• s e b e l a s •

42 5 0
                                    

Sebelum Red menyadari kehadirannya, Navy langsung menunduk dan memandang buburnya. Batinnya dengan gusar berdoa agar Red tidak menyadari kehadirannya. Jantungnya berdegup kencang sampai-sampai wajahnya memanas.

Sayangnya, Tuhan kembali tidak berpihak padanya. Di tengah kesibukan mengaduk buburnya, Red justru mengambil kursi kosong di sebelah kanan Navy. Dari tempatnya duduk, aura Red memancar kuat hingga membuat gadis itu merinding.

Merinding dalam artian salah tingkah, bukan karena ada setan.

Laki-laki itu tidak mengatakan apapun, begitu pula dengan Navy. Gadis itu menyuap buburnya besar-besar agar cepat habis sehingga dia bisa pergi dari sini. Namun di tengah usahanya menghabiskan makanannya, suara ringan itu bergema.

"Setau gue, makan cepat-cepat itu enggak baik. Sistem pencernaan lo harus bekerja ekstra untuk cerna makanannya. Enggak kasihan sama diri lo?"

Bagaikan sihir, suara itu membekukan Navy. Sesendok besar bubur terhenti tepat sebelum masuk ke dalam mulutnya yang sudah setengah menganga. Bola mata gadis itu melirik--perlahan--ke kanan dan mendapati bola mata kecokelatan Red sudah menatapnya terlebih dahulu.

Navy yakin jika dia sedang mengunyah kala itu, mungkin dia akan menyembur.

Setelah cukup lama saling bertukar tatap, Navy segera mengontrol raut wajahnya. Kemudian berpikir cepat untuk meresponsnya, sekalipun responsnya terdengar sumbang.

"Ah, makasih nasihatnya." Itu adalah satu-satunya respons yang terpikirkan olehnya.

Sangat kaku dan aneh.

Gadis itu semakin yakin Red memang memiliki keahlian membekukan lawan bicaranya, khususnya seorang gadis yang bernama Navira Chendra. Dalam hati, Navy merutuki kebodohannya saat merespons nasihat Red barusan. Berharap laki-laki di sebelahnya tidak memandang Navy adalah gadis teraneh yang pernah ditemui.

Tapi, di luar dugaan, Red justru tertawa. Tidak sampai terbahak-bahak, tapi cukup kencang.

"Well," dia menghela napas guna meredam tawanya. Sambil mengaduk buburnya, dia bersuara. "Setahu gue FKG lebih pro kalau tentang sistem mastikasi." Kali ini gestur yang dia lakukan adalah mengusap dagu sambil berpura-pura berpikir sebelum akhirnya kembali berkata, "jadi, menurut gue, seharusnya lo tahu idealnya berapa kali pengunyahan terhadap suatu makanan sebelum ditelan."

Jujur saja, Navy malu dan jengkel mendengarnya. Malu karena Red telah menyerangnya tepat sasaran. Jengkel karena Red membawa nama fakultas kemudian berlaga sok berpikir. Namun, rasa malu—dan didukung salah tingkah—lebih menggerogoti dirinya sehingga mulut gadis itu hanya terdiam sambil menyuap buburnya lagi.

Melihat kebisuan Navy, Red menghela napasnya. "Gue cuma bercanda," ujarnya, namun gadis itu masih belum berksta apapun. "Gue juga enggak ingat berapa kali idealnya mengunyah suatu makanan. Dan gue juga sering makan buru-buru."

Red menatap Navy. Raut gadis itu sedikit melunak. Tapi, masih belum merespons-nya.

"Navy?" panggil Red pada akhirnya, memastikan bahwa roh gadis itu masih ada di tempat.

Namun bagi Navy, mendengar Red memanggil namanya justru membuat rohnya seakan-akan ingin lepas dari tubuhnya saking bahagianya dan salah tingkah.

Tapi....

Dia tahu dari mana namaku adalah Navy?[]

• • •

Mastikasi itu artinya pengunyahan ya. Itu istilah kedokteran dan aku lupa untuk buat side note. Hehehe.

Semoga semakin suka sama cerita ini.

Jangan lupa komen, vote, dan sebarkan ya ♥️

I Wrote This at Midnight✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang