A Woman and Her Husband (7)

2.7K 333 19
                                    

Sorry, baru update. Buat yg komentarnya belum kubalas, mohon maaf juga. Aku hiatus selama bulan Ramadlan 😁

Masih bulan Syawal, saya ucapkan Selamat hari raya Idul Fitri bagi yang merayakan. Mohon maaf lahir dan batin 🙏

* * *


Seperti malam-malam sebelumnya, aku kesulitan untuk tertidur lelap. Mataku selalu berat untuk memejam dan baru berhasil saat dini hari. Mungkin karena isi kepalaku selalu dipenuhi pertanyaan yang memusingkan. Dan satu pertanyaan yang membuatku tidak bisa berspekulasi tentang apapun.

Bagaimana aku dan Rey bisa berakhir seperti ini? Apa masuk akal?

Kenyataan bahwa dulu aku dan Rey pernah saling ingin membunuh dan berakhir dengan pernikahan yang ... bahagia dan normal. Setidaknya begitu yang kulihat. Dengan 2 anak lelaki yang memiliki kemiripan fisik hampir sepenuhnya dengan Rey. Mereka hanya memiliki warna rambut, mata dan bentuk bibir yang sama denganku. Selebihnya, Allan dan Sean adalah tiruan dari Rey.

Dan kini, mata tajam Rey sedang menatapku balik. Seperti ingin menyelami alam pikiranku melalui tatapan matanya. Ada kelembutan dan kekhawatiran tergambar di sana.

Entah berapa lama kami dalam posisi seperti ini. Terbaring menyamping, saling bersemuka dalam diam. Hingga kemudian, Rey yang lebih dulu membuka suara.

"Oke, aku akan menjawab pertanyaanmu," ucap Rey setelah menghela napas, menyerah ketika melihatku berpikir keras. "Asalkan tidak mengenai masa lalumu," lanjutnya cepat.

Sejak aku pingsan tiga hari lalu, Rey menegaskan tidak akan membahas tentang masa laluku. Alasannya, itu membuatku terus memikirkannya dan berujung kepalaku yang sakit serasa ingin pecah. Rey tidak mau aku kesakitan karena terlalu berusaha keras menggali memoriku.

"Apa kamu benar-benar pelukis?" Tanyaku curiga.

Rey diam sejenak sebelum kemudian tertawa. Membuat alisku mengerut heran, apanya yang lucu?

"Bahkan saat kamu hilang ingatan pun, kamu masih tidak percaya aku bisa melukis," Rey kembali terkekeh. "Apa aku memang tidak cocok jadi pelukis?"

Sekalipun, aku tidak pernah melihatnya melukis. Dan menurutku, karakter seperti Rey sangat tidak merepresentasikan seorang pelukis profesional. Pembawaannya yang kaku dan formal lebih cocok di bidang militer (dia memang mantan pasukan khusus kan?) Dan Rey seperti paham bahwa aku meragukannya. Jadi, dia menarikku ke ruang kerjanya yang begitu luas itu.

Bau menyengat cat dan entah zat apalagi langsung menyeruak di indera penciumanku begitu aku memasuki ruangan luas ini. Studio lukis ini penuh dengan lukisan dengan beragam ukuran yang terpajang di dinding. Beberapa diletakkan menyender di dinding. Di satu sudut, berjejer kaleng-kaleng yang kurasa adalah cat untuk melukis, serta beberapa kuas. Tak jauh dari kumpulan kaleng itu, ada kanvas yang tersangga sebuah alat berbahan kayu—aku tidak tahu nama alat itu. Sepertinya lukisan pada kanvas itu belum sepenuhnya selesai.

Aku tidak paham tentang seni dan lukisan. Namun, melihat semua karya di tempat ini, jelas bukan hasil seorang amatir. Beberapa masih dapat kukenali objek lukisannya. Tapi lebih banyak yang tidak kupahami maknanya. Terlalu abstrak. Entahlah, aku memang awam tentang dunia ini.

"Sekarang, kamu percaya kalau aku pelukis sungguhan?" Suara Rey dari belakang mengingatkan kalau aku tidak sendirian. "Aku pelukis profesional. Kamu percaya?"

Aku mengangguk beberapa kali. "Maaf, aku sempat meragukan keahlianmu."

Rey tersenyum lebar. "Aku tahu. Saat kamu mengenalku sebagai mantan pasukan khusus lebih dulu, aku sampai harus memamerkan caraku melukis. Bahkan kamu menagihku untuk melukis dirimu," jelas Rey dengan tatapan mata menerawang, seperti tengah mengingat kenangannya.

LOVE - Book Of Romance StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang