Unless We're Fated (4)

5.5K 419 9
                                    

Bayangin aja menikmati sunrise di puncak gunung bersama si ganteng

Nikmat bukan mainnnn... 😋😋

*Note: Cerita ini mungkin mainstream dan alurnya gampang ketebak. Tapi tolong jangan bully daku.

* * *

Pagi ini adalah pagi terindah selama hidup Dirga. Membuka mata, ia mendapati tubuh wanitanya dalam dekapan. Poin pentingnya, keduanya masih tanpa seutas benang pun. Hanya selimut tebal yang menutupi tubuh polos mereka, meski hawa dingin gunung jelas terasa. Namun, kehangatan sisa aktivitas panas mereka semalam ditambah pelukan erat itu, membuat tidur mereka nyenyak. Tak terusik dingin sekalipun.

Tersenyum bahagia, Dirga mengecup lembut bahu telanjang di depannya. Tangannya yang melingkari perut Dhira, mengusap lembut kulit halus itu. Lelaki itu tak ingin beranjak demi menikmati pagi indahnya.

Lenguhan Dhira terdengar samar. Dia menggerakkan tubuhnya yang membelakangi Dirga. Mendadak, tubuhnya menegang. Mungkin baru sadar akan posisinya yang begitu intim dengan pria ini di atas ranjang. Atau, mungkin teringat aktivitas bergairah semalam.

Hal itu tak luput dari perhatian Dirga. Ia justru mempererat pelukannya. Bahkan, mencium tengkuk yang sedari tadi menggodanya.

"Selamat pagi, Sayang."

Sayang?

Dhira tidak mungkin salah dengar. Semudah itu dirinya menjadi sayangnya Dirga? Eh, mudah?! Seketika Dhira protes keras. Siapa bilang mudah menyerahkan keperawanan yang dijaga sampai usia 28 ini? Siapa yang bilang mudah membiarkan seseorang menyobek selaput daramu padahal kamu baru saja mendaki puncak gunung?

Sial! Dhira beneran gak bisa jalan! Dia mengerang kesal. Membuat Dirga panik dan cepat-cepat membalikkan tubuh. Melihat raut wajah Dhira yang disertai tangis kecilnya, pria itu jadi cemas.

"Kenapa?" Tanya Dirga sambil mengusap air mata yang mengalir di pipi Dhira. "Kamu menyesali malam tadi?"

Bibir Dhira mengerucut sebal. Ia juga menatap kesal pada wajah tampan di atasnya.

"Sakit semua! Aku nggak bisa jalan." Rengek Dhira persis anak kecil yang merajuk.

Dirga malah menahan senyum gelinya. Padahal ia tadi takut kalau Dhira menyesali kejadian semalam.

"Iya, maaf. Nanti mandi air hangat dulu biar agak mendingan." Dirga mengecup bibir mungil wanitanya. "Aku gendong ya."

Pipi Dhira merona mendengar pria itu akan menggendongnya. Dan semakin malu ketika Dirga menyibak selimut hingga memperlihatkan tubuh mereka yang telanjang berserta bukti kegiatan mereka semalam.

Itu bercak merah, darah perawannya? Dhira bergidik ngeri melihat noda pada sprei biru muda itu.

* * *

Dirga tak pernah menjauhkan diri dari Dhira semenjak pagi itu. Genggaman tangannya hampir tak pernah dilepas. Mereka jadi terlihat semesra pengantin baru. Membuat Dhira agak risih.

Apalagi Pak Min dan istrinya semakin gencar menggoda kedekatan mereka. Sebalnya, Dirga malah tidak menyangkalnya.

Dhira kira, perlakuan manis pria itu hanya euforia sesaat karena percintaan mereka. Tapi, setelah beberapa hari berlalu, Dirga tak juga berubah. Tetap manis dan begitu perhatian. Hanya saja, belum ada kejelasan status yang dilisankan pria itu. Dhira ingin tahu, tapi bingung mengucapkannya.

LOVE - Book Of Romance StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang