Istana Gyeongbok, Kerajaan Korea, tahun 2018
Tahun ke-14 Pemerintahan Raja Seungcheol•••
Salju yang turun tanpa henti mengiringi malam di akhir musim dingin. Angin yang bertiup dengan kencang seakan mewakili kegelisahan di hati seseorang yang memiliki posisi tertinggi di negeri yang termahsyur akan gingsengnya itu.
Di sebuah kamar yang luas dengan segala perabotan antik warisan turun-temurun dari leluhur itu, terdapat dua orang yang sedang dalam suasana yang menegangkan.
Air muka salah satu orang di ruangan itu tampak cemas. Tangan keriputnya dengan hati-hati memeriksa ulang Sang Raja yang berbaring di atas ranjang peristirahatannya. Pada akhirnya dokter senior istana itu mengakhiri pemeriksaannya dengan gelengan kepala dan hembusan nafas yang berat.
"Dokter Istana, bagaimana keadaan paduka raja saat ini?" Dokter istana itu menatap sejenak wanita yang sangat ia hormati di hadapannya sebelum menjawab pertanyaannya.
"Saya sangat takut sampai saya rasanya tidak berani menyampaikan hal ini kepada anda, Yang Mulia Ibu Suri," ucap pria tua itu sambil menundukkan kepalanya.
"Kumohon, katakan saja Dokter Istana," kata wanita yang sudah memasuki usia senja itu dengan nada penuh kecemasan.
"Sakit kepala yang dialami Yang Mulia Raja beberapa bulan terakhir ini disebabkan oleh Neuroglycopenia. "
"Neuro ... glycopenia?" Wanita yang dipanggil Ibu Suri itu mengernyitkan dahinya dan menuntut penjelasan yang lebih rinci tentang keadaan anaknya.
"Benar, Yang Mulia. Neuroglycopenia adalah gejala mati otak yang sekarang sedang dialami Yang Mulia Raja Seungcheol."
Wanita yang ada di sebelah Ibu Suri itu membelalakkan matanya dan menutup mulutnya saat itu juga. Ia tidak bisa menyembunyikan kekagetannya ketika mengetahui suami yang dicintainya mengalami gejala penyakit yang cukup parah.
Wajah Ibu Suri juga menampakkan hal yang sama dengan menantunya. Ia memejamkan mata dan menggenggam tangan sang Ratu untuk menguatkan satu sama lain setelah mendengar apa yang dikatakan Dokter Istana.
"Bagaimana mungkin ini bisa terjadi ...." ucap Ibu Suri yang masih sulit menerima kenyataan.
"Saya turut berduka, Yang Mulia. Saya dan seluruh tim dokter terbaik di negeri ini akan berusaha semampu mungkin untuk menyembukan Yang Mulia Raja," kata Dokter Istana itu dengan sungguh-sungguh sebelum keluar dari ruangan itu.
•••
Tangan keriput Ibu Suri itu mengusap dengan lembut foto keluarga yang ada di tangannya. Raut wajahnya tampak sendu namun ia berusaha menguatkan hatinya untuk mengambil keputusan demi kebaikan keluarga kerajaan.
"Rasanya masih seperti kemarin saat Yang Mulia Raja Seung Jo meninggalkanku dan dunia ini. Setelah itu, tidak lama kemudian Putra Mahkota Seungwoo yang seharusnya menggantikan beliau juga meninggal dunia di usia muda karena kecelakaan sehingga akhirnya Yang Mulia Raja Seungcheol naik tahta dan menjabat hingga sekarang."
Ratu Nayoung menatap Ibu Suri dengan penuh kekhawatiran. Namun, ia masih tidak bersuara untuk mendengarkan perkataan Ibu Suri selanjutnya.
"Kurasa sekarang waktunya untuk menyiapkan masa depan keluarga kerajaan."
"Maksud Ibu Suri?"
"Aku bicara tentang pernikahan putra mahkota, Ratu," Ibu Suri menghela nafas sejenak sebelum meneruskan kata-katanya. "Menurutku kita harus memajukan rencana pernikahan Putra Mahkota segera. Terlalu lama apabila menunggu Putra Mahkota lulus kuliah," ucap Ibu Suri dengah sungguh-sungguh.
"Tapi ... apakah ini tidak terlalu cepat, Ibu Suri?"
"Tahun ini Putra Mahkota akan genap berumur 20 tahun. Memang terlalu cepat, tapi setidaknya dia telah cukup umur untuk menikah dan berkeluarga secara sah menurut hukum negara ini," kata Ibu Suri sambil menggenggam tangan Ratu Nayoung lalu melanjutkan, "dengan keadaan Raja Seungcheol yang seperti ini, kita harus segera menyiapkan penerusnya. Putra Mahkota harus mulai menambah porsi tugasnya untuk membantu Raja Seungcheol dan Putri Mahkota harus dipersiapkan mulai dari sekarang sehingga apabila terjadi hal yang tidak diinginkan setidaknya kita bisa menjaga kestabilan negeri ini."
"Anda benar, Ibu Suri. Saya akan bicara dengan Yang Mulia Raja untuk segera mempersiapkan pernikahan Putra Mahkota." Ratu Nayoung berkata dengan nada lirih namun penuh kesungguhan kepada Ibu Suri.
Ibu Suri menganggukkan kepalanya lalu berkata, "Aku mempercayakan persiapan pernikahan ini padamu Ratu."
"Baik, Yang Mulia"
"Oh, dan satu lagi," Ibu Suri tampak mengingat sesuatu, "kau dan Raja Seungcheol ingat akan wasiat Raja Seung Jo tentang calon Putri Mahkota, bukan?"
"Tentu, Ibu Suri." Ratu Nayoung mendesah pasrah mengingat janji almarhum Raja Seung Jo untuk menjodohkan Putra Mahkota dengan cucu temannya yang hanyalah seorang rakyat biasa.
"Bagus. Terima kasih banyak untuk pengertiannya, Ratu."
Ratu Nayoung menggelengkan kepalanya pelan, "Saya yang harusnya berterimakasih kepada Ibu Suri karena membuat saya tidak merasa sendiri menghadapi semua ini."
Wajah Ratu Nayong tampak tenang walaupun hatinya berkecamuk memikirkan pernikahan Putra Mahkota yang mendadak ini. Ia berdoa dalam hati semoga ini adalah keputusan yang tepat dalam situasi ini.
.
.
.28 Februari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Perhaps Love
FanfictionSoonyoung, seorang omega laki-laki yang menyembunyikan identitas dengan impian menjadi seorang penari dan koreografer profesional. Suatu hari dia mendengar kabar yang mengejutkan dari orang tua dan pihak Kerajaan kalau ternyata kakeknya dan almarhu...