Matahari diatas sana begitu terik. Panas. Itulah yang gadis itu rasakan. Berdiam diri di bangku taman dengan masih menetralkan pikirannya. Beberapa menit yang lalu gadis itu dikejutkan dengan penuturan seorang dokter yang menanganinya.
"Pasien nomor 14. Silahkan masuk"
Gadis itu masuk dengan wanti-wanti.
"Silahkan duduk. Namamu Park Sana?" Dokter yang bernama Yoon Jeonghan itu menulis sesuatu dikertas yang ada diatas mejanya.
"Ya. Nama saya Park Sana, dok" jawab gadis itu—Park Sana.
Jeonghan melirik Sana, "Kau kelihatan masih muda, berapa umurmu?"
"Umurku 23 tahun". Jeonghan kembali menulis sesuatu sembari mengangguk-angguk kecil.
"Umur kita sama". Ujarnya tersenyum pada Sana. "Jadi ada keluhan apa?" Tanyanya.
Sana menelan ludahnya, "Aku mual-mual" jawabnya gugup. Terlihat dari jemarinya yang saling bertautan tak teratur.
"Sudah berapa hari?"
"Dua hari"
Jeonghan bangkit dari duduknya, "Kau bisa rebahan? Biar aku periksa perutmu" ujar Jeonghan dengan menarik tirai yang menutupi tempat tidur rumah sakit.
Sana menurut dan merebahkan dirinya diatas kasur tersebut.
"Maaf sebelumnya, aku harus sedikit membuka bajumu" ujar Jeonghan sopan.
Sana mengangguk dan membiarkan Jeonghan membuka kaos yang ia kenakan hingga perut ratanya terlihat.
Jeonghan mengoleskan gel diatas perut Sana. Dingin. Itu yang Sana rasakan.
Ia mulai memeriksa dan menampilkan sebuah gambar absurd yang tidak Sana ketahui dimonitor alat tersebut.
Setelah selesai ia membersihkan gel tersebut dan menyuruh Sana duduk kembali.
"Jadi, bagaimana, Dok? Apa ada sesuatu yang salah?"
Jeonghan tersenyum dan menggeleng. Sana mengerut heran dan menatap Jeonghan dengan raut wajah bingung.
"Selamat, kau akan menjadi Ibu, Sana–ssi"
Sana tidak henti-hentinya menangis. Antara senang dan sedih. Ia bingung harus berbuat apa dan berkata apa.
Senang karena ada nyawa yang hidup dalam perutnya. Bayinya. Orang yang akan menjadi satu-satunya untuk Sana.
Sedih karena semua kosong. Orang yang sudah menumbuhkan bibit nya pada rahim Sana sudah pergi. Entah kemana.
Sana mengelus perutnya yang masih rata.
"Nak, sehat selalu ya. Jangan nakal. Mommy menyayangimu"
*****
Lelaki itu masih berkutik didepan layar laptopnya. Berkas yang ada disampingnya sangat menumpuk hingga membuatnya ingin mati saja. Sulit ya jadi CEO. Ia meringis mengingat Ayahnya yang sudah melewati itu. Hanya diam dan duduk santai dirumah.Ah, mengingat itu ia jadi merindukan rumah. Ralat. Kamarnya. Kasurnya. Tubuhnya butuh istirahat.
"Yak! Choi Seungcheol! Kau gila, huh? Kenapa black card-ku kau bekukan?"
Lelaki itu—Choi Seungcheol— terperanjat dari duduknya melihat gadis yang kini ada didepannya dengan wajah merah padam.
"Kembalikan black card-ku, Kak" ujarnya dengan penuh penekanan.

KAMU SEDANG MEMBACA
The CEO And Me✓
Fanfiction-Me Series- [ Book Series #01 ] Tentang Choi Seungcheol yang melepaskan cintanya yang berujung membuatnya kehilangan separuh hidupnya. "Maafkan aku" "Menikahlah denganku" "Aku mencintaimu" "Aku mempercayai mu dengan seluruh yang kupunya" Apa yang a...