• d u a b e l a s •

38 5 0
                                    

Roh Navy sudah kembali ketika Red menjentikan jarinya beberapa kali di hadapannya. Dia menerjap beberapa kali sebelum bertanya, "sori, lo ngomong apa tadi?"

Tentu saja, pertanyaan itu membat Red tergelak. Navy bisa merasakan rasa panas menjalari tubuhnya dan hingga di pipi. Red tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lupakan, enggak penting." Dia berkata demikian dengan tangan kanan menyendok bubur dan tangan kiri yang dikibas-kibaskan. "Mending lo habiskan buburnya sebelum jadi air."

Kali ini, Navy mendengar seluruh perkataan Red. Tanpa memberikan respons verbal, dia kembali melanjutkan sesi makannya dengan jantung berdetak tidak normal. Degupnya terasa amat kencang hingga mampu menabrak tulang rusuk yang menjaga organ tersebut. Mungkin jika tidak ada tulang rusuk, jantung Navy bisa saja tiba-tiba melompat keluar.

Keheningan tercipta di atmosfer mereka. Membiarkan suara orang-orang berlalu lalang, dentingan alat makan, dan kendaraan menghiasi keadaan.

Satu hal yang terpikirkan oleh Navy selama menghabiskan makanannya. Dia tidak menyangka bahwa Red adalah sosok laki-laki yang cerewet.

Sebab, saat ini, Red sudah mengajaknya berbicara lagi.

"Lo sering ke sini?" tanyanya, dan dijawab anggukan kepala oleh Navy. "Kok gue jarang lihat lo, ya?" Kali ini, Navy menjawab dengan kedikan bahu.

Raut wajah Red seketika berubah jengkel. Alisnya bertaut dan keningnya berkerut cukup dalam. "Lo lagi sakit gigi atau gimana? Dari tadi cuma gestur doang."

Bisa dikatakan Navy terkejut dengan semburan Red itu. Dia tidak menyangka bahwa sosok cool Red tidak sesuai dengan gaya bicaranya. Red memang tidak berbicara kasar, hanya saja...

Selama ini, dia selalu membayangkan Red berbicara dengan nada kalem dan sopan, bahkan hanya menggunakan aku-kamu atau mungkin saya-kamu.

Andai saja Navy tidak ingat tentang patah hatinya melihat Red dengan seorang gadis, mungkin Navy akan mencoba angkat suara mengobrol dengan laki-laki itu.

Ah! Ya! Perempuan itu!

Untuk kali pertama sejak respons 'makasih' yang terjadi beberapa memit lalu, Navy berbicara. Tapi bukan untuk menjawab pertanyaan Red.

"Cewek lo mana?" tanya Navy spontan. Sementara itu, batin dan logikanya kompak merutuki betapa bodohnya pertanyaan itu setelah meluncur bebas dari mulutnya.

Dahi Red yang sudah mengerut, semakin mengerut. Matanya bahkan memicing menatap Navy penuh telisik seolah-olah Navy adalah penguntit.

Yah, secara tak langsung, mungkin dirinya adalah penguntit.

Kali ini, Navy lah yang berdeham tidak nyaman kemudian meminta maaf. "Sori, gue enggak bermaksud. Gue cuma—"

"Sebenarnya, enggak masalah lo tanya begitu," potong laki-laki itu, "kalau lo tanya ke orang yang memang beneran udah punya pacar dong," sambungnya.

Butuh waktu beberapa detik bagi Navy memahami kalimat Red yang—menurutnya—berantakkan itu. Tapi beruntungnya, otaknya belum begitu dibekukan total oleh Red karena dia bisa oaham maksud Red barusan.

Jadi, cewek kemarin bukan pacarnya? Terus, siapa dong?

Kemudian, sisinya yang lain membalas pertanyaan di atas, ya lo tanya dong ke dianya langsung. Tanya sama diri lo lagi mah enggak bakal terjawab.

Dan Navy mengikuti apa kata sisinya yang lain itu.

"Uhm, terus," Navy ragu sejenak, sementara Red terlihat menanti Navy untuk melanjutkan perkataannya. "Cewek yang kemarin...?"

"Kemarin?" tanya Red mengkonfirmasi, dan dijawab anggukan oleh Navy. "Oh, itu...."[]

• • •

Itu siapa hayo?

Ini to be continue versi sinetron banget gak sih? 😂

Aku kok ngakak sendiri(?)

I Wrote This at Midnight✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang