Aku sedang memotong bakso saat kudengar protes menyebalkan dari samping.
"Bukan gitu, Key! Motongnya dibuat pipih."
Bibirku mengerucut sebal. "Lama! Lagian dimakan sendiri juga. Bedanya apa coba?"
Gak habis pikir sama makhluk satu ini. Ribet banget urusan masak doang. Dari tadi protes terus setiap kali aku memotong bahan-bahan capjay. Penting jadi, enak, dan mengenyangkan. Emang beda cara motong bisa memengaruhi rasa, apa?
"Bedalah! Udah lakuin aja. Lama banget!"
Asem! Pengen kucincang sekalian pria satu ini. Tapi itu cuma niat aja. Aku gak mau jadi istri durhaka. Ya sudahlah, karena aku istri solehah, kuturuti saja maunya.
Beberapa menit kami berkutat di dapur, akhirnya jadilah seiring besar capjay dan bakwan jagung. Keduanya makanan favorit Gandhi. Berhubung aku pemakan segala, aku tak keberatan dengan menu yang kita masak di hari Minggu pagi yang cerah ini. Kebiasaan kita selama lima bulan menikah.
Jangan bayangkan kami adalah pasangan yang mesra, memasak bersama setiap hari libur. Nope! Aku bahkan tidak yakin kalau aku dan Gandhi adalah pasangan menikah seperti normalnya orang lain.
"Gimana? Rasanya lebih enak kan?" tanya Gandhi di tengah kami menikmati hasil memasak yang penuh perdebatan tadi.
Aku tahu dia sedang menyombongkan diri. Oke, kuakui masakan dia lebih enak dariku. Tapi muka songongnya itu lho, pengen aku tenggelamkan ke empang.
"Tapi gak ada korelasinya sama bentuk potongan kali."
"Eh, siapa bilang?!" bantahnya cepat. "Bentuk dan ukuran potongan bahan masakan bisa memengaruhi rasa. Ck! Orang awam kayak kamu ini mana tahu teori memasak."
Kampret! Menghina banget ini laki.
"Kayak kamu profesional aja!" cibirku.
"Udah, jangan ribut terus. Cepat habiskan makanannya. Setelah ini kita ke rumah ibu."
Aku mengerucutkan bibir. Hello! Dari tadi yang ngajak ribut terus siapa?
"Jangan lupa bawa ganti baju yang bagus. Sorenya kita ke resepsi nikahannya Jeni." ucapnya lagi.
"Jeni siapa?" tanyaku setelah sesaat berusaha mengingat.
"Anjani. Anaknya Budhe Yanti. Emang aku belum kasih tahu kamu?"
"Belom!" ucapku keras. Sebel banget sama sifat pelupanya. Tapi herannya, untuk urusan kerjaan sama duit, ingatannya tajam banget.
"Ya udah ini aku kasih tahu," ucapnya santai.
"Nanti malam aku ada kerjaan. Kisi-kisi UAS-ku belum selesai. Terus gimana aku ngerjainnya?"
Pekerjaanku sebagai guru Matematika di SMP. Menjelang Ujian Akhir Semester, aku bertugas menyusun Kisi-kisi soal.
"Itu buru-buru banget?"
"Besok terakhir ngumpulin."
"Ya udah. Bawa laptop aja. Nanti bisa sambil dikerjakan."
"Aku butuh konsentrasi dan tempat nyaman. Gak bisa sembarangan gitu."
Gandhi tak menjawab. Dia malah melanjutkan makannya. Mengambil sepotong bakwan jagung lagi.
"Nyebelin banget sih! Jadi kacau kan kerjaanku!"
"Nanti aku bantuin."
"Bantuin apa? Mana ngerti kamu urusan begini."
Jelas sekali, bantuan yang dia tawarkan hanya angan-angan semata. Sehari-hari pekerjaan Gandhi mengurus perusahaan meubel dan properti miliknya. Jadi, membantuku membuat Kisi-kisi soal hanyalah bualan.
![](https://img.wattpad.com/cover/179090384-288-k569815.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE - Book Of Romance Stories
Short StoryBerisi kumpulan short story bergenre mature-romance. Dan semuanya happy ending. Setiap cerita tidak saling berkaitan. ✔️ Cerita lengkap: Unexpected Couple The Sweetest Scenario One Day With You Unless We're Fated After The Light Goes Down A Woman a...