. Kenapa? Ngga percaya sama gue? Ngga percaya sama perasaan gue ke elo sampe lo berpikiran gue bakal selingkuh?" Cahaya menjeda sebentar ucapannya. "Lo pikir gue murahan?"
Dandi mendongak dan menggeleng, dia berusaha mendekati Cahaya yang malah memundurkan dirinya. Seperti berusaha membuat tembok pembatas untuk mereka.
"A-aku engga pernah kepikiran buat kaya gitu Aya."
Kini giliran Cahaya yang menundukan kepalanya. Tidak menatap Dandi lagi seperti yang selalu dia lakukan ketika berbicara dengan kekasihnya.
"Terus apa? Lo selalu bikin gue dipandang introvert sama orang-orang sekitar. Tiap gue berusaha deketin temen cewek, mereka selalu nyinyirin gue Dan! Ngatain gue sok jual mahal sama cowok." Cahaya kini mendongak. "Gue merasa diasingkan. Lo tau?!" Tekan dia.
Dandi diam. Apa lagi? Selama ini dia engga pernah sadar udah bikin Cahaya kesiksa di kehidupan sosial pacarnya.
Ah, bahkan buat sebut Cahaya 'pacarnya' itu rasanya terlalu kejam.
"4 tahun gue bisa hadapi itu. Lo selalu larang gue buat komunikasi sama cowok manapun. Bahkan lo ga ngebolehin gue satu kelompok sama cowok lain! Kenapa? Gue juga ga bakalan selingkuh cuma karena temenan sama mereka...Cuma lo yang selalu egois!" Cahaya mengusap air matanya kasar lalu menunduk untuk menetralkan detak jantungnya.
"Dan kali ini, lo udah nyakitin sahabat gue. Dia temen yang udah hadir sebelum elo datang ke hidup gue. Dia yang udah nemenin gue sebelum elo. Lo ga tau berharganya dia buat gue Dan! LO GA PERNAH TAU KARENA LO TERLALU NUTUP TELINGA UNTUK HAL ITU."
Itu teriakan terakhir Cahaya sebelum dia membalikkan badan pergi meninggalkan Dandi yang mulai menghembuskan nafas kasar juga menundukan kepala dia dalam. Dia nangis dalam diamnya. Dia kecewa sama dirinya sendiri yang ternyata selama ini cuma nyakitin cewek yang dia sayang.
ㅡto be continued
gue ngetik sambil dengerin lagu wanna one yang beautifull pt.2 dan gue sukses nangis:(
kalian gimana? b aja?

KAMU SEDANG MEMBACA
My Boy
Teen Fiction[ SUDAH SELESAI✓ ] Cover by @JWLinTheCrown ©hykaaz9, Mei-2019