Kalo cerita ini aku buat lapak sendiri gimana?
Baca part ini dengan teliti, ok? 😉
* * *
Aku memberikan tatapan mata tajam. Untuk menegaskan bahwa aku tidak mudah percaya pada setiap ucapan Rey. Tetapi, ia membalas dengan tatapan mata hangatnya. Membuatku jengah karena aku seperti berlakon sebagai antagonis.
"Kamu tidak bisa membuktikan ucapanmu?" Tanyaku sinis. "Aku jadi meragukan Allan dan Sean sebagai anakku. Benarkah aku ibu mereka? Karena aku tidak merasakan..."
"Jangan pernah mengatakan itu lagi!" Sela Rey cepat. Rahangnya mengeras. Sorot matanya begitu kelam penuh amarah. "Kamu ingin bukti?"
Dia menarik kasar pergelangan tanganku. Berjalan cepat sementara aku mengikuti dengan langkah terseok-seok. Dia membawaku ke sisi kiri bawah tangga yang tertutup oleh lemari besar. Hanya ada celah selebar tubuh orang dewasa. Aku baru sadar jika ada sebuah pintu bercat cokelat kayu seperti warna anak tangga yang terlihat sangat samar. Rey membuka pintu itu.
Rey menarikku masuk ke dalamnya yang ternyata adalah sebuah lorong kecil dengan lampu temaram. Mengikuti lorong itu yang berbelok setelah beberapa langkah, kami terus berjalan hingga menuruni anak tangga dan akhirnya berhenti ketika sampai pada sebuah ruang.
Apa ini?
Ruangan seluas kamar Rey dan aku ini berisi beberapa layar komputer. Ada 6 layar besar yang dipasang pada satu sisi dinding dan 3 layar di bawahnya, terpasang di atas meja panjang. Semua layar di dinding itu memonitor seluruh sudut rumah kecuali kamar mandi.
Ya Tuhan! Ternyata selama ini, Rey memantau semua sudut rumahnya. Termasuk kamar kami. Jadi, dia pasti sudah tahu kalau aku sering bertelepon secara diam-diam. Tapi kenapa dia...
"Duduk!" Rey menarikku duduk di kursi putar yang menghadap semua layar itu. Sementara dia membungkuk di sisiku, mengoperasikan satu layar yang di tengah dengan keyboard.
Jemarinya begitu cepat mengetik di papan itu. Sementara aku sendiri masih sulit percaya menatap semua ini.
Tiba-tiba tangan Rey berhenti bekerja. Dan ia menoleh padaku.
"Sebenarnya aku tidak ingin mengungkapkan semua ini. Tapi kalimat yang kamu ucapkan tadi," Rey memejamkan mata sesaat dengan bibir mengatup, rahangnya kembali mengeras, "aku tidak mau kelak kamu menyesalinya."
Ucapanku yang mana? Kenapa sampai membuat dia tampak sesedih itu? Apakah tentang aku yang meragukan Sean dan Allan sebagai anakku? Sepertinya begitu karena dia jadi tak terkendali setelah aku mengatakannya.
Hampir saja aku mengalihkan pandanganku dari kedua matanya yang terlihat kecewa padaku. Dia kemudian menekan satu tombol di keyboard, hingga layar itu menampilkan foto... Amalie? Tapi, penampilannya terlihat berbeda dari biasanya. Di sana, ia terlihat dingin.
"Kamu mengenalnya?"
Aku mendadak gugup. Bibirku menjadi kelu, tak bisa mengeluarkan satu kata pun.
"Oh ya. Kamu mengenalnya sebagai Amalie Jensen. Benar kan?"
Aku menelan ludah, bertambah gugup dan... takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE - Book Of Romance Stories
Historia CortaBerisi kumpulan short story bergenre mature-romance. Dan semuanya happy ending. Setiap cerita tidak saling berkaitan. ✔️ Cerita lengkap: Unexpected Couple The Sweetest Scenario One Day With You Unless We're Fated After The Light Goes Down A Woman a...