Pulang ke tanah air, kembali ke rumah setelah bertahun-tahun, Dhira pikir pertanyaan itu akan terlupakan. Bodoh! Di manapun itu, selama ia belum naik pelaminan, pertanyaan kapan nikah akan terus ia dengar. Bisa-bisanya ia lupa fakta umum itu. Menahan jengkel, ia tanggapi pertanyaan membosankan itu dengan gaya santainya.
"Bentar lagi 30 lho, Dhir! Nggak bosen ngejomblo terus?"
Lihat, kurang ajar kan? Itu pertanyaan dari sepupunya sendiri, padahal. Mentang-mentang udah punya suami.
"Kalo gue bosen, entar gue cari gandengan." Ujar Dhira santai. "Lo nggak usah ribet lah."
"Santi anaknya udah mau dua lho, Dek. Malah yg besar kelas 1. Kamu nggak pengen apa?"
"Pengen apa, Bu Dhe?" Muka Dhira polos. "Bu Dhe pengen aku punya anak duluan?" Ekspresi Dhira ganti pura-pura horor.
"Ck! Kamu ini!" Decak wanita paruh baya itu kesal. "Mbok serius sedikit, sama hidupmu."
"Lha, ini udah serius dikit. Yang banyak santainya kan." Kilah Dhira yang segera mendapat pukulan di kepalanya dari belakang.
"Yang sopan kalau ngomong!" Bentak ibunya kesal.
Putri bungsunya ini memang kelewat bebas dan santai dengan hidupnya. Apapun yang jadi inginnya, maka ia akan berusaha sepenuhnya untuk meraih. Apapun yang ingin ia ucap, tak perlu ada filter atau penghalusan bahasa. Kurang merepresentasikan makna, katanya. Beuh! Emang dasar kurang tata krama itu mulut.
Makanya, sebelum putri bandelnya itu membuat tensi darah sang budhe melonjak, ibunya langsung menyeret Dhira ke halaman samping rumah yang sepi. Kebetulan, acara keluarga itu berpusat di ruang tengah.
Melihat perempuan berkaos abu-abu kebesaran itu duduk begitu santainya, wanita paruh baya itu menghela napas panjang. Tadinya ia ingin memberi ceramah atas sikap tak sopannya tadi. Tapi melihat sang putri, niatnya ia urungkan. Dalam benaknya, sia-sia ia menasihati atau mengomel sampai mulut berbusa. Memang sudah wataknya, sulit sekali diubah. Jadilah ia ulurkan sebuah kartu nama dari dalam clutch-nya.
Dhira menerima kertas itu dengan kening mengernyit. Heran, karena ia kira akan mendapat kuliah umum dari ibunya.
"Siapa ini, Bu? Maksudnya apa?"
Masih dengan berdiri, sang ibu menjelaskan, "Antar Eyang Putrimu ke alamat itu."
Melihat sekali lagi tulisan yang tertera, Dhira kemudian bertanya, "Ini perusahaan tekstil lho, Bu. Ada urusan apa, Eyang Putri ke sana?"
Setahu Dhira, nenek yang ia panggil Eyang Putri itu sejak dulu adalah seorang ibu rumah tangga. Pure IRT. Tak pernah terlibat bisnis apapun. Jadi, ngapain wanita usia senja itu ke perusahaan itu.
"Udah turutin aja. Jangan banyak tanya. Mungkin ada perlu penting dengan orang itu. Besok siang ya?"
Diam sejenak, Dhira pun mengangguk. Tidak bisa menolak perintah nyonya besar. Terlebih ini menyangkut Eyang Putri tersayangnya.
* * *
Dhira pikir, mereka akan lama menunggu kedatangan orang yang dituju mengingat posisi pentingnya di perusahaan ini. Ternyata, kurang dari sepuluh menit, lelaki itu datang menyambut Dhira dan Eyang Putri di lobby. Sebenarnya, resepsionis tadi sudah menawarkan pada mereka untuk langsung ke ruangan lelaki itu. Namun, Eyang Putri menolak dengan halus dan lebih memilih duduk di sofa lobby.
"Eyang," seorang lelaki muda dengan setelan resmi berjalan mendekat ke arah mereka.
Eyang Putri segera beranjak dan memberikan senyum hangatnya. Terkesan akrab, lelaki itu langsung mencium punggung tangan wanita berusia senja itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE - Book Of Romance Stories
Short StoryBerisi kumpulan short story bergenre mature-romance. Dan semuanya happy ending. Setiap cerita tidak saling berkaitan. ✔️ Cerita lengkap: Unexpected Couple The Sweetest Scenario One Day With You Unless We're Fated After The Light Goes Down A Woman a...