A Woman And Her Husband (1)

6.4K 418 21
                                    

PLEASE, BACA DULU!

Ceritaku untuk orang dewasa, bukan untuk adek-adek remaja karena banyak adegan yang memang hanya boleh dibaca orang dewasa. Jadi, please... yang masih di bawah 21 tahun, jangan baca!

Aku nggak mau nambah dosa karena memberi pengaruh buruk buat kalian.

Tolong peringatanku ini diindahkan ya 🙏

PS. Aku gak riset buat nulis cerita ini. Jadi pasti banyak nyeleneh nya 😂

* * *

Aku membuka mata dengan perasaan yang aneh. Asing. Cemas. Seolah merasa terancam. Perasaan tak nyaman. Pandanganku mengedar, menyusuri setiap sudut ruangan ini. Sepertinya sebuah kamar dengan sejumlah perabot biasa. Ranjang berukuran besar—yang tadi kutiduri, meja nakas, meja rias, dan lemari pakaian. Jendela kaca berukuran besar terlihat cukup mencolok, menampilkan pemandangan luar yang mirip hutan karena banyak pepohonan tinggi. Atau di sana memang hutan?

Setelah yakin tidak ada orang lain di kamar ini, aku melangkah. Tanpa tahu akan ke mana kakiku mengarah. Aku hanya berjalan menyusuri lorong kamar hingga kutemukan anak tangga ke bawah sana. Oh, rupanya ini lantai 2. Meski agak ragu, kakiku tetap menuruni tangga itu.

Lantai satu ini lebih luas. Seperti di kamar tadi, tak begitu banyak perabot sehingga terkesan semakin luas. Sebuah suara terdengar samar.

Langkahku berhenti saat di depan sana, seseorang tengah berdiri dan sibuk di dapur. Entah apa yang pria itu masak. Fokusnya hanya tertuju pada olahan tangannya. Di seberang meja dapur, seorang anak lelaki duduk di kursi tinggi, mengamati pekerjaan si pria. Sesekali bocah itu berceloteh.

"Aku ingin pancake-nya lembut, Dad," ujar bocah itu dengan mencondongkan tubuh ke teflon.

"Dad sedang berusaha, Allan."

Kedua orang itu, mungkin ayah-anak. Entahlah, aku tidak mengenal mereka. Mereka asing bagiku.

"Dad," panggil si bocah pada ayahnya menuangkan adonan di teflon penuh hati-hati.

"Dad!" Seruan bocah itu makin keras. Membuat ayahnya mengangkat kepala, mulai memperhatikan puteranya.

Lelaki kecil yang duduk tak jauh dariku itu melirik padaku. Sehingga sang ayah mengikuti arah pandangnya. Dari tempatnya berdiri, pria itu bisa melihatku dengan tatapan mata tajamnya. Raut wajahnya seketika berubah. Seperti melembut meski matanya yang terus menatapku intens justru membuatku gugup.

"Oh, kamu sudah bangun," gumamnya. "Kamu lapar? Maaf, sarapannya belum jadi. Kamu bisa..."

"Siapa kamu?" Tanyaku memotong ucapan pria itu.

Pria itu tidak menjawab, tetapi menghembuskan napas sembari memejamkan mata sebentar. Dia mematikan kompor. Lalu dengan gerakan luwes, diturunkannya si bocah yang dari tadi seperti takut padaku.

Keduanya berjalan mendekatiku. Sehingga kakiku—secara reflek—melangkah mundur. Aku menatap mereka penuh waspada, entah untuk alasan apa.

"Hei, jangan takut," ucap pria itu dengan nada lembut. "Kami bukan orang jahat dan berbahaya untukmu."

Langkahku berhenti karena kalimat meyakinkannya. Well, jika kuperhatikan dia memang terlihat normal dan bukan seperti seorang kriminal. Tubuhnya yang tinggi tegap dengan otot lengan yang tercetak dari T-shirt putihnya, tidak terlihat menakutkan.

LOVE - Book Of Romance StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang