Hari ini Seoul diguyur hujan deras.
Terlihat seorang pemuda duduk di halte bus sendirian. Jalanan begitu sepi, mungkin akibat hujan deras di siang bolong di tengah-tengah musim panas.
Pemuda tadi adalah Renjun. Sudah hampir 1 jam lalu ia duduk di halte seorang diri. Tubuhnya basah akibat cipratan hujan di sekelilingnya, kepalanya menunduk sedangkan tangannya menggenggam tali tasnya erat. Dari belakang, punggung sempit itu tampak bergetar, bukan karena kedinginan melainkan karena menangis.
Tidak peduli dengan angin yang bertiup kencang, hawa dingin berhasil menyentuh tulang-tulangnya. Renjun tak gentar, anak itu seolah tak merasakan apapun selain kesedihan yang mendalam di hatinya. Renjun merasa sangat putus asa pada hidupnya, bahunya tak bisa lagi bertahan memikul beban yang tiap harinya semakin bertambah berat.
Di usianya yang ke 15 tahun, Renjun harus merelakan masa-masa bahagianya dengan selalu bersikap kuat di depan semua orang. Renjun rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya agar seluruh dunia tahu, jika dia sangat lelah dan putus asa pada kehidupannya. Renjun menderita, ia berharap ada satu orang yang mencoba untuk mengulurkan tangan padanya, menariknya dan membawanya ketempat dimana ia bisa melihat cahaya terang tanpa harus berdampingan dengan kegelapan.
Selama ini, ia sendirian dan sangat kesepian. Di usianya yang masih muda, ia bahkan tak memiliki seorang teman atau bahkan seseorang yang ia percaya untuk berbagi cerita.
Berapa lama ia harus menerima akibat dari kesalahan kedua orangtuanya, berapa lama Renjun bisa lepas dari lingkaran permainan yang dibuat oleh kedua orangtuanya. Renjun hanya butuh rehat sejenak, ia tidak meminta lebih ia hanya ingin mengistirahatkan dirinya untuk sementara, kenapa sangat sulit?
Renjun merogoh saku celananya, menemukan sebuah selembar foto dirinya dan kakaknya dulu saat kecil.
Sudah 4 tahun berlalu. Tapi belum ada kabar sedikitpun mengenai kakaknya yang tiba-tiba saja menghilang. Dalam hati kecilnya, Renjun masih selalu berharap jika suatu saat sang kakak akan kembali padanya, meskipun orang-orang sudah menganggap jika kakaknya mati karena tenggelam.
"Gege.. Bagaimana kabarmu? Apa kau baik? Aku merindukanmu...Apa kau juga merindukan ku? Kenapa kau tidak kembali? Apa kau sudah tidak menyayangi ku....?" tangannya bergerak meraih sebuah gantungan kunci berbentuk Bintang. Bayangan masa lalu terlintas dibenaknya.
'Ge,ini apa?' tanya Renjun pada Junkai yang berdiri di depannya.
'Itu adalah gantungan kunci,' jawab sang kakak.
'Apa gege membelikannya untukku?' Junkai mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Renjun. 'Tentu saja, kau tau? Kenapa gege membelikan yang berbentuk Bintang?'
Renjun menggeleng, 'Karna, bagi gege Renjunie adalah Bintang. Sama seperti Bintang di langit malam, Renjunie akan selalu bersinar dan menerangi malam. Ketika gege sedang sedih Renjunie datang dan menghibur gege, memberikan cahaya baru untuk hidup gege. Sama seperti gantungan kunci itu, Renjunie akan selalu di tempatnya, di hati gege dan tidak akan ada yang bisa melepaskannya.'
"Aku merindukan gege... "
Renjun membawa gantungan kunci dan foto usang tadi kedalam pelukannya. Air matanya turun, kali ini lebih deras dari sebelumnya. Kenangan masa lalunya bersama kakaknya terus berputar, dia merindukan semua kenangan itu. Dia ingin kakaknya kembali ke sisinya.
"Junkai ge... "
"Junkai ge... "
"Huang Junkai... "
Renjun terus mengumamkan nama sang kakak,berharap kakaknya akan muncul di hadapannya dan memeluknya. Memberinya kehangatan serta menyalurkan kasih sayangnya seperti saat dirinya masih bersama dengan sang kakak dulu. "Kau mengatakan...jika aku memanggil namamu...menggunakan bintang ini maka kau...akan datang, tapi kenapa kau sekarang tidak datang?" suaranya tersendat, berlomba dengan isakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[二]HIRAETH | Noren ft.Wang Junkai✔
Fanfic[ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇ] (ɴ) ʜɪʀᴀᴇᴛʜ ᴀ ʜᴏᴍᴇsɪᴄᴋɴᴇss ғᴏʀ ᴀ ʜᴏᴍᴇ ᴛᴏ ᴡʜɪᴄʜ ʏᴏᴜ ᴄᴀɴɴᴏᴛ ʀᴇᴛᴜʀɴ, ᴀ ʜᴏᴍᴇ ᴡʜɪᴄʜ ᴍᴀʏʙᴇ ɴᴇᴠᴇʀ ᴡᴀs ᴛʜᴇ ɴᴏsᴛᴀʟɢɪᴀ ᴛʜᴇ ʏᴇᴀʀɴɪɴɢ ᴛʜᴇ ɢʀɪᴇғ ғᴏʀ ᴛʜᴇ ʟᴏsᴛ ᴘʟᴀᴄᴇs ᴏғ ʏᴏᴜʀ ᴘᴀsᴛ. WARN⚠ 📎 Content Boys Love 📎 Alternative Univers 📎 Out of Character 📎...